Selamat membaca!
Setelah terus melangkah menahan rasa sesak di dadanya, Sandra pun akhirnya tiba di kamar. Air matanya seketika pecah, tumpah ruah membasahi kedua pipinya. Ia ingin bersikap biasa. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa apa yang dilihatnya sungguh begitu melukai hatinya.
"Sandra, kamu harus kuat. Kamu pasti bisa." Sandra terus meyakinkan hatinya. Menata rasa yang berkecamuk dalam d**a. Sambil mengusap butiran air mata di kedua pipinya, Sandra mulai mengatur ritme napasnya yang terasa sesak. Ia sadar, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi keadaan memaksanya untuk terbiasa melihat semua itu.
Tiba-tiba gerakan jemari Sandra semakin cepat membiaskan air mata yang masih tersisa di wajahnya ketika langkah kaki seseorang mulai mendekati kamar. Ya, ternyata Alex melihat kedatangan Sandra ke dalam kamar Sierra. Namun, Alex sengaja tak memanggil istrinya karena ingin memberi waktu kepada Sierra untuk meluapkan kesedihannya.
"Eh, kamu sudah mau berangkat kerja ya?" tanya Sandra dengan senyum yang dipaksakannya mengembang.
"Sayang, maafkan aku ya." Alex pun duduk di tepi ranjang, tepat di samping Sandra yang masih terlihat sendu, walau wanita itu sudah berusaha keras menutupinya dengan senyuman.
"Maaf kenapa, sayang? Memangnya kamu salah apa?" tanya Sandra kembali yang tak mengerti maksud perkataan Alex.
"Maaf karena kamu harus melihat semua tadi." Alex mulai mengarahkan ibu jarinya ke pipi kiri Sandra yang masih menyisakan air mata di sana.
"Kamu jangan sedih ya! Aku tadi itu hanya ingin menenangkan Sierra, tidak ada maksud lain. Kamu harus percaya ya sama aku! Apa pun yang kamu lihat tidak lebih dari seorang sahabat ingin menenangkan sahabatnya. Masa lalu aku bersama Sierra, tidak akan pernah kembali. Aku sudah memiliki kamu dan Sierra pun sudah tahu itu. Jadi percayalah bahwa aku hanya akan mencintaimu, tidak akan ada wanita lain yang dapat menggantikan tahtamu di hatiku," ucap Alex, lalu perlahan ia menarik tubuh Sandra ke dalam dekapannya.
"Aku mengerti Alex, aku juga paham dengan keadaan ini. Walaupun aku berusaha bersikap biasa, tapi entah kenapa air mata ini begitu cepat menetes ketika melihatmu memeluknya. Maafkan aku ya, maafkan aku. Air mata ini bukan berarti aku tidak mempercayaimu. Aku sangat percaya bahwa kamu bisa selalu setia kepadaku. Bagiku, kamu adalah suami sekaligus calon ayah terbaik untuk kita," jawab Sandra yang masih nyaman berada dalam dekapan Alex. Dekapan yang sebelumnya sempat disinggahi tubuh Sierra, wanita yang dulu pernah menjadi bagian dari masa lalu suaminya.
Alex mulai mengurai pelukannya. Sorot matanya terus menatap wajah Sandra yang terlihat sendu. "Sudah, sudah, jangan menangis lagi ya! Aku kan mau berangkat kerja."
"Oh ya, kamu kan ada meeting hari ini. Ayo cepat berangkat nanti kamu telat!" Sandra pun bangkit dari posisi duduknya. Dengan bergegas ia segera menuju sebuah nakas untuk mengambil tas kerja suaminya. Setelah itu, tak lupa ia mengambil jas dan dasi yang memang belum dikenakan Alex. Ya, saat ini Alex baru mengenakan kemeja berwarna maron dengan celana bahan hitam yang membuatnya terlihat begitu tampan.
"Ayo sini aku pakaikan!" titah Sandra sekembalinya dari walk in closet dengan jas dan juga dasi di kedua tangannya. Sementara tas kerja Alex, ia letakkan dulu di tepi ranjang, di samping posisi suami duduk.
Alex pun mulai berdiri. Menatap kagum wajah Sandra yang baginya benar-benar sempurna sebagai seorang istri. Selain cantik, cara Sandra melayani Alex membuat pria itu selalu merindu di saat sedang jauh dari sang istri.
"Perhatian kamu yang seperti inilah yang selalu bisa membuatku kangen kalau berada di kantor. Makanya, aku tuh sebenarnya enggak bisa lama-lama jauh dari kamu."
Baru saja selesai Alex mengatakan semua itu, Sandra langsung menghadiahi sebuah cubitan yang mendarat sempurna di pinggang kiri Alex. "Sudah, sudah, pagi-pagi enggak usah gombal deh! Kan, di kantor kamu punya sekretaris dan staf-staf yang cantik-cantik, jadi mana mungkin kamu masih ingat aku kalau ada mereka semua."
"Tidak ada wanita cantik selain kamu di dunia ini. Kamu adalah satu-satunya yang tercantik untukku. Aku enggak peduli dengan penilaian orang lain karena bagiku, kamu memang yang tercantik," puji Alex sambil terus menatap kagum wajah istrinya yang mulai merona karena pujiannya.
"Kamu ini memang paling bisa membuat wajahku sampai merah begini karena malu," ucap Sandra yang mulai tidak fokus saat memakaikan dasi pada kerah kemeja suaminya.
"Tapi memang itu kenyataan, sayang. Kamu harus terbiasa dengan pujian itu karena memang kamu cantik."
"Kamu ini!" Sandra memukul d**a bidang Alex dengan pelan ketika kedua tangannya sudah selesai memberi sentuhan terakhir pada dasi yang sejak tadi dirapikannya.
"Sudah, sekarang pakai jas ini!" sambung Sandra mulai mengambil alih kembali jas hitam yang sempat ia berikan kepada Alex ketika memakaikan dasi.
"Terima kasih ya, sayang." Alex mulai merentangkan kedua tangannya dan membiarkan Sandra memakaikan jas pada tubuh kekarnya.
"Terima kasih untuk apa?" tanya Sandra yang kini sudah berada di belakang tubuh Alex, lalu dengan cepat kembali ke hadapan Alex untuk menyelesaikan aktivitasnya.
"Nah, sudah selesai. Sekarang kamu sudah benar-benar tampan. Ingat jangan nakal di luar sana, ingat janjimu! Ingat juga anak kita ini." Sandra mengusap bagian perutnya dengan senyuman manis yang terulas dari kedua sudut bibirnya.
Alex pun berlutut di hadapan Sandra, mensejajarkan wajahnya dengan perut istrinya, lalu mencium perut Sandra dengan lembut setelah menaikkan pakaian istrinya itu. "Nak, kamu harus percaya ya kalau Daddy akan selalu setia pada Mommy-mu ini. Sekarang kamu harus selalu sehat, Daddy titip Mommy dulu ya sampai nanti sore Daddy pulang."
"Sudah Alex. Dia sudah bilang iya katanya."
"Lho kok kamu bisa denger. Aku saja di deket perut kamu enggak denger apa-apa."
"Ya itulah kontak batin antara ibu dan anak. Sudah ayo berangkat, aku temani kamu sampai lobi ya!"
"Baiklah istriku yang cantik. Ayo!" Alex mulai bangkit dari posisi berlututnya. Setelah melingkarkan tangannya pada pinggang Sandra, kedua pun mulai melangkah secara bersamaan keluar kamar. Tak lupa Alex mengambil tas kerjanya menggunakan sebelah tangannya yang lain.
"Oh ya, nanti aku mau ke rumah sakit deh kayanya. Mau jenguk Daddy sama mau bawain pakaian ganti Mommy. Semalam itu Mommy memberi kabar sama aku, kalau nanti sore Daddy sudah bisa pulang."
"Kamu jangan pergi sendiri ya, biar nanti sore kita sama-sama saja berangkatnya. Lagipula kepentingan aku di kantor hari ini hanya meeting pagi saja, jadi siang sampai sore, waktuku kosong."
"Ya sudah, kabarin aku saja kalau kamu sudah sampai lobi ya. Biar aku yang turun saja, kamu enggak perlu naik."
"Iya, kesayanganku. Hati-hati ya di apartemen. Kamu sekarang sudah enggak takut lagi kan?" tanya Alex karena memang Sandra sempat menceritakan rasa traumanya akibat penculikan yang pernah dialaminya saat di apartemen.
"Iya sekarang aku sudah enggak takut lagi kok. Apalagi sekarang kan pihak apartemen sudah lebih memperketat keamanannya, jadi aku bisa lebih tenang sekarang," jawab Sandra dengan penuh senyuman. Tak ada lagi kesedihan di wajahnya. Rasa sedih itu seketika sirna dengan semua perlakuan Alex yang manis terhadapnya. Membuatnya lupa bahwa ia sempat terluka karena melihat suaminya mendekap wanita lain. Namun, seketika senyuman itu sirna ketika suara Sierra terdengar memanggil Alex.
