Selamat membaca!
Sandra masih terdiam tak bergerak. Tubuhnya semakin gemetar hebat tatkala pistol yang mengarah padanya hampir ditembakkan oleh salah satu pria yang kini memintanya kembali ke balkon.
"Cepat kembali atau saya akan menembakmu!" titah salah satu pria mengancam Sandra.
Dari wajahnya, kedua pria itu memiliki rahang tegas dengan bulu tipis di wajah mereka. Tubuh yang tegap dan terlihat tato bergambar dragon pada punggung tangan mereka. Tato yang seolah menjadi identitas kedua pria itu berasal.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" tanya Sandra di dalam hatinya.
Wanita itu tampak bingung. Baginya, menyerahkan diri hanya akan membuat suaminya berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Terlebih bukan hanya dirinya, tetapi juga Grace. Dua wanita yang sangat berarti untuk hidup Alex.
"Cepat kembali! Atau aku akan menembak.."
Belum selesai perkataan dari pria itu terucap, Sandra dengan cepat mengiyakan perintah dari pria itu. Pria yang kini sudah terlihat penuh kemarahan karena Sandra terlalu lama menuruti perintahnya.
"Baik, baik, saya akan kembali ke sana." Sandra pun melangkah menuju dua pria yang mulai menampilkan seringai liciknya. Bahkan kekehan penuh kemenangan terdengar keras dari salah satu pria itu karena puas dengan rencana mereka yang sesaat lagi akan berhasil. Sebuah rencana untuk menangkap Grace dan Sandra demi dapat membalaskan dendam dari pimpinan mereka kepada keluarga Decker.
Di saat Sandra hampir saja kembali pada balkon apartemennya, tiba-tiba dua pistol menempel erat pada kepala bagian belakang kedua pria itu.
"Buang pistol kalian! Atau aku tidak segan-segan membunuh kalian berdua!" titah seorang wanita yang ternyata adalah Sierra, istri dari Evans. Ya, Sierra yang memang berniat ikut ke mall bersama Grace dan Sandra, begitu terkejut ketika ia menemukan Grace dalam keadaan tidak sadarkan diri. Beruntung, jarak unit apartemennya tidak terlalu jauh sehingga Sierra pun berinisiatif kembali untuk mengambil pistol miliknya. Pistol yang memang sengaja ditinggalkan oleh Evans. Sebelumnya, Sierra memang sudah sering berlatih cara menembak dengan menggunakan dua pistol. Suatu keahlian yang memang hanya dimiliki oleh Evans karena mampu membidik lawannya dengan akurat, walau menggunakan dua pistol di kedua tangannya.
Bagaikan tetesan embun di tengah gurun, kedatangan Sierra sebagai penyelamat sungguh membuat rasa cemas yang terasa sempat mencekiknya kini seketika hilang. Sandra begitu tenang melihat kedua pria itu akhirnya menuruti perintah Sierra.
"Sandra, cepat naik ke balkon! Setelah itu pergi dan bawa Mommy Grace. Cepat Sandra!"
Kedua pria itu terkekeh lantang. Mereka seolah tak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Sierra.
"Bagaimana bisa kau membawa orang tua itu? Dia tidak akan sadar sampai beberapa jam!" Salah satu pria itu terkekeh keras hingga membuat kemarahan seketika berkecamuk dalam diri Sierra.
"Sial, berarti kita tidak bisa meninggalkan Mommy Grace sendiri di sini! Itu artinya, aku harus membunuh kalian!" Tanpa ragu, Sierra mulai menarik pelatuknya dan ingin menembak kedua pria itu. Namun, sesaat sebelum peluru pada pistol itu memecahkan kepala mereka, perlawanan pun diberikan oleh kedua pria itu yang dengan cepat berhasil meringkus Sierra. Sandra yang melihatnya, langsung berlari sesaat setelah dirinya naik ke balkon. Ia memang tidak mampu menyelamatkan Sierra ataupun Grace, tapi setidaknya ia bisa memberitahu Alex maupun Evans tentang semua kejadian ini bila berhasil meloloskan diri dari kedua pria yang ingin menangkapnya.
"Sandra, cepat lari!" titah Sierra yang sudah berhasil didekap erat oleh salah satu pria yang kini menatap Sandra dengan sorot mata tajamnya.
Sandra yang sempat terdiam di ambang pintu pun seketika kembali melangkah keluar dari kamar. Ada sorot mata sendu, saat menatap Sierra yang tengah berada dalam kuasa salah satu pria itu. Sungguh ironis, di saat ia hampir tertangkap, Sierra datang menjadi penyelamat dan kini posisi mereka kembali membuatnya tersudut ketika Sierra berhasil diringkus. Tak ada jalan lain dalam pikiran Sandra, yaitu memberitahu Alex tentang semua ini atau meminta pertolongan pada petugas keamanan di apartemennya.
Salah satu pria itu pun berusaha menangkap Sandra yang sudah terlihat menuruni anak tangga dengan cepat. Jarak yang semakin dekat membuat Sandra bertambah panik. Terlebih ketika langkahnya melewati tubuh Grace yang tak sadarkan diri di sofa ruang tamu. Ingin rasanya ia menghampiri untuk coba membangunkan sang mertua, tapi mengingat apa yang dikatakan oleh kedua pria itu, rasanya akan percuma karena Grace tidak akan sadar dalam beberapa jam ke depan.
"Maafkan aku, Mom. Aku janji akan kembali untuk menyelamatkanmu," batin Sandra yang sudah berhasil keluar dari unit apartemen.
Sandra terus berlari dengan cepat menuju sebuah lift yang ada di ujung koridor. Napas yang terengah semakin menasbihkan bahwa wanita itu benar-benar kelelahan. Terlebih saat ini dirinya sedang hamil muda. Entah bagaimana kondisi janinnya saat ini. Namun, Sandra terus berdoa agar sang janin bisa kuat agar bisa melewati situasi yang lagi dan lagi harus dihadapinya. Situasi yang sebelumnya ia pikir tidak akan pernah dialaminya lagi, tapi ternyata semua itu salah. Kini harapan untuk hidup damai dan bahagia seolah sirna tak tersisa.
"Aku harus sampai di lobi dan meminta pertolongan pada petugas keamanan agar kedua pria itu tidak bisa membawa Sierra maupun Mommy Grace keluar dari apartemen ini," batin Sandra yang sudah tiba di depan pintu lift. Dengan terburu-buru, wanita itu terus menekan tombol lift berulang kali agar segera terbuka.
Saat itu situasi koridor lift sungguh sepi. Tak ada siapapun di sana selain dirinya dan seorang pria jahat yang semakin mendekat untuk menangkapnya.
"Ayo cepat, cepat!" Sandar terus membagi pandangannya, melihat lift yang belum terbuka dan menatap cemas ke arah pria yang dalam beberapa detik lagi akan segera menangkapnya.
Sampai akhirnya, pintu lift pun akhirnya terbuka. Sandra dengan cepat masuk dan segera menutup pintu lift tersebut. Lift yang dalam keadaan kosong itu pun tertutup dan bergerak turun, sesaat sebelum pria itu menekan tombol lift untuk terbuka.
"Sial, wanita itu lolos!" Pria itu tak beranjak dari tempatnya. Ia mengambil ponsel dari saku jaket hitamnya dan terlihat menghubungi seseorang.
Sementara itu, di dalam lift Sandra masih terlihat panik, walau ia merasa sudah sedikit lega karena telah berhasil meloloskan dirinya.
"Aku berhasil lolos, tapi sebenarnya siapa mereka? Kenapa mereka ingin menangkapku?" tanya Sandra dengan rasa penasaran yang semakin menguasai dirinya. Seketika tangisannya pun pecah, saat mengingat Grace dan juga Sierra telah tertangkap.
Lift terus bergerak turun. Sampai akhirnya, lift pun terhenti di lantai dua, satu lantai sebelum tiba di lobi tujuan Sandra.
"Ada yang ingin masuk. Mungkin aku bisa meminta bantuannya." Sandra mulai mengusap bulir air mata di kedua pipinya sebelum pintu lift benar-benar terbuka. Namun, di saat harapannya mulai membuncah, kedua matanya seolah tak percaya ketika melihat seorang pria dengan pakaian serba hitam berdiri mematung di depan lift dengan seringai menakutkannya. Sandra pun beringsut mundur dengan rasa takut yang mulai menderanya kembali.
"Ya Tuhan, pria ini jangan-jangan salah satu dari mereka," batin Sandra begitu tercekat hingga tubuhnya tertahan oleh dinding lift di belakangnya.
Bersambung ✍️