Pergolakan Batin

1121 Kata
Selamat membaca! Situasi lalu lintas kala itu terlihat padat hingga membuat mobil yang dikendarai oleh Alex harus melaju dengan kecepatan lambat. "Wah, macet ya. Harusnya kamu bisa lewat sana juga kan, Lex?" tanya Sierra sambil menunjuk jalan yang ada di sisi kanannya. Saat ini, perasaan tidak enak mulai mengusiknya. Membuat wanita itu seketika bertanya kepada Alex karena takut pria itu jadi terlambat karena kehadirannya. "Iya memang bisa, tapi rumah sakit itu kan ke arah sana," jawab Alex masih menatap geram situasi lalu lintas yang semakin memadat. "Ya sudah, Lex. Lewat situ saja, aku ikut ke kantor kamu dulu deh. Nanti setelah tiba di kantor, aku naik taksi saja." "Tapi benar enggak apa-apa?" tanya Alex kembali merasa tidak enak. Terlebih saat ini kondisi Sierra masih berkabung karena kehilangan Evans. "Iya enggak apa-apa, kamu ini kaya sama siapa saja. Apa kamu lupa? Dulu kamu juga kan pernah menurunkan aku di tengah jalan karena meeting dadakan di kantor." Sierra melontarkan perkataan begitu saja secara spontan. Membuat pikiran Alex ikut kembali ke masa lalu. Masa di mana keduanya pernah saling mencintai sebelum akhirnya dipisahkan karena permainan yang diciptakan oleh sang ayah. Alex pun hanya tersenyum kecil. Sekilas semua kenangan itu bermunculan dalam benaknya. Namun, ketika bayangan Sandra melintas di pikirannya, Alex dengan cepat tersadar dari lamunannya. "Maaf ya Sierra, aku tidak ingin mengingat apa pun lagi di masa lalu kita. Sebaiknya kamu juga seperti itu!" ucap Alex dengan nada suara yang sedikit ketus. Membuat Sierra seketika terdiam tanpa kata. Raut wajah cerianya tiba-tiba hilang, berganti kesedihan yang kembali tampak di wajahnya. "Maafkan aku, Alex. Maaf bila aku salah bicara, tapi semua itu muncul begitu saja dalam pikiranku. Maaf ya, aku belum bisa melupakan semuanya." Sierra pun berpaling setelah menyelesaikan kata demi kata yang diucapkannya. Wanita itu kini mengacuhkan Alex dengan menatap kosong ke luar jendela. Alex yang mendengar perkataan Sierra seketika merasa bersalah. Ia teringat akan pesan terakhir Evans. Pesan untuk selalu menjaga Sierra setelah kematiannya. "Maaf ya, Sierra. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Maafkan aku, cuma sebaiknya kamu tidak perlu lagi membicarakan apa pun tentang masa lalu kita. Aku takut bila ini kembali terulang dan Sandra mendengarnya, dia bisa salah paham akan hubungan kita." Alex coba menerangkan dengan hati-hati agar Sierra mau mengerti. "Iya Alex, aku mengerti. Maafkan aku ya. Tadi itu aku hanya spontan saja." "Ya sudah, aku juga minta maaf ya kalau ada kata-kataku yang salah. Aku hanya ingin menjaga hati Sandra saja, apalagi dia sedang hamil sekarang." Alex kembali fokus dengan kemudinya. Sementara Sierra hanya dapat menghela napas panjangnya setelah mendengar semua perkataan Alex. Ada perasaan tidak nyaman dalam hatinya. Membuatnya mulai berpikir akan sesuatu yang tak pernah dibayangkannya. "Beruntung sekali jadi Sandra. Dia tidak pernah merasakan apa itu kehilangan. Tidak seperti aku yang selalu menderita. Dulu aku harus merelakan Alex dengannya, sekarang Tuhan mengambil lagi pria yang aku cintai. Apa sebenarnya kesalahanku Tuhan, sampai Kau begitu tega memberikan aku takdir seperti ini? Apa aku harus menjadi orang yang jahat agar aku bisa bahagia?" gumam Sierra melawan pergolakan dirinya. Kini keduanya hanya diam tanpa kata. Tak ada lagi suara yang terdengar di dalam mobil. Hening dan hanya beberapa kali suara embusan napas Sierra yang kasar terdengar sedikit mengusik sepi. Sama halnya dengan Alex, pria itu pun coba membatasi dirinya dari percakapan yang tak perlu dengan Sierra. Terutama bila itu menyangkut kenangan masa lalu yang sempat mereka jalani berdua. Alex begitu memegang janjinya terhadap Sandra untuk setia dan tak lagi