Selamat membaca!
Chris yang sudah semakin tersudut, coba bertahan dari serangan Harry yang semakin membabi buta menghajarnya. Pukulan-pukulan yang disarangkan ke wajah dan perut Chris semua berhasil mengenainya. Chris pun kini sudah terkapar dengan bercucuran darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Sepertinya aku bukan tandinganmu, Chris!" Harry meremehkan Chris yang sudah tidak berdaya di hadapannya.
"Sial, aku tidak boleh kalah. Bagaimana aku bisa memberitahu Sandra jika aku sampai mati," batin Chris berdecak kesal.
Harry menginjak kepala Chris dengan keras. Ia sangat kejam, tak peduli rasa sakit yang Chris rasakan saat ini. Chris mengerang keras, saat pijakan Harry semakin dalam hingga membuatnya sudah benar-benar kesakitan.
Harry melepaskan pijakan kakinya dari kepala Chris, ia seakan mengulur-ulur waktu untuk menghabisinya dan mencoba bersenang-senang dengan menyiksa Chris yang saat ini sudah tak berdaya.
"Aku tidak akan membunuhmu semudah itu." Harry melangkah ke arah mobilnya untuk mengambil sebuah tali. Ia berniat akan mengikat kedua tangan Chris dan menariknya dengan menggunakan mobil.
Tak berapa lama kemudian, Harry sudah kembali dengan membawa tali dan langsung mengikatnya pada kedua tangan Chris dengan erat. Setelah itu di ujung satunya lagi, ia mulai mengikat ke bawah mobil dan bersiap untuk melajukannya.
"Kau siap Chris!" ucap Harry dengan lantang, saat memberitahu Chris.
"Kau memang bodoh Harry, kau terlalu lama menyia-nyiakan kesempatan untuk membunuhku hingga sekarang aku jadi memiliki kesempatan untuk membunuhmu," gumam Chris terbesit sebuah rencana untuk mengakhiri pertarungan ini.
Harry pun masuk ke dalam mobil dan mulai menyalakannya. "Akhirnya aku dapat membalaskan dendammu, ayah," ucap Harry terkekeh penuh kemenangan, ia bersiap menginjak gas mobilnya dan menjalankan rencananya untuk menyeret tubuh Chris sepanjang jalan agar Chris mati dengan penuh siksaan.
Harry menoleh ke arah belakang dengan mengeluarkan kepalanya dari kaca mobil yang terbuka. Ia melihat ke arah Chris untuk memberitahu padanya bahwa sesaat lagi kematian akan datang menghampirinya.
Namun, apa yang dilihatnya sungguh membuat Harry terkesiap. Chris terlihat sudah berdiri tegap sambil mengarahkan pistol yang sudah digenggam dengan tangan kanannya ke arah mobil Harry. Chris berhasil melepas ikatannya setelah ia menyambar pistol kedap suaranya yang memang tidak jauh dari tempatnya berada. Kini Chris sudah mengarahkan bidikan pistol itu ke arah tangki bahan bakar pada mobil Harry yang mudah meledak, apalagi bila terkena tembakan peluru.
Harry tercekat kaget, kedua matanya terbelalak. Membuat aliran darahnya berdesir hebat.
"Selamat tinggal Harry." Chris melepaskan peluru itu dari pistolnya sebanyak tiga kali secara terus menerus. Mobil pun meledak dengan keras, hingga membuat Chris terpental dan tubuhnya terbentur badan pohon yang membuat Chris seketika langsung tak sadarkan diri.
()()()()()
Sementara itu, kini Sandra sudah berada di dalam mobil. Ia masih terus menangis meratapi segala perbuatan yang telah dilakukannya kepada Alex. Saat ini yang ada dipikirannya, hanyalah kembali ke apartemen dan melihat keadaan Alex yang tadi ia tinggalkan begitu saja di dalam kamar dengan luka tusukan pada bagian punggungnya. Ia mulai memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi dan hanya butuh setengah jam untuk Sandra tiba di apartemen milik Alex. Sandra pun tak membuang waktu, ia memarkir mobilnya, lalu keluar dengan terburu-buru dan langsung berlari menuju lobi apartemen. Raut wajahnya penuh kepanikan dengan bulir kesedihan yang masih belum sepenuhnya kering dari kedua matanya.
Sandra begitu menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Terlebih bila ternyata segala dugaannya benar bahwa bukan Alex pelaku pembunuhan ayahnya. Melainkan seorang pria yang berinisial HA, sesuai dengan yang tertera pada ponsel ayahnya.
Setelah tiba di depan pintu kamar Alex. Ia sudah tidak mendapati keberadaan Alex di sana. Namun, saat itu kamar Alex sudah dipenuhi oleh petugas polisi dan beberapa wartawan yang tampak sedang meliput di sana.
Sandra pun menghentikan langkahnya dan beringsut mundur untuk meninggalkan apartemen.
"Ada polisi, bisa-bisa mereka menangkapku," batin Sandra yang dengan cepat membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya dengan bergegas menjauh dari kamar Alex.
Sandra mempercepat langkah kakinya kembali menuju lift dengan perasaan takutnya. Tak hanya itu, ia pun cemas dan penasaran dengan kondisi Alex saat ini.
"Berarti Alex sudah tidak ada di kamar, kemungkinan Sierra sudah membawanya ke rumah sakit yang tidak jauh dari tempat ini. Sebaiknya aku segera ke sana," batin Sandra memutuskan.
Sandra benar-benar takut akan situasi yang di hadapinya saat ini. Di satu sisi, ia memikirkan kondisi Alex. Namun di sisi lain, Sandra menjadi cemas bahwa penusukan yang dilakukannya akan membuatnya mendekam di balik jeruji besi.
()()()()()
Chris kini mulai tersadar. Ia perlahan bangkit dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Namun, pikirannya saat ini bukan lagi mengenai kondisinya, melainkan terhadap Alex, putranya. Ia khawatir bila Sandra termakan jebakan Harry yang memang menjadikan alat untuk dapat membalaskan dendamnya.
"Aku yakin pasti Alex pergi ke apartemennya. Sekarang aku harus ke sana dan memperingatinya sebelum terlambat." Chris mulai melangkah menuju mobilnya. Mobil yang terparkir tidak jauh dari titik lokasi meledaknya mobil yang dikendarai oleh Harry. Namun, beruntung mobil Chris tidak ikut terbakar.
Chris melangkahkan kakinya perlahan, melewati mobil Harry yang terparkir. Ia bahkan dapat melihat tubuh Harry yang kini sudah terpanggang oleh kobaran api.
"Aku turut menyesal Harry, semoga kau tenang di sana dan mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan," ucap Chris mendoakan Harry dengan menghentikan langkahnya di samping mobil Harry yang kini sudah hangus terbakar. Kobaran api sudah mulai mereda, tidak seperti saat awal terbakar yang menimbulkan suara dentuman keras. Bahkan beberapa orang mulai menyaksikan mobil yang terbakar itu. Mereka mengabadikannya dengan merekam dan mengambil gambar menggunakan kamera pada ponsel mereka masing-masing.
Chris mulai masuk ke dalam mobilnya, lalu mengenakan sabuk pengaman pada tubuhnya. Chris dengan susah payah menggerakkan kakinya untuk berada pada pijakan pedal mobil, ia kini mulai menginjaknya dengan perlahan sambil menahan rasa sakit yang semakin terasa di kedua kakinya. Satu kaki yang masih terluka akibat tembakan Harry pada pangkal pahanya dan sebelah lagi terkilir saat Chris jatuh dengan bagian lutut yang membentur aspal terlebih dahulu, saat tubuh Chris terpental mengenai pohon besar hingga membuatnya langsung tak sadarkan diri.
"Tunggu Daddy, Alex! Semoga Sandra belum memiliki kesempatan untuk membunuhmu," batin Chris penuh harap.
Sebenarnya Chris sudah memiliki firasat bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi pada Alex. Namun, ia berusaha menampik semua itu. Kini Chris coba memenuhi pikiran buruknya dengan hal yang positif. Ia berharap dengan semua itu, maka ketakutannya saat ini tidak benar-benar terjadi.
Mobil Chris tampak mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Membelah lalu lintas yang memang terlihat sepi malam itu.
()()()()()
Kembali kepada Sandra yang tengah dirundung cemas dan rasa takut. Wanita itu kini sudah terlihat berada di lobi rumah sakit. Ia mulai melangkah menuju resepsionis untuk menanyakan keberadaan Alex.
"Permisi, saya mau bertanya suster. Alex Decker berada di ruangan mana dan bagaimana kondisinya saat ini?"
"Maaf Anda ada hubungan apa dengan beliau?" tanya bagian resepsionis menatap wajah Sandra dengan penuh selidik.
"Saya istrinya," jawab Sandra yang sudah penasaran akan kondisi Alex. Ada harapan dalam hatinya bahwa ia ingin suaminya selamat dan tidak terjadi sesuatu hal yang buruk padanya. Namun, mengingat apa yang telah dilakukannya, Sandra mulai ragu bahwa Alex saat ini tengah baik-baik saja.
Setelah mengantongi informasi tentang Alex dari petugas resepsionis, Sandra kini melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah lift yang letaknya berada di sudut lobi. Raut wajahnya tampak begitu sendu, saat mendengar dari resepsionis bahwa kondisi Alex sedang koma.
Hati Sandra saat itu benar-benar hancur. Kedua kakinya mulai terasa limbung dan teramat berat untuk melangkah. Ia terus merutuki kesalahan yang telah dilakukannya, walau ia sendiri masih belum terlalu yakin. Namun, beberapa petunjuk memang mengarah bahwa Alex bukanlah pembunuh ayahnya.
Hal itulah yang membuat wanita itu merasa sangat bodoh karena ternyata ia termakan dalam jebakan pria misterius yang menghubunginya kala itu. Seorang pria yang belum Sandra ketahui identitas. Pria yang ternyata adalah Harry, supir pribadi suaminya.
"Maafkan aku Alex. Aku sungguh bodoh bila ternyata bukan kamulah yang telah membunuh ayahku, tapi namamu yang ditulis dengan darah oleh jemari ayahku, apa itu pun palsu?" gumam Sandra semakin bimbang dengan semua misteri yang membuatnya terus berpikir dengan keras.
Sandra kini sudah keluar dari lift. Ia pun sudah tiba di lantai 10 di mana Alex telah dipindahkan dari ruang ICU ke ruang rawat VVIP. Sandra mulai menyusuri lorong rumah sakit, pandangnya terus melihat ke sekeliling untuk mencari nomor kamar yang Alex tempati.
Setelah menemukan kamar yang dimaksud. Sandra dengan perlahan membuka pintu kamar itu. Ia mengintip melihat ke arah dalam ruangan. Kedua matanya seketika basah oleh air mata, tatkala ia melihat tubuh Alex saat ini tak berdaya dengan berbagai peralatan medis yang terpasang di tubuhnya.
"Alex, maafkan aku. Seandainya aku menanyakan terlebih dulu padamu," batin Sandra menahan isak tangisnya.
Tanpa keraguan Sandra mulai mendekat ke arah Alex. Ia menutup pintu tersebut. Namun, ternyata di balik pintu Sierra berdiri mematung di sana dengan sorot mata yang tajam. Sandra terhenyak dan menoleh menatap Sierra yang tanpa aba-aba langsung mendaratkan sebuah tamparan keras ke wajah Sandra.
"Apa-apaan ini? Kenapa kamu tampar aku?" tanya Sandra dengan perlakuan Sierra yang terlihat penuh amarah.
"Kamu masih bertanya kenapa? Aku tahu kamu yang telah menusuk Alex, sebenarnya apa maksud kamu! Kenapa kamu kembali? Apakah kamu ingin memastikan kematiannya? Katakan Sandra, apa salah Alex!" Sierra mencengkram kedua lengan Sandra dan mengguncangkan dengan keras.
Sandra masih terdiam sambil memegangi sebelah pipinya yang sudah memerah akibat tamparan keras dari Sierra.
Sierra menahan isak tangisnya dalam-dalam. Ia begitu sakit melihat kondisi Alex yang sampai mengalami koma. Bahkan dokter sendiri tidak bisa memastikan, kapan Alex akan kembali sadar.
"Maafkan aku Sierra. Maafkan aku. Pukul aku terus Sierra! Aku memang pantas menerima semua perlakuan kasar darimu atas apa yang aku lakukan pada Alex." Sandra meraih tangan Sierra yang sudah terlepas dari lengannya. Tangan yang sudah terasa sudah begitu lemah, karena derai air mata yang berlinang dengan sangat derasnya.
Sandra terus mengarahkan tangan Sierra untuk memukulnya dengan keras di wajahnya. Sierra tak berontak, ia membiarkan Sandra melakukan itu sampai Sierra menarik tubuh Sandra dan memeluknya dengan erat.
Keduanya kini saling menghamburkan kesedihan, meluapkan rasa sakit atas apa yang terjadi terhadap Alex.
"Maafkan aku Sierra. Aku pikir Alex orang yang telah membunuh ayahku, tapi sepertinya aku salah. Aku hanya dijadikan alat untuk membalaskan dendam seseorang kepada Alex. Aku bodoh Sierra. Maafkan aku," lirih Sandra dengan penuh penyesalan.
Sierra pun terhenyak, saat mendengar pengakuan Sandra. Ia kini sudah tahu alasan Sandra melakukan semua itu hingga membuatnya tak bisa menyalahkan Sandra sepenuhnya dalam hal ini. Terlebih Sandra belum terlalu lama mengenal Alex dan terlibat dalam segala urusan mafia yang terkadang memang menuntut kewaspadaan dalam tingkat yang tinggi.
Membunuh dan dibunuh begitu lekat dalam kehidupan mafia. Bahkan bukan hanya itu, menjebak dan dijebak dengan segala intrik di dalamnya, terkadang memang sering mewarnai perjalanan hidup seorang mafia, itulah yang menjadi permintaan Sierra kepada Alex dulu agar Alex tidak terlibat pada urusan Chris dalam dunia mafianya. Namun, karena kematian Sierra membuat Alex harus terjun kembali dalam kehidupan mafianya.
Sierra mulai mengurai pelukannya. Ia pun meminta Sandra mendekati Alex dan berharap agar kehadiran wanita itu bisa membuat Alex sadar dari komanya.
"Terima kasih Sierra. Kamu memang sangat baik," ucap Sandra sambil mengusap berkali-kali air mata yang terus berlinang di wajahnya.
Kedua mata Sandra kini sudah tertuju pada sosok Alex di atas ranjang. Ia menatap dalam suaminya itu yang saat ini terlihat tak berdaya.
"Alex." Sandra memanggil nama Alex berulang kali dengan lirih.
Bersambung ✍️