Selamat membaca!
Alex yang teringat akan kondisi Oscar dan Evans pun segera bangkit dari posisinya. Ada rasa cemas yang mulai menguasai dirinya terutama ketika mengingat kondisi Oscar yang tertembak.
"Aku harus segera membawa Oscar ke rumah sakit." Alex sejenak melihat Lucas yang terpejam dengan darah di sekitar mulutnya. Tak ada niatan Alex membunuhnya, walau sebenarnya itu bisa dilakukannya saat ini juga.
Alex terus melangkah mendekat ke arah Oscar yang ternyata Evans sudah mampu berdiri dan berada di sana.
"Evans, apa kau baik-baik saja?" tanya Alex cemas.
"Saya sudah lebih baik, Tuan, tapi kondisi Oscar memburuk karena dia kehilangan banyak darah. Sekarang kita harus segera membawanya ke rumah sakit agar cepat mendapatkan pertolongan," jawab Evans yang saat ini sudah menekan luka tembak pada bagian pundak Oscar untuk menghentikan aliran darahnya yang terus keluar.
"Baiklah, sebaiknya kita segera memapahnya keluar dari roof top ini!"
Setelah berada di dekat Oscar yang kini sudah tak sadarkan diri, Alex bersama Evans mulai merengkuh kedua tangan Oscar untuk membantunya berdiri. Walaupun keduanya begitu lemah, tapi mereka tetap harus memaksakan diri agar dapat menyelamatkan nyawa Oscar.
"Kau hebat, Tuan. Kau bisa mengalahkannya." Pujian terlontar dari mulut Evans bersamaan dengan langkah keduanya yang mulai memapah tubuh Oscar menuju pintu roof top.
"Aku harus mengalahkannya, kalau tidak pasti dia akan membunuh kita." Alex menjawab dengan senyuman kecil terulas dari kedua sudut bibirnya.
Senyuman yang seketika buyar ketika sebuah tembakan tiba-tiba menembus bagian leher sebelah kiri Evans, area yang tidak terlindungi oleh rompi anti peluru yang dikenakannya. Alex pun begitu terkejut, saat Evans mulai roboh sambil memegangi leher kirinya yang sudah dipenuhi oleh darah.
"Tuan Alex." Evans jatuh bersamaan dengan tubuh Oscar yang ikut jatuh bersamanya.
"Evans," teriak Alex dengan penuh kemarahan , lalu ia menoleh ke belakang. Dilihatnya, tembakan itu berasal dari pistol yang digenggam oleh Bobby. Ya, ternyata pria itu belum mati.
"Kurang ajar kau!" kecam Alex langsung berlari ke arah Bobby yang mulai melangkah mundur sambil berusaha menembak Alex. Namun, sayangnya peluru dalam pistol yang digenggamnya ternyata telah habis.
"Sial, pistol ini tidak berguna. Aku tidak punya pilihan selain menghadapinya." Bobby pun menyerang dengan melempar pistolnya ke arah wajah Alex.
Sambil menghindari pistol tersebut, Alex terus berlari ke arah Bobby. Kini sorot mata yang begitu tajam, benar-benar menandakan bahwa Alex saat ini sedang murka atas apa yang dilakukan oleh Bobby.
"Pergilah kau ke neraka!" Alex melompat sambil menendang Bobby. Tak hanya itu, setelah Bobby terjatuh Alex langsung membekap leher pria itu. Membuat Bobby mulai kehabisan napas karena bekapan yang begitu keras dari Alex.
"Lepaskan aku, b******k!"
"Kau yang b******k. Matilah kau!" Alex langsung mematahkan leher Bobby yang seketika mati terkapar dalam dekapan Alex.
"Evans." Alex menghempaskan begitu saja tubuh Bobby yang sudah tak bernyawa. Ia kembali berlari mendekati Evans dengan rasa cemas yang terlihat di raut wajahnya. Cemas bahwa ia akan kehilangan sosok sahabat sekaligus rekannya itu.
Setibanya kembali, Alex langsung merengkuh tubuh Evans dengan sorot mata yang sendu menatap kondisi Evans yang tampak begitu parah dengan darah di sekitar lehernya.
"Evans, bertahanlah! Kita akan segera ke rumah sakit," pinta Alex yang mulai mencoba bangkit. Namun, tiba-tiba Evans menahan gerakannya. Pria itu pun tak beranjak. Masih dibalut rasa cemas, Alex tampak bingung akan sikap Evans.
"Sudah Tuan, tidak perlu. Kau tidak akan bisa menyelamatkan aku ataupun Oscar secara bersamaan. Lagipula tembakan ini tepat mengenai leherku. Aku sudah sekarat, Tuan." Evans mengatakan semua itu dengan suara yang semakin melemah. Pandangan pria itu mulai kabur. Wajah yang memucat semakin menegaskan bahwa kondisi Evans memang sangat buruk.
"Tidak Evans, aku akan menyelamatkanmu." Alex memaksa dengan coba bangkit sambil memapah tubuh Evans. Namun, kondisi Alex yang benar-benar sudah kehabisan tenaga, membuatnya kembali roboh bersama tubuh Evans yang sudah tak dapat lagi berdiri.
"Sial." Alex mengesah kasar. Perasaannya begitu tak menentu. Rasa kesal yang dibalut cemas, ditambah ketakutan akan kondisi Evans yang sudah mulai kehilangan kesadarannya.