terjerat akan masa lalunya. "Maafkan aku, Sierra. Aku takut bila kita sering membicarakan semua yang terjadi di masa lalu, itu bisa membuatku kembali mencintaimu. Biarlah semua itu menjadi kenangan. Kenangan yang walau tidak sempurna, tapi kita pernah merasa bahagia pada masa itu," batin Alex yang benar-benar menjaga hatinya agar tak terusik cinta masa lalunya. ()()()()() Kecanggungan antara Alex dan Sierra tampak serupa dengan yang terjadi di rumah sakit. Walaupun Grace sudah menemani Chris selama 3 hari. Namun sampai detik ini, rasa benci di hatinya terhadap Chris masih begitu jelas terlihat dari sikapnya. Luka itu masih terasa sama seperti dulu. Perih walau tak berdarah. Terlebih ketika bayangan Naori dan Elsa terbesit di pikirannya. Bayangan dua wanita yang membuat hati Grace tersakiti. "Grace, sudah 3 hari kau menemaniku di sini. Apa kita masih harus saling diam seperti ini?" tanya Chris coba mencairkan suasana yang seolah membeku. "Kamu tidak perlu kepedean karena aku hanya ingin membalas kebaikanmu yang sudah membantu Alex untuk menyelamatkanku dan juga Sandra," ucap Grace yang terdengar ketus. Tak ada yang berubah dalam diri Grace. Wanita itu masih bersikap dingin terhadap Chris, walau pria itu sudah coba menjelaskan alasan mengapa hal itu bisa dilakukannya. Namun, Grace seolah acuh. Hatinya sekeras karang yang sulit ditaklukkan. Seolah tak ada lagi maaf, kini Chris hanya bisa pasrah dan menerima kebencian yang ditunjukkan oleh Grace padanya. Walaupun begitu, Chris masih dapat melihat ada cinta yang tersisa untuknya di hati wanita yang sudah berpuluh-puluh tahun bersamanya itu. "Sebenci apa pun kamu, tapi aku masih dapat melihat bahwa kamu masih mencintaiku. Seandainya ada sedikit maaf untukku, mungkin kita bisa memperbaiki semuanya," Chris coba mengutarakan keinginannya. Namun sayangnya, itu hanya terucap di dalam hatinya saja. Chris hanya dapat menatap sendu sosok Grace yang tengah berada di sofa tunggu. Ya, wanita itu selama 3 hari ini selalu menjaga Chris dan menolak untuk digantikan oleh Sandra maupun Alex. Seperti yang telah Grace katakan pada Chris, semua itu semata-mata dilakukannya hanya untuk membalas budi. Walaupun sebenarnya ada alasan lain yang sengaja dirahasiakannya. Alasan yang sering membuat Grace merasa bodoh dan berulang kali merutuki dirinya sendiri, yaitu rasa cinta yang sebenarnya masih melekat erat dalam hatinya untuk Chris. Cinta yang selama ini dikalahkannya setelah pengkhianatan Chris terungkap. "Sudahlah lebih baik kamu istirahat saja! Nanti sore juga kamu sudah diperbolehkan pulang. Aku juga sudah menghubungi Alex dan Sandra untuk menjemput kita. Oh ya, selama di London ini kan kamu pasti tinggal di apartemen Alex, tapi tolong jangan terlalu lama ya. Pokoknya begitu sembuh kamu harus segera kembali ke Paris," ucap Grace dengan nada suaranya yang sama. Ketus dan begitu dingin. "Baiklah, besok pagi aku akan langsung kembali ke Paris. Tolong pesankan aku tiket ya." Chris menghela napas panjang. Pria itu pun mulai coba menutup matanya daripada terus menatap kebencian Grace yang hanya membuat kesedihan dalam hatinya semakin piluh. "Baiklah, aku akan pesankan tiket untukmu," jawab Grace singkat dan seketika kembali diam sambil menatap nanar wajah Chris yang sudah terpejam. "Sebenarnya aku masih mencintaimu, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Rasa sakit yang kamu ciptakan itu masih belum dapat aku lupakan. Pengkhianatan yang kamu lakukan benar-benar membuatku sangat kecewa. Apalagi selama bertahun-tahun kamu selalu bersikap layaknya sebagai pria sempurna. Namun pada kenyataannya, di belakangku kamu menyembunyikan rahasia tentang keluargamu yang lain," batin Grace yang mulai membiarkan bulir bening itu menetes membasahi kedua pipinya. Bersambung ✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN