San Etienne

1949 Kata
Selamat membaca! "Jadi seperti itulah ceritanya, saat itu Evans mengantarku ke bandara dan Oscar meledakkan mobilmu. Mereka bahkan menyiapkan seorang wanita yang sudah tak bernyawa di dalam mobil itu hingga kamu pasti akan mengira jika itu adalah aku," ucap Sierra mengakhiri ceritanya dengan napas yang terasa berat. Alex menatap dengan murka sambil mengepalkan erat tangannya dan memukul beberapa kali permukaan pahanya dengan keras. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa sosok Chris yang dibanggakannya sebagai seorang ayah yang baik dan sempurna, bisa melakukan hal ini padanya. Hanya demi sebuah nama baik, tanpa memikirkan perasaannya sama sekali. "Mauren, aku titip Evans ya. Sierra ikutlah bersamaku, aku akan membawamu ke rumah untuk menemui Daddy." Alex langsung meraih tangan Sierra, lalu mulai melangkahkan kakinya. "Tapi Alex..." Raut wajah Sierra seketika memucat karena ia sangat takut jika Chris akan murka padanya. "Tidak usah membantah, ikutlah bersamaku!" Alex melanjutkan langkahnya penuh amarah. Guratan kebencian tampak jelas di raut wajahnya saat ini. "Akhirnya yang aku takutkan akan terjadi. Aku mungkin tidak akan tega melihat keributan antara seorang ayah dengan anaknya," batin Sierra menatap punggung Alex yang kini melangkah di depannya dengan tatapan yang nanar. ()()()()() Sandra kini sudah tampak berada di kantor polisi, sepertinya segala kasus yang berhubungan dengan keluarga Decker langsung ditutup begitu saja dan tidak akan diproses. Ketenaran mereka sebagai mafia besar membuatnya tak tersentuh oleh hukum di negara ini. Bahkan seluruh media pun tidak ada yang berani meliput atau menampilkan berita yang terkait dengan keluarga Decker, kecuali berita bahagia yang memang sudah mendapat izin dari Chris Decker. "Sepertinya percuma saja aku datang ke sini, keadilan tidak akan memihak padaku, kecuali aku yang mengusahakannya sendiri," batin Sandra masih bersandar di sandaran kursi, di mana dirinya masih memberikan keterangan pada petugas polisi. Setelah selesai menjawab beragam pertanyaan dari petugas kepolisian, Sandra pun sudah diperbolehkan pulang untuk memakamkan jenazah Albert. ()()()()() Sementara itu di dalam mobil, tampak Alex sudah mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk menuju rumahnya yang kebetulan jaraknya cukup jauh dari tempatnya berada saat ini. Alex sesekali menatap wajah Sierra, ia terlihat iba dengan wanita yang kini ada di sampingnya. Seorang wanita yang menjadi korban atas permainan ayahnya yang licik. "Harusnya kita sudah menikah dan mungkin sudah mempunyai seorang anak. Sekarang semua kebahagiaan kita harus lenyap karena keegoisan orang tuaku sendiri. Aku tidak akan membiarkan Sierra terluka untuk kedua kalinya, tapi bagaimana dengan Sandra? Aku pasti tidak akan bisa menyakiti hatinya," batin Alex begitu geram karena berada di antara dua pilihan yang sulit untuk dipilihnya. Lamunan Alex seketika buyar, saat sebuah pertanyaan terlontar secara tiba-tiba dari mulut Sierra. "Apakah kau masih mencintaiku, Alex?" tanya Sierra sambil menoleh ke arahnya dan menatap wajah pria yang saat ini masih dicintainya dengan tatapan yang sangat dalam. Alex benar-benar tak berkutik dengan pertanyaan Sierra. Di satu sisi, kenangan masa lalu yang indah bersama Sierra kembali berputar-putar dalam pikirannya hingga membuat cinta yang terkubur jauh di dasar hatinya, kini kembali membuncah untuk Sierra. Namun, di sisi lain ia tak bisa memungkiri bahwa kehadiran Sandra sudah berhasil mengisi kekosongan hatinya yang selama ini tak berpenghuni sejak kepergian Sierra. "Seperti apa yang aku takutkan? Pertanyaan itu sulit untuk dapat aku jawab," batin Alex tenggelam dalam kebimbangannya. Sierra tersenyum begitu tipis menatap sosok Alex yang seketika diam mendengar pertanyaannya. Senyuman yang bahkan Alex pun tak dapat melihatnya. Ia kini mulai melapangkan hatinya bila Alex harus menjadi milik wanita lain. Sakit dan perih, tapi dua hal itu sudah pernah Sierra rasakan sewaktu di Amsterdam, di mana hari-hari yang dilaluinya hanya dipenuhi oleh air mata dan rasa kehilangan yang teramat pedih. "Jika Alex diam seperti ini, aku sangat mengerti. Mungkin wanita itu sudah berhasil membuat Alex mencintainya," batin Sierra mencoba menerima kenyataan yang tak berpihak padanya. ()()()()() Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, mobil Alex mulai memasuki pelataran rumah. Namun, ia heran ketika penjagaan ketat terlihat di depan gerbang rumahnya. "Ada apa ini? Kenapa penjagaan diperketat seperti ini?" gumam Alex mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mobil terparkir sembarangan di pelataran rumah. Ia dengan cepat keluar dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. "Dad, di mana kau?" teriak Alex sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari keberadaan Chris. Tak berselang lama Sierra pun datang menghampiri Alex. Ia mulai mengusap lengan pria itu untuk meredakan amarah yang tampak jelas tersirat dari raut wajahnya. "Ingatlah Alex, kamu jangan sampai menyakiti hati Papi Chris ya karena mau bagaimanapun dia adalah orang tuamu yang harus kamu hormati." Sierra menatap dalam wajah Alex, manik matanya memancarkan sinar ketenangan yang coba ditularkannya kepada Alex. Tak lama setelah mendengar panggilan dari Alex, panggilan itu mendapat jawaban dari Chris yang terlihat menuruni anak tangga dengan sorot mata yang tajam, melihat sosok Sierra berada di rumahnya. "Seperti yang aku takutkan, akhirnya Alex tahu semua rahasiaku tentang Sierra. Pasti Sierra telah menceritakan apa yang dilihatnya. Sekarang aku sudah tidak bisa berkelit lagi," batin Chris terus melangkah mendekat ke arah Alex yang sudah menunggunya dengan amarah yang memuncak. "Alex, tolong maafkan Daddy, tapi Daddy melakukan ini semua untuk keutuhan keluarga kita," ucap Chris sambil menangkup kedua lengan putranya itu yang dengan cepat ditampik oleh Alex sangat kasar. "Sudahlah Dad, aku tidak ingin mendengar penjelasan darimu! Satu hal yang harus kau ingat, aku tidak mau menganggapmu sebagai orang tuaku lagi!" Alex mengeraskan rahangnya dengan menampilkan gurat kebencian yang tampak jelas pada raut wajahnya. Chris menghela napasnya dengan kasar. Ia tampak begitu sulit menjelaskan kepada Alex yang saat ini terlanjur membencinya. "Lebih baik aku diam, sampai nanti ada waktu yang tepat untuk aku menjelaskan semuanya pada Alex," batin Chris memutuskan. Alex berdecih kesal. Ia beringsut mundur menjaga jaga jaraknya dengan Chris ketika pria yang selama ini menjadi sosok yang sempurna di matanya kembali mendekat ke arahnya. Pria yang ternyata telah membohonginya. Bahkan tega memanipulasi kematian calon istrinya hanya demi menjaga rahasianya agar tidak terbongkar. "Sudahlah! Aku akan pergi dari rumah ini dengan Sierra. Kau tidak usah menghalangiku karena aku sudah muak dengan semua kenyataan ini!" Alex melanjutkan langkahnya begitu saja pergi dari hadapan Chris. Ia terus menjauh sambil menggenggam tangan Sierra agar ikut dengannya. Sambil mengikuti langkah Alex, Sierra sejenak menatap Chris dengan sendu. Namun, Chris hanya mengulas senyuman tipisnya. Pria itu tak menampik bahwa semua yang dilakukannya memang sebuah kesalahan besar. Hal yang teramat wajar karena saat itu dirinya sedang di hadapkan dengan dua pilihan sulit dalam hidupnya. Pilihan yang akhirnya membuat Chris gagal menjaga kesetiaan terhadap keluarganya hingga ia terjerumus dalam perasaan cintanya. Perasaan yang membuatnya sampai tega membohongi istri dan putranya. Walaupun pada awalnya semua yang dilakukannya hanyalah sebatas menjalankan amanah dari sahabatnya. Namun, pada akhirnya benih cinta itu mulai timbul dalam hatinya hingga membuat ia harus menjalani dua kehidupan yang berbeda dan yang lebih egoisnya lagi, Chris tidak ingin dinilai cacat di mata Grace yang selama ini selalu menganggap suaminya itu adalah pria yang paling setia sepanjang hidupnya. Tiba-tiba saja kenangan demi kenangan tentang San Etienne yang terjadi pada tahun 2005, mulai bermunculan dalam pikirannya. Kenangan menyedihkan yang tidak akan pernah dilupakan karena itu benar-benar merubah kehidupan Chris saat ini. Saat itu tepatnya bulan Maret 2005, Chris yang selalu menemani sahabatnya yang bernama Edward Colin dalam menjalankan transaksinya sebagai seorang mafia tiba di sebuah kota yang bernama San Etienne, sebuah kota yang akan menjadi tempat transaksi besar berlangsung. Sebuah bangunan kuno yang sudah tidak terpakai, menjadi saksi di mana Chris harus kehilangan sahabatnya di saat transaksi selesai dilakukan. Chris terlihat membawa koper besar yang berisikan uang hasil dari transaksi yang baru saja selesai mereka tuntaskan. Namun, ketika ia hendak menaiki mobil bersama Edward, Chris tersentak kaget dan langsung menaruh rasa curiga karena dua ban depan mobilnya saat ini dalam keadaan kempis. "Edward, ini pasti ada yang tidak beres." Chris menautkan kedua alisnya. Ia langsung mengedarkan pandangannya ke arah sekitar dengan penuh seksama. Ternyata benar saja dugaan Chris, tiba-tiba dari arah depan sebuah tembakan meluncur deras ke arahnya. Namun, Edward yang melihatnya dengan cepat mendorong tubuh sahabatnya itu, hingga membuat d**a kirinya tertembak. Seketika darah mulai bercucuran keluar dari luka tembak yang sepertinya tepat mengenai bagian vital tubuhnya. Edward mengerang kesakitan dengan bersandar di balik badan mobil untuk berlindung dari muntahan peluru yang kembali menghujamnya dengan bertubi-tubi. "Seharusnya kau tidak perlu melakukan itu, Edward!" geram Chris atas pengorbanan yang dilakukan oleh sahabatnya. Setidaknya saat ini ada 6 orang yang mengepung mereka, lengkap dengan senjata di tangannya masing-masing. Chris yang melihat keadaan Edward menjadi semakin cemas, ketika raut wajah Edward sudah tampak memucat. "Kau kehilangan banyak darah Edward." Edward berdecih kesal dengan tatapan iba yang kini ditampilkan oleh Chris kepadanya. "Kau tidak usah melucu Chris, luka seperti ini tidak akan membunuhku." Edward masih mengintip ke arah enam orang yang terus menyerang mereka tanpa henti. "Sepertinya jika terus seperti ini, kita tidak akan bisa lolos, tapi setidaknya salah satu dari kita harus ada yang selamat," batin Edward memiliki sebuah rencana. Keduanya terus membalas tembakan keenam orang