"Tuan, aku titip Sierra ya. Jaga dia untukku! Katakan padanya, aku sangat mencintainya. Aku minta maaf tidak bisa lagi bersamanya," lirih Evans dengan kedua mata yang memerah.
Belum sempat Alex menjawabnya, Evans pun tak sadarkan diri. Kedua matanya terpejam bersamaan dengan bulir kesedihan yang menetes dari kedua sudut matanya. Melihat semua itu, Alex semakin panik. Terlebih ketika jemarinya tak dapat lagi merasakan denyut nadi pada pergelangan tangan Evans.
"Evans, bertahanlah! Evans!" teriakan Alex terdengar begitu keras di sekitar roof top. Kehilangan yang benar-benar menyakitkan bagi hidupnya.
"Maafkan aku, Evans. Maafkan aku." Alex coba menguatkan dirinya yang rapuh. Seketika ia sadar bahwa saat ini Oscar pun sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Ada luka tembak di bagian pundaknya. Membuat Oscar kini tak sadarkan diri.
"Oscar." Alex berpindah mendekati tubuh Oscar, walau dengan perasaan yang masih berselimut duka. Duka yang terasa menusuk hingga menembus relung hatinya yang paling dalam.
"Oscar masih bernapas, tapi sudah mulai melemah. Aku harus segera membawanya pergi! Aku harus menyelamatkannya. Aku sudah kehilangan Evans, sekarang aku tidak mau kehilangan Oscar." Alex mulai beranjak sambil memapah tubuh Oscar yang sangat lemah itu. Sempat kembali jatuh karena memang bobot Oscar lebih berisi darinya. Namun, keinginan Alex yang besar untuk menyelamatkan Oscar. Membuat pria itu berhasil berdiri sambil memapah tubuh rekannya itu.
Alex pun sudah terlihat berada di ambang pintu roof top. Namun, sejenak langkahnya terhenti. Ia kembali melihat ke belakang. Menatap nanar wajah Evans yang sudah tak bernyawa dengan penuh kesedihan. Kesedihan yang begitu dalam masih tersirat di kedua manik matanya yang memerah.
"Semoga kau tenang di surga sana, Evans. Aku pasti akan menjaga Sierra untukmu." Alex pun melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti dan melewati pintu roof top. Langkah yang tertatih menjadi pemandangan ketika Alex memapah tubuh Oscar dengan membawa kesedihan mendalam di hatinya.
()()()()()
3 hari berlalu sejak kematian Evans. Keadaan sudah lebih tenang, walau masih tampak kesedihan di wajah keluarga Decker. Terlebih melihat kondisi Sierra yang masih sering tak sadarkan diri saat mengingat Evans. Bukan hanya kehilangan suami yang menghancurkan, Sierra pun harus merelakan calon buah hatinya. Ya, Sierra mengalami keguguran ketika mengetahui kematian Evans. Hal yang membuat deritanya semakin sempurna. Bahkan berulang kali, wanita itu mencoba mengakhiri hidupnya karena merasa takdir begitu tak adil untuknya. Namun, Alex dan Sandra selalu berhasil mencegahnya.
Merasa cemas akan kondisi Sierra, Alex pun memutuskan untuk membawa wanita itu tinggal bersamanya. Sandra tak keberatan dengan hal itu. Baginya, Sierra sudah dianggapnya seperti sahabat sendiri. Bukan hanya teman cerita, tapi terkadang Sandra juga sering menanyakan apa saja kesukaan Alex yang belum sempat diketahuinya. Hubungan yang terjalin begitu dekat, terlebih ketika Sierra memutuskan untuk menikah dengan Evans dan ikut pindah ke London bersamanya.
Kini keadaan semua berbeda. Kebahagiaan kedua wanita itu tak lagi sama. Sierra semakin hanyut dengan kesendiriannya. Membuat Sandra jadi kehilangan selera untuk menyantap sarapan pagi di meja makan.
"Sayang, kenapa makanannya tidak kamu makan? Aku lihat akhir-akhir ini kamu seperti enggak napsu makan. Kamu harus ingat, saat ini kamu tidak lagi sendiri. Ada anak kita yang harus kamu jaga di perutmu," ucap Alex merasa cemas akan kondisi istrinya.
"Sayang, aku khawatir sama Sierra. Sejak kemarin dia enggak mau makan. Dia terus mengunci diri di kamar dan tidak mau keluar kamar. Bahkan makanan yang aku tinggalkan di depan pintu saja tidak diambilnya," jawab Sandra menceritakan apa yang mengganggu pikirannya saat ini.
"Nanti coba aku bicara sama Sierra. Sekarang kamu makan dulu ya, sayang. Sini aku suapin." Alex langsung mengambil sendok dari piring Sandra dan mulai menyodorkannya.
Sandra pun tak bisa menolak. Wanita itu mulai membuka mulutnya, menerima suapan demi suapan yang terus Alex berikan padanya..
"Ya Tuhan, semoga Sierra bisa segera ikhlas menghadapi semua ini. Kehilangan yang pastinya berat untuknya. Kamu tidak sendiri Sierra, ada aku dan Alex yang akan selalu menjagamu," batin Sandra penuh haru.
Ia merasa kebahagiaannya saat ini, berbanding terbalik dengan apa yang dialami oleh Sierra. Membuatnya ikut merasakan kesedihan wanita yang sudah dianggapnya seperti sahabatnya itu.
Bersambung ✍️