Selamat membaca!
Kedua pria bertubuh tegap itu mulai menyerang Chris, pukulan secara bersamaan dari mereka ternyata dapat dipatahkan dengan mudah oleh pria paruh baya itu. Pertarungan tangan kosong yang secara kasat mata seperti berat sebelah bagi Chris. Namun berkat kepintarannya, pria paruh baya itu berhasil mengalahkan keduanya. Ya, setelah mematahkan serangan mereka, Chris berhasil memukul batang tenggorokan salah satu pria itu dengan pinggir tangannya. Tak hanya itu, Chris juga melakukan tendangan memutar untuk merobohkan satu pria lagi. Keduanya pun kini tampak terkapar kesakitan sambil memegangi bagian tubuh mereka yang terkena serangan Chris.
"Kalian ini membuang waktuku saja." Chris kembali melangkah cepat melewati kedua orang yang sempat meremehkannya itu.
Saat ini, suara jeritan Sandra terdengar samar, tak lagi sama seperti sebelumnya yang begitu jelas terdengar. "Sepertinya Sandra sudah tidak ada lagi di sekitar sini, tapi ke mana mereka membawa Sandra pergi? Bukannya Sandra baru saja tiba." Chris terus menyusuri jalan yang dilaluinya sambil berpikir keras. Pandangan matanya tetap fokus, menatap ke sekeliling tanpa teralihkan.
Sampai akhirnya, Dexter menyerangnya dari arah yang tak diduganya, yaitu dari sebuah kamar yang tiba-tiba terbuka di sisi kirinya. Chris pun langsung terjatuh dengan rasa sakit pada wajahnya.
"Kau tidak akan bisa menyelamatkan wanita itu!" Dexter bersiap kembali menyerang Chris, walau pria paruh baya itu belum sepenuhnya bangkit dari posisinya. Namun, ketika langkah Dexter berada dalam radar serangannya, sebelah kaki Chris menyapu lantai dan membuat Dexter terjatuh. Serangan balasan yang dilanjutkan Chris dengan tendangan ke arah tubuh Dexter. Namun sayangnya, pria itu sempat menghindari beberapa saat sebelum tendangan itu mengenainya.
"Walaupun sudah tua, ternyata kau adalah lawan yang sepadan untukku. Ayo sekarang majulah!" Dexter sudah bersiap dengan kuda-kudanya. Sementara itu, Chris masih memikirkan kondisi Sandra yang entah berada di mana saat ini.
"Sepertinya pria ini lawan yang cukup tangguh untukku. Dia berbeda dari kedua pria yang sebelumnya aku lawan. Aku harus hati-hati, tapi aku juga harus cepat mengalahkannya," batin Chris yang juga bersiap menghadapi serangan yang coba dilancarkan oleh Dexter. Pria yang dinilai Chris cukup mumpuni untuk dapat mengalahkannya
()()()()()
Setelah dibalut rasa cemas yang tak kunjung hilang dari pikirannya, kini Alex pun tiba di pinggir pantai bersama Evans. Kedua pria itu pun langsung melangkah cepat memasuki hutan.
"Sekarang aku sudah datang, Sandra. Bertahanlah sayang, aku pasti akan menyelamatkanmu!" Alex terus memerhatikan situasi sekitarnya sambil menyiapkan Dessert Eagle yang sudah berada dalam genggamannya.
Sampai akhirnya, ketika langkah keduanya semakin jauh ke dalam hutan, suara deru tembakan membuat langkah Evans yang terus mengiringinya terhenti. "Tuan, sepertinya suara itu berasal dari sana!" tunjuk Evans ke sisi kanannya untuk memberitahu Alex.
"Kau betul, Evans. Ayo cepat! Sepertinya Oscar dan pria tua itu sudah datang." Alex tak lagi memanggil "Daddy" pada sang ayah. Rasa benci yang masih membalut hatinya. Membuat pria itu benar-benar menganggap Chris begitu asing untuknya. Bahkan kalau tidak karena terpaksa pun, Alex tidak akan menghubungi Chris.
Keduanya kini kembali melangkah dengan setengah berlari ke arah sumber suara di mana baku tempat terdengar. Tak beberapa lama kemudian, pandangan mereka kini mulai dapat melihat sosok Oscar yang tampak sibuk menembaki beberapa anak buah Mark yang tak pernah habis dihadapinya.
"Oscar, ke mana pria itu? Apa kau sendirian?" tanya Alex langsung bersembunyi di balik pohon besar yang sama dengan pohon yang sejak tadi selalu menjadi tameng baginya untuk berlindung.
"Tuan Chris, sudah masuk lewat sana. Pintu depan ini sepertinya di jaga hampir 10-15 orang. Mereka seperti tidak ada habisnya, padahal aku sudah menembaki mereka sejak tadi. Saat ini, aku tidak terlalu banyak membawa amunisi, mungkin hanya tinggal satu atau dua peluru saja aku bisa menembak mereka."
"Ini gunakan pistolnya, kebetulan aku baru 3." Evans melempar sebuah pistol ke arah Oscar dari tempatnya berlindung di pohon lainnya.
"Baiklah, kalian terus hadapi mereka! Sekarang aku akan coba masuk dari sana." Tanpa menunggu jawaban dari Oscar maupun Chris, Alex langsung berlari sambil merunduk ke sisi kanannya.
Sementara itu, Oscar dan Evans masih tampak canggung. Kedua sahabat yang sempat terlibat pertarungan karena melindungi Sierra itu, seketika terbawa jauh akan kenangan masa lalu yang sempat membuat hubungan mereka berbalik layaknya seorang musuh. Terlebih saat timah panas yang seharusnya bersarang pada tubuh Sierra malah mengenai Evans yang menjadikan tubuhnya sebagai tameng untuk melindungi wanita itu.
"Evans, maafkan aku ya atas kejadian yang dulu itu." Oscar coba menepikan rasa canggungnya dengan mulai membuka percakapan.
Evans pun tersenyum mendengar perkataan dari sahabatnya. "Kau tidak perlu minta maaf, Oscar. Aku sangat mengerti posisimu saat itu. Sekarang lupakan itu semua, kita harus menghabisi mereka sebelum peluru kita habis."
"Baiklah, tapi mau bagaimanapun ada rasa bersalah dalam hatiku. Terlebih ketika kau tertembak sewaktu di depan klinik itu."
Evans yang memang sudah mengetahui bahwa pria yang menembaknya itu adalah Oscar, tetap bersikap santai. Tak ada dendam di wajahnya, ia seolah sudah melupakan setiap kejadian yang membuatnya harus melawan sahabatnya sendiri. Hal yang sebenarnya tak diinginkannya, tapi ia harus melakukan demi dapat melindungi Sierra, wanita yang saat ini sudah menjadi istrinya.
"Sudahlah lupakan semua itu! Kalau kau mau aku bisa saja menembakmu agar kita impas, tapi sepertinya bukan sekarang waktunya. Sekarang aku punya rencana untuk mengalahkan mereka semua."
Perkataan Evans sempat membuat Oscar terkejut. Namun, ia tahu bahwa perkataan itu hanya sebuah candaan belaka. Saat ini, fokus Oscar bukan pada kalimat pertama yang diucapkan Evans, melainkan kalimat terakhirnya. Tentang sebuah rencana yang sejak tadi tak pernah terlintas di pikirannya.
"Kau memang jenius, Evans. Baiklah sekarang aku akan pura-pura mati dan berhenti menembaki mereka." Oscar mulai merebahkan tubuhnya. Sementara itu, kini Evans langsung berpindah ke pohon lainnya untuk bersembunyi.
"Nanti saja pujiannya kalau kita berhasil dengan rencana ini," jawab Evans yang sudah bersiap dengan kedua pistol pada kedua tangannya.
()()()()()
Kembali pada pertarungan yang masih berlangsung antara Chris dan Dexter. Pertarungan yang mulai berjalan tak seimbang karena ternyata Dexter jauh lebih unggul dari Chris yang semakin kewalahan menghadapi serangan cepat dari Dexter. Membuat beberapa lebam mulai membekas di wajah Chris.
"Sial, pria ini benar-benar tangguh. Kalau melihat kemampuannya, sepertinya lawan yang seimbang dengannya adalah Alex," umpat Chris yang perlahan mulai bangkit setelah tendangan dari Dexter berhasil merobohkannya.
Sambil mengusap bercak darah pada sudut bibirnya, ia mulai memikirkan sebuah rencana agar dapat mengalahkan Dexter. Pandangan matanya masih terus menatap tajam Dexter yang mulai bersiap menyerangnya kembali.
"Entah kenapa aku tidak menemukan kelemahan dari serangan pria ini? Sekarang aku harus bagaimana? Apa aku harus menyudahi pertarungan tangan kosong ini dengan menembaknya?" batin Chris yang memang menyimpan pistol kecil di dalam kaos kakinya.
Bersambung ✍️