Alex Koma

1326 Kata
Selamat membaca! Sebuah pisau sudah menembus punggung Alex yang membuatnya terhenyak dengan kedua mata yang membulat sempurna. Kedua tangan Alex kini berangsur terlepas dari dekapan Sandra. Tatapan nanar dengan wajah yang sudah memerah terlukis jelas di raut wajah Alex yang sedang menahan rasa sakit akibat tikaman pisau yang dihujamkan oleh Sandra. "Kenapa Sandra? Apa yang kau lakukan padaku?" tanya Alex tak percaya atas apa yang Sandra lakukan padanya. Sandra pun beringsut mundur ketika Alex mulai melangkah mendekatinya. Kini kedua kaki Alex tak kuat lagi menopang raganya hingga membuat tubuhnya terjatuh dan membentur kerasnya lantai. Alex terkulai lemah dengan posisi kepala yang menghadap ke arah Sandra. "Aku minta maaf, tapi aku harus membalaskan dendam ayahku karena anak buahmu sudah membunuhnya," lirih Sandra dengan penuh penekanan. Sakit hatinya saat mengucapkan semua itu, tapi lebih sakit lagi saat kedua matanya menyaksikan ayahnya berada di dalam peti mati dan sudah tak bernyawa. Alex benar-benar dibuat tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Sandra. Ingin rasanya ia bangkit dan meraih tubuh Sandra untuk menanyakan maksud dari perkataannya. Namun saat ini, keadaan Alex sudah tak mampu lagi untuk melakukan semua itu. Sandra pun seketika berlari dengan tangisan yang semakin terisak. Ia sudah tidak sanggup melihat keadaan Alex dengan bersimbah darah. Alex hanya mampu mengangkat tangannya ke arah Sandra pergi sambil memanggil nama wanita itu, walau dengan suara yang terdengar sangat lemah. "Kenapa kamu melakukan semua ini, Sandra? Apa maksud dari perkataanmu? Kapan anak buahku membunuh ayahmu?" Alex masih terus menatap Sandra yang baru saja keluar dari kamar. Napasnya mulai terdengar semakin tak beraturan hingga membuat pria itu seketika tak sadarkan diri. Luka tusukan yang teramat dalam di punggungnya sebelah kiri menjadi alasan Alex begitu banyak kehilangan darah. Sandra terus berlari ke arah mobilnya. Namun, ia sangat terkejut ketika Sierra tampak berada di sana dan baru saja keluar dari mobilnya. "Sandra, kenapa kamu pergi? Ada apa denganmu?" tanya Sierra yang melihat gelagat mencurigakan dari Sandra yang sangat terburu-buru saat masuk ke dalam mobil, lalu mulai melajukannya dengan kecepatan tinggi keluar dari parkiran apartemen tanpa menjawab pertanyaannya. Sierra kembali melangkahkan kakinya yang sempat terhenti. Ia bergegas masuk ke dalam apartemen dengan beragam pertanyaan di benaknya. "Kenapa Sandra terlihat aneh seperti itu? Apa mereka bertengkar karena kehadiranku?" batin Sierra menebak-nebak. Setelah menaiki lift, kini Sierra mempercepat langkah kakinya menyusuri lorong apartemen untuk menuju kamar Alex. Sierra mendorong pintu kamar yang memang tidak terkunci. Namun, saat baru beberapa langkah ia masuk, kedua matanya seketika membulat sempurna saat melihat Alex tersungkur di lantai dengan bersimbah darah. Sierra langsung berlari dengan cepat, kemudian berlutut di samping Alex, ia merengkuh dan meletakkan tubuh Alex di pangkuannya. "Alex, apa yang terjadi padamu?" tanya Sierra yang mulai panik ketika mendapati kondisi Alex saat ini sudah tak sadarkan diri. Bahkan denyut nadi pada pergelangan tangannya pun benar-benar terasa lemah. Sierra langsung berpikir dengan cepat. Ia pun kembali meletakkan tubuh Alex di lantai dan berlari keluar kamar untuk meminta pertolongan karena ia sadar tidak akan bisa mengangkat tubuh Alex seorang diri. "Apa Sandra yang telah melakukan semua ini? Jika memang benar, apa alasannya? Apa hanya karena cemburu atas kehadiranku? Aku mohon Tuhan, tolong selamatkan Alex," batin Sierra sambil mempercepat langkahnya mencari pertolongan. ()()()()() Di dalam mobil, Sandra masih menangis dengan terisak. Ia begitu sakit karena telah melakukan sesuatu yang tak pernah dibayangkan seumur hidupnya. Ada rasa kehilangan di dalam hatinya saat ini. Namun, jika ia ingat kematian ayahnya, dendam itu kembali datang menguasai dirinya hingga membuatnya tak dapat lagi membedakan antara perasaan cinta dan janji kepada ayahnya saat di pemakaman. "Maafkan aku, Alex. Setelah ini aku akan pergi jauh dari kota Paris, menghilang untuk selama-lamanya dari keluarga Decker. Semoga dengan kematianmu ini, ayah bisa tenang di sana," batin Sandra sambil mengusap air mata yang terus mengalir di kedua pipinya. ()()()()() Setengah jam sudah berlalu, setelah mendapatkan pertolongan dari penghuni di apartemen, kini Alex sudah berhasil dibawa ke rumah sakit terdekat dan sedang mendapatkan penanganan. Sierra masih terlihat panik dan melangkah mondar-mandir di depan ruang IGD. Ia terus menunggu dengan raut cemas yang tampak jelas di wajahnya. Wanita itu tak habis pikir atas apa yang telah terjadi pada Alex, kondisinya sangat buruk dan terdapat tusukan pisau yang masih menancap di punggungnya. Beruntung kala itu, Sierra memutuskan untuk kembali ke apartemen dan mengurung niatnya ke rumah sakit di mana Evans dirawat. Keputusan yang membuatnya dapat mengetahui kondisi Alex dengan cepat, bila tidak mungkin saja nyawa pria itu tak bisa lagi tertolong karena kekurangan banyak darah. "Ada apa ini? Kenapa Sandra tega melakukan semua ini? Ya Tuhan aku mohon selamatkan Alex, jangan biarkan aku kehilangannya," batin Sierra dengan penuh harap. ()()()()() Jauh dari rumah sakit tempat di mana Alex tengah berjuang antara hidup dan matinya, Sandra kini sudah berada di dalam rumahnya. Rumah yang menjadi tempat awal pertemuannya dengan Alex. Saat ini Sandra sedang berkemas, menyiapkan pakaian yang akan dibawanya. Wanita itu benar-benar akan meninggalkan kota Paris untuk selama-lamanya. Keputusan yang sudah dipikirkan sebelum ia menusuk punggung Alex. Sandra tidak ingin keberadaannya terlacak oleh Chris yang pasti tidak akan tinggal diam mencari pelaku yang telah membunuh putranya itu. Pikiran Sandra saat itu sudah benar-benar menganggap bahwa Alex tak bisa lagi diselamatkan. "Maafkan aku Alex," batin Sandra begitu getir. Hingga ia tak kuasa menahan bulir kesedihan di pelupuk matanya. Sandra pun menangis terisak sambil terus merapikan pakaiannya ke dalam koper. Setelah selesai dengan semua itu, ia pun mulai memindahkan isi tas kecil yang sepanjang hari ini terus melingkar pada tubuhnya ke dalam tas berbeda yang lebih besar ukurannya. "Ini kan ponsel ayah," ucap Sandra sambil menatap benda pipih yang saat ini sudah berada dalam genggamannya. Sandra mulai mengotak-atik ponsel Albert yang ia temukan di kolong ranjang. Ponsel itu diambil saat Sandra melihatnya tergeletak jauh dari jangkauannya. Bahkan untuk menggapainya Sandra harus merentangkan tangan sejauh-jauhnya untuk meraih benda pipih itu. Namun baru sekarang, Sandra sempat untuk membuka ponsel tersebut. Sandra kini mulai menggeser layar pada ponsel, mulai dari galeri foto dan berakhir di sebuah draft message yang membuat Sandra mulai penasaran akan dua huruf yang tertulis di sana. "Draft message ini kenapa hanya bertuliskan dua huruf HA, sebenarnya apa maksudnya?" Sandra mulai berpikir dengan keras tentang apa yang kini dilihatnya. Sandra pun menautkan kedua alisnya dengan sorot mata yang tajam menatap fokus layar pada ponsel tersebut. "Tanggal penulisan draft message ini, sama seperti tanggal kematian ayah. Apa jangan-jangan?" Sandra terlihat lemah tak bertenaga, ia duduk di tepi ranjang dengan kedua koper yang masih terbuka. Sandra menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan untuk membuang segala beban yang sedari tadi terasa menyesakkan dadaanya. "Apa jangan-jangan aku hanya dijadikan alat oleh seseorang untuk membunuh Alex. Ya Tuhan, jika benar seperti itu, berarti aku telah melakukan kesalahan besar dalam hidupku." Sandra langsung beringsut dari posisi duduknya di atas ranjang. Kini ia sudah berada di lantai, terduduk lemah dengan wajah yang memucat. Bahkan bulir bening mulai tampak deras membasahi kedua pipinya. ()()()()() Setelah menunggu lama. Seorang dokter akhirnya keluar dengan tergesa dari ruang operasi. Ia langsung menghampiri Sierra yang ia ketahui sebagai satu-satunya pendamping pasien yang saat ini berada dalam penanganannya. Sierra yang memang sudah menunggu kabar dari Alex dengan cepat langsung menghampiri dokter tersebut. "Dokter jadi bagaimana keadaan Alex?" tanya Sierra dengan cemas. Dokter pun menghela napasnya dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Sierra. "Operasi berjalan lancar, tapi pasien tampaknya mengalami kejadian yang membuatnya sangat trauma hingga ada kemungkinan pasien akan mengalami koma sampai waktu yang saya sendiri tidak bisa pastikan. Namun, itu baru kemungkinan yang terburuk. Saat ini yang bisa kita lakukan adalah berdoa dan menunggu perkembangan selanjutnya dari kondisi pasien." "Apa Dokter? Alex koma." Sierra tercengang tak percaya atas apa yang didengarnya. "Sabar ya Nona, saya turut prihatin dengan keadaan pasien dan untuk perkembangan pasien lebih lanjut akan terus saya sampaikan kepada Anda. Kalau begitu saya permisi dulu." Dokter pun melangkah pergi meninggalkan Sierra dalam kesedihannya. "Alex," lirih Sierra yang semakin tak berdaya, mendengar diagnosa yang disampaikan oleh dokter tersebut. Wanita itu kini duduk bersandar di depan ruang IGD dengan air mata yang terus berlinang di kedua pipinya. Bersambung✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN