Selamat membaca!
Chris masih menahan rasa sakit pada bagian kakinya yang tertembak. Saat ini, ia terus memutar otaknya agar bisa lolos dari situasi yang benar-benar menyudutkannya.
"Bagaimana caraku bisa lolos? Sedangkan Naori dan Elsa masih berada di tangannya," batin Chris terus menatap tajam pria itu yang kini mulai melepaskan cengkeramannya dari Naori dan melangkah mendekat ke arahnya.
Pria itu langsung menendang keras tubuh Chris yang masih berlutut hingga membuatnya terjatuh ke belakang. Tak cukup sampai di situ, pria yang saat ini masih mengenakan penutup pada wajahnya, langsung meraih kerah pakaian Chris dan memaksanya bangkit lalu menendang perut Chris dengan lututnya.
Chris pun terkapar jatuh sambil memegangi bagian perutnya.
"Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ayahku setelah 15 tahun lamanya. Kesempatan yang selalu aku tunggu-tunggu. Bahkan saat aku harus bersabar dengan menjadi supir anakmu." Pria itu melepas penutup wajahnya yang membuat kedua mata Chris terbelalak sangat kaget. Ia benar-benar tidak menyangka dengan kenyataan yang kini dilihatnya.
Chris pun terkekeh keras saat mengetahui bahwa pria yang saat ini tengah menjadi musuhnya adalah supir pribadinya.
"Harry Miguel jadi kematian palsu yang kau rencanakan sudah berhasil menipu kami. Pantas saja kau bisa tahu alamat Naori dan Elsa tinggal karena selama 5 tahun ini kau menyelidikinya."
Harry ikut terkekeh bahkan kali ini suaranya lebih keras sampai memenuhi seluruh area taman.
"Betul sekali, Tuan Chris. Pada akhirnya aku bisa menemukan kelemahan yang kau miliki. Naori dan Elsa bisa jadi senjataku untuk dapat membunuhmu."
Chris berdecih kesal. Ia sampai tak bisa membaca rencana licik Harry dan tak menyadari bahwa ternyata dia adalah anak dari musuh lamanya yang bernama Harvey Miguel Robinson.
"Saat pertama kali aku bekerja dengan anakmu, aku memperkenalkan diriku sebagai Harry Miguel dan meninggalkan nama ayahku agar kau tidak menyadarinya. Saat di jembatan itu, aku memanfaatkan peristiwa penyerangan itu sebagai kesempatan untukku menghilangkan diri dari kalian."
"Kau memang sangat licik!" Chris tampak kesal dengan gurat amarah pada wajahnya.
Harry kembali terkekeh lalu menampilkan seringai yang menakutkan pada wajahnya.
"Bukan itu saja Tuan Chris, sebentar lagi mungkin anakmu Alex akan dibunuh oleh istrinya sendiri karena aku telah membunuh Albert, ayah dari menantumu dan membuat semua kejadian itu seolah-olah dilakukan oleh Alex, putramu!"
Bak tersambar petir, Chris kini tak dapat menutupi rasa cemasnya. Ia mulai memutar otaknya semakin keras agar dapat lolos dari situasi saat ini dan bisa segera memperingatkan Alex.
"Sial, bagaimanapun caranya aku harus lolos dari situasi ini? Jika aku mati, kemungkinan Sandra akan membunuh Alex dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku harus mencegahnya," batin Chris yang akhirnya memiliki sebuah rencana untuk balik melawan Harry.
Chris mencoba bangkit dan sebelah tangannya mulai mengeluarkan pisau yang terselip pada celananya secara diam-diam.
"Satu kali kesempatan agar aku bisa membunuhnya. Semoga dia tidak menembakku karena aku hanya bisa menyerangnya dari jarak dekat," batin Chris penuh rasa cemas dipikirannya.
Seperti bisa membaca pikiran Chris, Harry mundur kembali ke arah Naori dan menyodorkan pistolnya ke arah Chris.
"Aku sudah hafal betul gerak-gerikmu, Tuan Chris. Kau tidak akan bisa membunuhku dengan pisau kecil itu!"
Chris benar-benar sudah kehabisan akal, ia sudah tak punya cara lain untuk dapat menyerang Harry dengan kondisinya yang seperti ini. Terlebih tanpa adanya pistol di tangannya.
Naori pun semakin berteriak histeris ketika Harry mulai menarik pelatuk pada pistolnya.
"Terimalah kematianmu, Tuan Chris! Tapi kau tidak usah khawatir karena setelah kau mati, aku juga akan mengirim istri dan anak Edward ini untuk menemanimu di alam baka sana!"
Harry terkekeh penuh kemenangan dan bersiap untuk memuntahkan peluru pada pistol yang saat ini digenggamnya dengan penuh kebencian. Kebencian yang dapat tersirat jelas dari sorot matanya.
"Aku mohon jangan bunuh suamiku. Aku mohon, aku tidak ingin merasa kehilangan untuk kedua kalinya," lirih Naori memohon dengan mengemis kepada Harry. Bahkan Naori sampai berlutut sambil terus mendekat ke arah Harry, walau kedua tangan dan kakinya masih terikat erat oleh tali.
Namun, segala usahanya harus berakhir dengan kegagalan karena Harry ternyata mengabaikan semua permintaannya. Harry malah memukul wajah Naori dengan keras menggunakan ujung pistolnya hingga wanita itu terkapar jatuh dan langsung tak sadarkan diri.
"Harry!" teriak Chris dengan murka.
Harry terhenyak dan langsung menoleh ke arah Chris. Ia kini sangat terkejut, saat Chris sudah setengah berdiri sambil mengarahkan pistol yang digenggamnya.
"Sial, aku lengah karena wanita ini! Dia memang mafia yang hebat. Padahal aku hanya lengah beberapa detik, tapi dia berhasil memanfaatkan keadaan dengan mengambil pistol yang telah dibuangnya," batin Harry berdecak kesal.
()()()()()()
Sementara itu, Sierra yang tak ingin menjadi pengganggu di tengah-tengah Alex dan Sandra, akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah sakit, tempat di mana Evans dirawat. Walaupun awalnya Alex tak mengizinkan. Namun, Sierra tetap bersikekeh hingga membuat pria itu membiarkannya pergi dengan meminjamkan mobil miliknya.
Di dalam mobil, Sierra yang sudah duduk di kursi kemudi masih terus menangis. Ia teringat semua kekacauan yang terjadi sejak kedatangannya, hal yang membuat Sierra begitu menyesali keputusannya untuk kembali ke Paris. Terlebih saat ini ada seorang pria yang menambah beban pikirannya. Pria yang telah menyelamatkan nyawanya dengan mengorbankan dirinya sendiri.
"Mungkin masa lalu kita selamanya akan tetap jadi masa lalu, Alex. Aku adalah masa lalu untukmu dan Sandra adalah masa depan yang harus kamu jaga selamanya. Walaupun ini terasa begitu menyakitkan, tapi semua ini harus aku terima dengan hati yang lapang. Lagipula sepertinya Sandra adalah wanita yang baik jadi aku bisa lebih tenang melepasmu, Alex," batin Sierra sambil mengusap air mata yang terus menetes membasahi kedua pipinya tiada henti.
Sierra pun menarik napasnya sangat dalam, lalu ia mulai mengembuskannya dengan kasar. Berharap agar beban yang tengah menghimpit dadaanya dapat sedikit berkurang.
()()()()()
Kembali ke apartemen milik Alex, kini pria itu terlihat baru saja melangkah ke dalam kamar yang diikuti oleh Sandra di belakangnya. Kamar utama yang letaknya berada di lantai 2, kamar dengan interior mewah yang terdapat beberapa sofa di dalamnya.
Kamar ini juga memiliki balkon yang view-nya langsung tertuju pada kemegahan kota Paris dengan Menara Eiffel sebagai pusat keindahan.
Saat ini, baik Sandra maupun Alex masih diam tanpa sepatah kata pun. Mereka tampak begitu canggung, seperti dua orang asing yang baru pertama kali bertemu.
"Kehadiran Sierra membuat cinta yang sudah lama mati kembali tumbuh di hatiku. Namun, aku tak bisa memungkiri bahwa saat ini cinta untuk Sandra sudah dapat menggantikannya. Perasaan yang jauh berbeda dari waktu pertama kali aku bertemu dengannya," batin Alex mulai menentukan ke mana arah cintanya akan berlabuh, walau ia masih menyisakan keraguan dalam hatinya.
Alex sebenarnya masih sangat menghargai perasaan Sierra. Namun di sisi lain, ia tidak mungkin menyakiti hati Sandra, wanita yang baru saja dinikahinya. Alex tak memalingkan pandangannya, ia masih nyaman menatap wajah istrinya yang saat ini belum berhenti mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar.
"Bolehkah aku tidur lebih dulu? Aku sangat lelah," tanya pria itu sambil memijat dahi dengan jemarinya.
Sandra pun menoleh. Kini tatapannya langsung tertuju pada Alex yang sedang menunggu jawabannya. Seketika sebuah senyuman pun mulai mengembang dari kedua sudut bibir Sandra. Senyuman yang menandakan bahwa wanita itu mengizinkan Alex untuk terlelap lebih dulu. Dalam pikiran Sandra, itu adalah hal yang akan memudahkannya dalam menjalankan rencananya untuk balas dendam.
"Silahkan Alex! Aku juga sebentar lagi akan menyusulmu untuk tidur karena aku juga merasa lelah hari ini," ucap Sandra sambil melemparkan tubuhnya di atas sofa. Sebuah sofa yang letaknya berhadapan dengan ranjang besar yang kini Alex tiduri.
Alex pun terlihat mulai menarik selimut yang membentang di atas ranjang untuk menutupi tubuhnya. Sementara itu, Sandra masih menatap Alex dengan penuh keraguan, walau di dalam pikirannya sudah terbesit sebuah rencana. Namun, sepertinya ia masih belum yakin untuk melakukan semua itu.
Sandra mulai menyandarkan tubuhnya yang lelah di sandaran sofa. Sesekali ia memejamkan kedua matanya. Berharap agar segala kebimbangannya dapat sirna ketika ia membuka mata.
"Apa aku bisa membunuh suamiku sendiri? Tapi semua ini demi ayah. Pokoknya aku harus bisa melakukannya," batin Sandra semakin hanyut dalam keraguannya.
Alex kini mulai terlihat memejamkan matanya. Rasa sakit yang berdenyut di kepalanya, membuatnya memutuskan untuk tidur lebih dulu dan hanya dalam hitungan detik, pria itu pun sudah terlelap dari tidurnya.
Melihat Alex yang sudah terpejam, Sandra pun bangkit dari posisi duduknya. Ia mulai mendekat ke arah ranjang sambil mengeluarkan sebuah pisau yang memang sudah ia siapkan di dalam tasnya. Pisau yang akan digunakan oleh Sandra untuk membunuh Alex.
Tak butuh waktu lama, kini Sandra sudah berada di samping tubuh Alex yang terkulai lemah di atas ranjang. Sandra mulai menatap nanar wajah Alex yang sedang terlelap. Ada perasaan sedih yang dirasakannya hingga membuat bulir bening menetes deras dari kedua sudut matanya. Sandra pun terisak menahan rasa sakit di dadaanya. Ia masih terus mencoba untuk menguatkan hatinya yang tengah benar-benar rapuh saat ini.
"Ini saatnya aku membalaskan dendamku!" batin Sandra menggenggam erat pisau pada tangan kanannya. Manik matanya kini memancarkan aura dendam yang terlihat jelas dari sorot matanya.
Sandra membuka selimut itu dengan perlahan hingga membuat tubuh Alex menggeliat. Satu gerakan yang membuat Sandra merunduk dan langsung bersembunyi di samping ranjang. Perlahan Sandra mulai mengintip ke arah Alex. Setelah ia merasa aman, wanita itu pun kembali bangkit sambil mengangkat sebelah tangannya yang sudah menggenggam sebilah pisau untuk langsung menghujam tubuh Alex.
Tak butuh waktu lama, Sandra menghujamkan berkali-kali pisau yang digenggamnya ke arah tubuh Alex. Tak hanya satu tusukan, tapi beberapa kali yang dimulai dari dadaa kirinya, bagian perut kanan, lalu berakhir di perut sebelah kiri dengan sangat dalam. Alex pun terhenyak dengan kedua mata yang terbelalak kaget karena rasa sakit yang dirasakannya.
Alex mulai menatap nanar wajah Sandra yang kini sudah dipenuhi oleh percikan darah yang keluar dari tubuhnya. Wajah cantik itu tampak sudah dinodai oleh darah merah yang kental dengan raut tegang dan hanya mematung tanpa suara. Menatap wajah Alex yang kesakitan dengan darah di sekujur tubuhnya.
Tak butuh waktu lama, dalam hitungan detik kedua mata Alex langsung terpejam dengan napas yang tercekat. Pria itu pun kini tak sadarkan diri dan terkulai lemah di atas ranjang.
Sandra hanya menangis dengan linangan air mata di kedua pipinya. Bibirnya gemetar dengan sekujur tubuh yang sudah lemah tak mampu lagi menopang kedua kakinya untuk terus berdiri. Sampai akhirnya, Sandra terjatuh dan bersimpuh di lantai dengan isak tangis yang histeris.
Bersambung✍️