"Alex, aku boleh enggak numpang mobilmu. Aku mau pergi ke rumah sakit saja."
Alex dan Sandra yang sudah berada di lantai bawah, kini mulai menoleh untuk melihat Sierra yang berada di lantai atas.
"Kenapa enggak nanti sore saja bareng sama aku dan Sandra?" tanya Alex menautkan kedua alisnya.
"Aku jenuh, Alex. Berada di dalam kamar hanya membuat aku terus menangis karena merindukan Evans. Makanya, aku mau pergi saja ke rumah sakit atau nanti aku juga bisa ke mall. Kebetulan kan ada mall juga di dekat rumah sakit itu."
"Ya sudah Alex, lagipula kan rute kantor kamu melewati rumah sakit," timpal Sandra membantu Sierra agar permintaannya dikabulkan oleh Alex.
Sejenak Alex diam berpikir. Walaupun ia ingin menolak untuk menjaga perasaan Sandra. Namun, ia bisa apa jika istrinya itu malah mengizinkannya.
"Okelah, ayo Sierra."
Sierra pun menyambutnya dengan penuh tersenyum. "Terima kasih ya Sandra, terima kasih ya Alex. Kalian memang sahabat terbaikku. Kalau enggak ada kalian, entah bagaimana aku bisa melewati kesedihan ini," ucap Sierra sambil menuruni anak tangga dengan cepat, lalu melabuhkan dekapannya pada tubuh Sandra.
"Sama-sama Sierra. Sudah ayo jalan, takutnya Alex telat meeting pagi ini."
Seketika Sierra mengurai pelukannya setelah mendengar perkataan Sandra. "Oh, jadi Alex ada meeting, tapi kamu ini hebat lho Sandra selalu mengingatkan Alex tentang jadwal kerjanya. Ya sudah ayo kita jalan Alex! Aku jalan dulu ya Sandra." Sierra mulai mencium pipi kiri dan kanan Sandra sebelum dirinya beranjak lebih dulu keluar dari apartemen.
Sementara Sandra, hanya tersenyum menatap kepergian Sierra. Tiba-tiba suara Alex terdengar memanggilnya. Membuyarkan segala pikirannya yang tengah kacau saat ini.
"Sayang, kamu yakin tidak apa-apa. Kamu jangan cemburu lagi ya!" tanya Alex cemas yang diakhiri dengan nada menyindir di akhir kalimatnya.
"Ih, kamu ini meledek ya." Sandra mencebik manja. Seperti biasa, sebuah cubitan ia labuhkan pada pinggang Alex. Namun, kali ini cubitan itu terasa lebih perih dari sebelumnya bagi Alex hingga membuat pria itu mengaduh kesakitan.
"Sayang, sakit tahu. Aduh perih bgt."
"Sakit ya sayang. Maaf ya aku kelewat keras ya, habisnya kamu mancing-mancing saja sih!" Sandra pun mengusap pinggang Alex dengan rasa bersalahnya.
Sampai akhirnya, Alex mulai kembali tersenyum dengan sorot mata yang begitu dalam menatap Sandra.
"Aku mencintaimu, sayang." Tanpa izin, pria itu melabuhkan sebuah ciuman pada bibir merah Sandra. Keduanya saling memagut mesra beberapa detik sebelum Sandra mengakhirinya karena mengingat jadwal meeting Alex di pagi ini.
"Sudah, sudah, nanti kamu terlambat. Ayo sekarang kita jalan!"
"Sayang, kamu tidak perlu mengantar aku sampai lobi ya, nanti kamu capek! Pokoknya nanti sore aku jemput kamu ya!" Alex mengecup kedua pipi Sandra dan berakhir dengan sebuah kecupan mesra pada kening Sandra. Tak lupa sebelum Alex beranjak pergi, Sandra meraih punggung tangan suaminya untuk menciumnya.
"Kamu hati-hati ya, Alex."
"Iya, sayang." Alex mulai melangkah pergi. Meninggalkan Sandra dengan perasaan yang tak sepenuhnya tenang akan situasi hatinya saat ini.
Lagi dan lagi, perasaan cemburu yang sempat sirna kini mulai kembali mengusik ketenangannya. Namun, ia tak mungkin menunjukkan itu di depan Sierra maupun Alex.
"Ya Tuhan, semoga aku kuat menahan rasa cemburu ini," batin Sandra menguatkan dirinya sendiri.
Bersambung ✍️