Melampiaskan Dendam

1663 Kata
Selamat membaca! Chris masih menyodorkan pistolnya ke arah Harry. Rahang yang mengeras dengan sorot mata tajam, membuat raut wajahnya begitu menyeramkan dengan penuh kemurkaan. "Buang pistolmu Tuan Chris atau aku akan menyuruh anak buahku untuk menghabisi Elsa." Ancaman dari Harry membuat Chris terkekeh begitu keras. "Sudah tidak ada lagi yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu!" Chris mulai menarik pelatuk pada pistolnya. Lalu tanpa aba-aba, ia langsung menembak pistol yang digenggam oleh Harry hingga membuatnya terlepas. Harry pun terhenyak sambil merasakan sakit pada tangannya. Ia merasa heran akan sikap Chris yang tidak gentar, saat mendengar ancamannya. "Jangan-jangan dia berhasil menemukan Elsa dengan menyuruh anak buahnya," gumam Harry yang langsung menoleh ke sebuah bangunan di belakang tubuhnya. Namun, letaknya agak menyamping di sisi kiri dari tempatnya berada. Ternyata benar dugaan Harry bahwa Elsa sudah berhasil dibebaskan oleh Oscar yang bahkan kini telah berdiri tepat di samping Naori. Keduanya sudah aman dan saat ini Harry dalam posisi terdesak. Naori langsung memeluk tubuh putrinya itu dengan erat. Ia masih terisak dengan raut wajah penuh rasa takut. Naori tidak ingin merasakan kehilangan untuk kedua kalinya. Kehilangan yang sangat menghancurkan kebahagiaannya. Terlebih jika itu adalah suami yang sangat dicintainya. Saat itu Naori sedang mengandung 9 bulan. Namun, apa yang disampaikan oleh Chris saat itu, seakan membuat dunianya menjadi runtuh seketika. Kala itu tepat pukul 10.00, Chris datang menemui Naori di rumah kediaman Edward. Rumah mewah yang berada di sudut kota Paris, jauh dari keramaian kota yang membuat suasana tidaklah terlalu bising. Edward memang sengaja memilih tempat tinggal khusus untuk keluarganya jauh dari keramaian, selain menjaga keselamatan keluarganya dari musuh-musuhnya, ia juga ingin keberadaannya tidak mudah terlacak. Chris kini sudah berdiri di depan pintu dengan pakaian yang lusuh karena basah dan kering di tubuhnya dengan sendirinya. Maklum saja Chris terjatuh ke lubang saluran air yang ternyata sangatlah dalam hingga membuat dirinya tak sadarkan diri. Pagi harinya Chris mulai tersadar, setelah sinar matahari menerpa wajahnya. Pria itu pun bangkit dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Walaupun dengan susah payah, Chris akhirnya bisa sampai ke depan rumah kediaman Edward untuk memberitahukan sesuatu yang mungkin akan sangat berat ia sampaikan. Chris mengetuk pintu itu dengan perlahan. Tak butuh waktu lama pintu mulai terbuka dan Naori sudah berdiri di hadapan Chris dengan wajah sendunya. Tatapan matanya kala itu terlihat sangat kosong. Bahkan saat itu, Chris benar-benar sudah tak bertenaga lagi. Tubuhnya yang limbung langsung disambut oleh Naori dengan sebuah dekapan dan rasa cemas. Naori pun memapah tubuh Chris untuk masuk ke dalam rumah, lalu merebahkan tubuh lemahnya di atas sofa. "Ada apa Chris? Apa yang terjadi denganmu?" tanya Naori dengan cemas. Chris menatap nanar wajah Naori, mulutnya masih rapat terkunci hingga membuatnya tak mampu menjawab pertanyaan Naori. Seorang mafia yang saat ini begitu lemah. Bahkan kedua matanya kini sudah memerah dan tampak bulir kesedihan mulai menggenang di pelupuk matanya. Naori sudah dapat membaca apa yang ingin Chris sampaikan padanya. Bibirnya gemetar dengan air mata yang tak kuasa ditahannya. Naori pun menangis dengan terisak. Hatinya kala itu terasa begitu sakit. "Aku sudah tahu suatu saat hal ini akan terjadi, tapi bagaimana dengan nasib anak ini? Apa bayi ini harus lahir tanpa seorang ayah?" lirih Naori begitu terisak. Perkataan Naori membuat Chris teringat semua janjinya terhadap Edward yang sudah menyelamatkan nyawanya. Namun di sisi lain, ia tidak sampai hati mengkhianati pernikahannya dengan Grace yang saat itu sudah dianugerahi seorang anak laki-laki yang diberi nama Alex Decker. Alex saat itu masih berusia 13 tahun. "Aku tidak punya pilihan lain, Grace. Maafkan aku," batin Chris memutuskan sesuatu yang sebenarnya sangat berat untuknya. Chris menggenggam tangan Naori dengan erat. Ia menatap dengan dalam jauh menembus kisi-kisi hati Naori yang terpancar jelas dari manik matanya yang saat ini sudah penuh dengan air mata. "Aku akan menikahimu, Naori. Aku akan menjadi ayah dari anak yang saat ini kau kandung." Perkataan yang membuat Naori terkesiap sangat kaget. Ia benar-benar tak menyangka akan menjadi istri kedua dari seorang Chris Decker. Walaupun berulang kali ia menolak tawaran Chris. Namun, pria tampan dengan bulu tipis pada rahangnya itu terus memaksanya. Sampai akhirnya, ia tak memiliki pilihan lain selain menyetujuinya. terlebih anak yang sedang dikandungnya, memang membutuhkan sosok seorang ayah. Ingatan Naori akan masa lalunya pun buyar ketika kedua matanya semakin merasa cemas akan kondisi Chris. "Ya Tuhan, aku mohon selamatkan suamiku," batin Naori di kedalaman hatinya. Chris masih terus menatap Harry dengan sorot matanya yang tajam. Ada kemarahan dalam dirinya. Alasannya adalah karena Harry telah mengusik Naori dan Elsa. "Kau jangan lupa Harry bahwa saat ini kau sedang berhadapan denganku. Aku adalah Chris Decker, seorang mafia ternama di kota Paris. Sejak datang ke tempat ini, aku tidak sendiri karena Oscar ikut bersamaku. Saat kau muncul Oscar melihat arah kedatanganmu dan dia langsung memeriksa bangunan yang ada di belakangmu itu karena aku tahu kau juga pasti menyekap Elsa di tempat yang sama dengan Naori," ucap Chris dengan lantang membeberkan semua rencananya. Chris mulai melangkah mendekat ke arah Harry. Ia membuang pistol yang digenggamnya seolah menantang Harry untuk mengakhiri pertarungan mereka dengan tangan kosong tanpa senjata. Harry pun memicingkan sorot matanya dengan peluh yang sudah membasahi dahinya. "Tangan kosong pun aku pasti akan menghabisimu, Chris!" batin Harry menerima tantangan yang tertuju padanya. Chris terus melangkah mendekat ke arah Harry yang sudah bersiap untuk menyerang. "Kita selesaikan ini Harry, asal kau tahu! Ayahmu mati bukan karena kesalahanku atau Edward. Dia mengkhianati kesepakatan yang telah dibuat sebelum transaksi terjadi dan ledakan mobil itu bisa mengenainya, setelah Edward mengorbankan dirinya untuk menyelamatkanku," kecam Chris dengan lantang, mengungkapkan masa lalunya kepada Harry. Namun, Harry tak mempercayai apa yang dikatakan oleh Chris. Dendam di hatinya masih begitu membara. Terlebih saat bayangan Harvey terlintas di dalam pikirannya. Detik-detik kematian Harvey di rumah sakit yang begitu menyedihkan untuk ibu dan juga dirinya, apalagi saat itu ibunya tengah mengandung adiknya. Harry kecil saat itu terus menangis dengan terisak. Sampai akhirnya, Harvey meraih tangan Harry dan menggenggamnya dengan erat. Kondisi Harvey saat itu seketika memburuk karena luka bakar yang dideritanya sudah masuk di angka 70%. Namun sebelum kepergiannya, Harvey sempat mengucapkan sebuah kalimat yang didengar oleh Harry dan ibunya yang saat itu tengah menangis terisak. "Balaskan dendamku pada Chris Decker," ucap Harvey dengan parau yang kemudian layar monitor pada alat pendeteksi detak jantung langsung menunjukan garis lurus tanda bahwa Harvey sudah meninggal. Semenjak itulah Harry kecil tumbuh menjadi sosok pria yang selalu membawa dendam di dalam hatinya. Dendam yang tidak akan hilang, bila ia tidak melihat Chris Decker mati di depan matanya. Pertarungan mereka kini kembali berlanjut dan tak dapat lagi dihindari. Chris mulai memberikan sebuah pukulan yang dengan mudah dapat dipatahkan oleh Harry. Harry pun menyeringai menatap Chris dengan tatapan yang seolah meremehkannya karena Harry menyadari bahwa luka tembak di kaki kanan Chris membuat gerakannya menjadi terbatas dan sangat mudah untuk dibaca. "Bersiaplah untuk mati di tanganku!" ucap Harry dengan angkuh merasa telah menang. Harry kembali menyerang Chris dengan memberikan dua pukulan ke arah wajahnya yang masih dapat dimentahkan oleh Chris. Namun, sebuah tendangan lurus dari Harry mampu mengenai tubuh Chris hingga membuatnya terpental dan jatuh tersungkur. Chris pun menahan sakit pada bagian dadanya dengan terus memeganginya. Ia berdecak kesal dan sangat geram dengan kenyataan bahwa Harry memang jauh lebih unggul darinya. "Anak dari Harvey ternyata hebat juga ya. Sepertinya lawan yang sepadan untukmu adalah Alex," ucap Chris mulai bangkit dengan susah payah. Chris menguatkan kedua kakinya, menopang raganya yang sudah benar-benar ringkih. Chris langsung bersiap memasang kuda-kuda untuk menerima serangan dari Harry yang sudah terlihat mulai melangkah maju ke arahnya. Chris berhasil menahan dua sampai tiga pukulan dari Harry. Namun, pada pukulan keempat Harry berhasil memukul wajah Chris hingga membuat bercak darah keluar dari sudut bibirnya. Chris dengan cepat mengusapnya lalu berdecih kesal. "Aku tidak boleh kalah darinya karena aku harus segera memberitahu Sandra bahwa bukan Alex yang sudah membunuh ayahnya. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada putraku," gumam Chris sambil mengernyitkan dahinya. Sementara itu, sebelum pertarungan antara keduanya berlangsung, Oscar sudah mengamankan Naori dan Elsa ke dalam mobil untuk membawa mereka kembali ke rumah, Chris tidak ingin jika Elsa sampai melihat pertarungannya dengan Harry. ()()()()() Kembali ke apartemen, Alex seketika terbangun dari tidurnya dan kini sudah berdiri di samping Sandra, saat mendapati wanita itu berteriak histeris dengan keringat yang membasahi seluruh keningnya. "Sandra, kamu tidak apa-apa?" Alex menatap lekat wajah Sandra yang kini sedang menatapnya dengan napas yang terengah. Sandra langsung mendekap tubuh Alex dengan erat. Ia menangis terisak untuk membuang rasa takut yang kini bertahta dalam pikirannya. "Ternyata aku hanya bermimpi. Aku belum membunuhnya," gumam Sandra dalam hatinya yang masih terus meluapkan segala kesedihan dalam pelukan Alex. Alex terus berusaha menenangkan Sandra yang saat ini terlihat begitu kacau. "Sudah kamu tidak perlu takut, ada aku yang akan selalu melindungimu." Alex melepas pelukannya lalu menangkup kedua sisi wajah Sandra dan memberikan sebuah kecupan singkat pada dahinya. "Alex," ucap Sandra dengan lirih. "Maafkan aku ya karena telah melupakanmu di saat Sierra kembali hadir dalam hidupku, tapi ketahuilah apa pun yang aku lakukan hanyalah sebatas menjaga perasaan Sierra, agar ia tidak terluka. Walaupun awalnya cinta untuk Sierra kembali tumbuh. Namun, aku tak bisa menampik cinta yang sudah aku rasakan terlebih dulu padamu. Aku mencintaimu Sandra, tetaplah di sampingku." Sandra terhenyak atas pengakuan yang terlontar dari mulut Alex. Ia bahagia mendengar kalimat demi kalimat yang membuat resah yang sedari tadi ia rasakan seketika sirna. Sandra pun kembali memeluk tubuh suaminya, menghamburkan kebahagiaan yang kini tengah membuncah di hatinya. "Aku juga mencintaimu, Alex." Sandra menangis dengan terisak, meluapkan rasa takut yang berbalut resah dalam hatinya. Namun, saat Sandra mulai tenang dalam pelukan Alex, tiba-tiba bayangan wajah Albert muncul dalam pikirannya. Membuat Sandra kembali teringat akan kematian sang ayah. "Maafkan aku Alex, tapi dendam ini harus tetap terbalaskan walau aku sangat mencintaimu sekalipun," batin Sandra bergelut dengan hatinya. Sandra melepas satu tangannya yang sedari tadi terus mendekap tubuh Alex. Ia diam-diam mengambil sebilah pisau yang memang ia sembunyikan di balik pakaian yang terselip di celananya. "Akhirnya dendam ini akan terbalaskan ayah," gumam Sandra yang mulai mengayunkan pisau yang digenggamnya di belakang tubuh Alex. Bersambung✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN