Selamat membaca!
Pandangan mata Mark terus mencari keberadaan Alex yang sudah tak lagi berada di helipad.
"Ke mana dia? Apa dia jatuh?" tanya Mark, belum menemukan sosok yang dicarinya.
Sampai akhirnya, gerakan helikopter mulai terasa tidak stabil. Membuat Mark berpikir bahwa Alex berhasil menggapai kaki helikopter dan saat ini sedang bergelantungan di sana.
Menjawab rasa penasarannya, Mark membuka jendela helikopter untuk melihatnya. Benar saja, Alex kini sedang berusaha naik dengan sekuat tenaganya. Bahkan otot di kedua lengannya benar-benar terlihat, menandakan jika Alex saat ini sedang mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menahan berat tubuhnya sendiri.
"Pria itu membuatku sangat marah!" Mark mulai menembaki Alex dengan pistol yang sejak tadi terus digenggamnya. Namun, semua tembakan tersebut tak ada satu pun yang mengenainya. Ya, melihat Mark ingin menembaknya, Alex dengan cepat naik dan berpijak di atas kaki helikopter, lalu bersembunyi dengan berpindah ke sisi lainnya untuk menghindari tembakan yang diarahkan oleh Mark.
"Aku harus segera naik sebelum pria itu kembali menembakiku." Dengan mengecoh Mark, Alex kembali ke sisi sebelumnya dan dengan cepat menaiki badan helikopter tersebut. Alex langsung membuka pintu helikopter melalui jendela yang terbuka dan menyergap Mark di saat pria itu terus mencarinya di sisi yang lain.
Mengetahui bahwa Alex kini telah masuk ke dalam helikopter, Mark dengan cepat mengarahkan pistolnya untuk menembaknya. Namun, Alex berhasil menahan kedua tangan pria itu dan berusaha mengalihkan bidikan pistolnya ke arah yang lain.
Keributan yang terjadi antara Mark dan Alex membuat Sandra mulai sadar. Kedua matanya perlahan terbuka dengan rasa pening yang masih terasa menusuk kepalanya.
"Alex," lirih Sandra seketika melebarkan kedua matanya, memastikan apakah benar sosok yang dilihatnya adalah suaminya. Sosok yang sejak tadi selalu ia tunggu untuk bisa menyelamatkannya.
Sampai akhirnya, tembakan itu malah bersarang pada anak buah Mark yang seketika tak sadarkan diri karena peluru itu tepat mengenai kepalanya.
"Sial, helikopter ini akan terjatuh," batin Alex saat melihat sang pilot telah mati dengan bersimbah darah.
Helikopter pun mulai bergerak cepat ke bawah. Membuat ketiganya panik. Alex langsung melepaskan dirinya dari Mark dan meraih tubuh Sandra. Saat ini yang terpikirkan oleh ketiga adalah menyelamatkan diri sebelum tubuh mereka hancur bersama helikopter yang beberapa saat lagi akan membentur hamparan laut dengan sangat keras.
"Sebaiknya aku menyelamatkan diri dulu. Nanti setelah itu, aku pasti akan membunuhmu Alex," umpat Mark dengan memicingkan sorot matanya. Menatap tajam penuh kebencian ketika Sandra sudah kembali dalam dekapan Alex.
Mark kini melompat lebih dulu meninggalkan Alex dan Sandra yang masih saling menatap rindu. Tak ada teguran mesra atau sapaan hangat, keduanya kini dibalut rasa panik karena situasi mencekam yang bisa saja membunuh mereka.
"Aku takut Alex," ucap Sandra dengan raut wajah yang benar-benar memperlihatkan bahwa saat ini wanita itu benar-benar ketakutan.
"Kamu tidak perlu takut karena aku akan selalu menjagamu! Percayalah padaku!" Alex coba menenangkan Sandra sambil terus mencengkram erat badan helikopter untuk membuat tubuh mereka tetap berdiri melawan gerakan helikopter yang semakin meluncur jatuh.
"Pejamkan matamu! Peluk erat-erat tubuhku ya!" titah Alex yang sudah bersiap melompat sambil mendekap erat tubuh istrinya.
Sandra pun memejamkan kedua matanya. Ia percaya bahwa Alex pasti bisa menyelamatkannya.
"Ya Tuhan, aku mohon selamatkan aku dan suamiku," batin Sandra berdoa dalam ketakutan yang terasa mencekam untuknya.
Keduanya pun melompat. Alex masih terus mendekap Sandra dengan kuat. Tubuh mereka kini meluncur masuk ke dalam laut. Namun, benturan keras dengan air laut membuat keduanya terpisah.
"Sandra." Alex mulai berenang menghampiri tubuh Sandra.
Setelah berhasil meraih kembali tubuh istrinya, Alex mulai berenang ke permukaan dengan sekuat tenaga untuk membawa istrinya yang saat ini terlihat sangat lemah.
Setibanya di permukaan, keduanya mulai mengambil napas panjangnya setelah di dalam air mereka hampir tak bisa bernapas.
"Ayo Sandra, kita harus berenang ke tepi pantai sebelum air laut ini membawa kita semakin ke tengah laut." Alex terus berenang sambil membawa tubuh Sandra yang lemah bersamanya.
Dengan sekuat tenaga, Alex akhirnya berhasil membawa Sandra sampai ke tepi pantai.
"Kita selamat, sayang."
Sandra mulai menatap ke sekelilingnya saat kedua matanya kembali terbuka. Seketika seulas senyuman pun tercipta dari kedua sudut bibirnya. Perasaan yang sejak tadi terus dibalut resah, kini seketika hilang tanpa tersisa. Hatinya menjadi lega, apalagi saat ini Alex tengah bersamanya.
"Terima kasih karena kamu telah datang menyelamatkanku," ucap Sandra dengan lirih.
Keduanya pun saling berciuman, melepas rindu dalam deburan ombak yang masih dapat menerpa tubuh mereka. Namun, situasi manis itu seketika buyar saat peluru bersarang pada lengan Alex. Peluru dari pistol Mark yang sudah sejak tadi mencari keberadaan dua sejoli itu.
Raut wajah Sandra pun seketika kembali panik saat melihat Alex mengerang kesakitan. Kedua matanya kini mulai menatap Mark dengan sorot mata yang penuh kebencian.
"Dasar kau pria jahat, tolong berhenti menembak suamiku!" Sandra mulai berdiri menutupi tubuh Alex dari bidikan pistol yang masih diarahkan oleh Mark. Ia mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Melupakan kondisinya yang sempat lemah. Baginya, nyawa Alex lebih penting dari seluruh hidupnya. Membuat wanita itu seakan memiliki tenaga lebih dibanding sebelumnya. Tenaga untuknya dapat melawan ketidakberdayaan yang sempat membenamkannya.
"Apa kau ingin mati bersamanya?" tanya Mark dengan lantang, masih terus melangkah mendekat ke arah Sandra.
"Tembak saja aku! Aku lebih baik mati bersamanya daripada hidup bersamamu!" jawab Sandra mengungkapkan segala isi hatinya. Membuat Mark semakin geram terhadapnya.
"Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu!" Tanpa pikir panjang lagi, Mark langsung menembak. Namun, sesaat sebelum peluru itu mengenai Sandra, Alex menampik tubuh istrinya dan peluru itu kembali bersarang pada tubuhnya.
Sandra yang terjatuh hanya bisa menatap nanar tubuh Alex yang kini langsung roboh.
"Alex." Sandra mulai menangis. Ia pun bangkit dengan cepat sambil meraih tubuh Alex dan meletakkannya di atas pangkuannya.
"Aku mohon Alex, kamu harus kuat! Sudah cukup dulu aku pernah kehilanganmu saat kamu koma. Sekarang aku mohon bertahanlah!" pinta Sandra dengan penuh kesungguhan. Sandra terus menangis dengan air mata yang tiada henti membasahi kedua pipinya.
"Aku kuat, sayang. Kamu tidak perlu menangis. Luka seperti ini bukan masalah untukku. Kamu tidak perlu cemas!" Alex coba menenangkan istrinya yang terlihat begitu sendu. Walaupun dengan suara yang mulai melemah, tapi Alex tetap berusaha kuat karena tak ingin melihat istrinya terus menangis.
Momen yang terjadi malah semakin memancing amarah Mark. Saat ini pria yang tengah dibutakan oleh cinta dan obsesinya, kembali mengarahkan pistolnya kepada Sandra. Ia mulai berpikir, bila memang dirinya tak bisa memiliki Sandra, Alex pun tidak boleh memilikinya.
"Lebih baik kau mati, Sandra. Aku tidak akan rela bila kau dimiliki orang lain selain aku!" kecam Mark yang mulai bersiap menembak. Rahang yang mengeras dengan sorot mata tajam menjadi bukti bahwa pria itu sudah tak lagi sabar menghadapi Sandra.
Mendengar ancaman itu, rasa cemas kian memburu di hati Sandra. Ketakutannya semakin menjadi tatkala maut sudah semakin dekat menyapa. Antara hidup dan mati terasa begitu dekat jaraknya. Membuatnya berpikir bahwa mungkin akan lebih baik untuknya mati bersama Alex. Pria yang saat ini sangat dicintainya.
"Biarlah cinta kita abadi, Alex." Sandra melabuhkan kecupannya pada bibir Alex. Pasrah adalah jalan satu-satunya yang terbesit dalam pikiran wanita itu. Namun, itu sangat berbeda dengan Alex. Pria itu dengan cepat mengambil pistol yang masih tersimpan pada saku jaket yang dikenakannya. Ya, Alex juga mengenakan rompi anti peluru yang membuat luka tembak pada bagian perutnya tak mengeluarkan darah sama sekali.
Sambil menjatuhkan tubuh Sandra, Alex mulai menembak Mark sebelum pria itu menembak lebih dulu. Tembakan yang tepat mengenai tubuh pria itu. Dua peluru yang bersarang pada d**a kiri dan juga bagian perutnya. Mark pun seketika terjatuh tak berdaya. Sementara Sandra begitu terkejut atas apa yang dilakukan oleh suaminya. Ia tak menyangka bila ternyata melakukan semua itu. Namun, ia bersyukur saat melihat Mark kini sudah tiada dengan darah yang tersapu dalam deburan ombak.
"Untung saja aku masih menyimpan dua peluru terakhir. Aku sengaja tidak menggunakannya saat melihat Dexter ingin membunuh si tua itu," batin Alex yang sudah dapat bernapas dengan lega.
"Alex." Sandra langsung memeluk tubuh suaminya dengan erat. Membuat Alex tiba-tiba mengerang kesakitan.
"Hai, awas luka tembakku ini kan sakit." Alex menunjuk bagian perutnya yang terdapat bekas tembakan peluru Mark menghujam di sana.
"Kamu ini kenapa membohongiku sih? Ternyata kamu mengenakan rompi anti peluru ya." Sandra mulai dapat tersenyum sambil memukul pelan tubuh suaminya itu.
"Iya begitulah, tapi yang ini beneran sakit lho." Alex melirik bagian lengannya yang masih mengeluarkan darah akibat tembakan Mark.
"Kalau luka ini sih aku tidak terlalu cemas. Kamu pasti kuat kan Alex Decker?" ungkap Sandra yang diakhiri sebuah pertanyaan dengan sebelah alis yang terangkat.
Sebelum Alex menjawabnya, tiba-tiba suara panggilan dari Evans dan Oscar membuyarkan momen rindu yang tengah terjadi antar dua sejoli itu.
"Ternyata Oscar dan Evans juga ada di sini." Sandra pun tersenyum ke arah mereka.
"Bukan hanya mereka, tapi juga si tua itu," jawab Alex terdengar ketus, saat mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan Chris.
"Kamu tidak boleh bicara seperti itu, apalagi Daddy sudah membantu kamu. Mau bagaimanapun dia ayahmu?" tegur Sandra coba memberi nasihat kepada suaminya yang masih membenci Chris karena telah membohonginya tentang Naori.
"Sudahlah, tidak perlu bahas dia. Ayo kita pulang!" Sambil merangkul pundak istrinya, Alex mulai melangkah bersama Sandra menghampiri Evans dan juga Oscar di tepi pantai.
Bersambung ✍️