itu. Namun, tembakan mereka tak ada satu pun yang berhasil menumbangkan salah satu dari keenam orang tersebut yang sudah mengenakan rompi anti peluru pada tubuhnya. "Sial, pantas saja semua peluru itu tak ada satu pun yang membunuh mereka, ternyata mereka sudah mengenakan rompi anti peluru. Sekarang bagaimana caranya agar dapat lolos dari situasi ini?" batin Chris berpikir dengan rencana di kepalanya, terlebih saat ini kondisi Edward sedari tadi hanya duduk bersandar di badan mobil yang sudah tak mampu lagi mengangkat senjatanya. Chris pun berlutut di hadapan Edward. Ia mulai menatap cemas wajah sahabatnya itu yang semakin kehilangan banyak darah. "Bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan!" Chris kembali bangkit dengan sorot matanya yang tajam, ia mengeluarkan satu pistolnya lagi dari balik jasnya. "Tidak ada jalan lain selain mencoba memposisikan bidik tepat di kepala mereka, hanya itu satu-satunya harapan untuk menang!" batin Chris mulai memicingkan mata, menilik ke arah musuh-musuhnya yang saat ini masih menyerang mereka. Chris bersiap dengan dua pistol di kedua tangannya, gaya bertarung yang sangat mirip dengan Evans menggunakan dua pistol untuk menambah lebih banyak serangan yang akan dilakukannya. Namun, saat Chris ingin beranjak dari tempat persembunyiannya, Edward langsung meraih tangan sahabatnya itu. Chris menoleh ke arah Edward dan kembali berlutut di hadapan sahabatnya. "Jika aku tidak selamat. Aku mohon padamu, datanglah ke alamat 47 Cortambert 75116 Paris. Jaga wanita itu untukku, berjanjilah!" Chris menatap dalam wajah sahabatnya dengan raut penuh penyesalan karena merasa telah gagal melindungi sahabatnya. Edward mulai melangkah dengan merunduk untuk mendekati sebuah penutup saluran air yang sudah sejak tadi dilihatnya. Sementara itu Chris terus memuntahkan peluru pada pistolnya untuk membalas serangan keenam orang itu sambil membagi pandangannya melihat apa yang saat ini dilakukan oleh Edward. "Pergilah Chris, cepat! Salah satu dari kita harus ada yang selamat." Edward dengan sisa tenaganya coba membuka penutup saluran air yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempatnya berada. Chris menampik tawaran sahabatnya itu. Ia tidak ingin meninggalkan Edward, apalagi sampai harus membiarkan rekannya itu berkorban untuk dirinya. "Kita datang berdua dan akan pulang berdua!" tegas Chris menolak perintah Edward. "Jangan bodoh Chris! Kalau mereka tahu kita masuk ke dalam saluran ini, mereka juga pasti akan mengejar kita! Tidak ada jalan lain lagi, kau harus masuk dan aku akan menutup kembali saluran ini. Setelah itu aku akan meledakkan mobil ini, Chris. Cepatlah!" tegas Edward memberi perintah dengan gurat amarah yang tampak jelas di raut wajahnya yang sudah pucat. Chris mulai menimang-nimang keputusannya. Ia sebenarnya sangat berat meninggalkan Edward. Namun, keadaan mereka yang semakin terdesak karena saat ini musuh yang mereka hadapi bertambah tiga kali lipat jumlahnya dari sebelumnya dan kini mulai merangsek maju untuk menyergap mereka. "Sial, kenapa jadi seperti ini! Padahal tadi semuanya berjalan dengan lancar, tapi kenapa tiba-tiba Harvey mengkhianati kami! Ternyata dia sudah merencanakan penyerangan ini dengan sengaja membuatku tampak bodoh hingga tak bisa membaca rencana liciknya!" gumam Chris berdecak kesal dengan gurat amarah yang masih terlihat di raut wajahnya. Bersambung✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN