Selamat membaca!
Kala itu, kembali jauh ke belakang. Di saat Grace mengetahui sebuah kenyataan dari mulut Chris. Kenyataan bahwa pria yang selama ini selalu ia banggakan akan kesetiaannya ternyata diam-diam mengkhianatinya dan menduakan cintanya dengan Naori. Walaupun alasannya hanya untuk membalas kebaikan Edward yang telah menyelamatkannya, bagi Grace itu tetaplah suatu kebohongan karena Chris memilih untuk bungkam selama ini. Mungkin, seandainya waktu itu Chris berkata jujur padanya, akhir pernikahan mereka akan berbeda. Saat ini yang tersisa hanya sebuah penyesalan dalam diri Chris dan meninggalkan luka berselimut benci dalam hati Grace.
"Kamu jahat, Dad. Kamu jahat! Apa kamu tidak tahu, betapa aku sangat bangga dengan kesetiaanmu, tapi ternyata kamu membohongiku selama ini. Pantas saja kamu mengizinkanku liburan dengan teman-temanku beberapa hari ini. Semua itu semata-mata agar aku tidak tahu kebohonganmu. Bahkan kamu juga tega memisahkan Alex dengan Sierra hanya demi menutupi rahasiamu!" Grace yang sudah dikuasai oleh amarah, terus meluapkan semua isi hatinya kepada Chris yang hanya diam di hadapan wanita itu. Ia merasa tak perlu membela dirinya karena memang apa yang dilakukannya benar-benar sebuah kesalahan besar. Hanya kata maaf yang terucap berulang kali dari mulut pria paruh baya itu. Jelas di raut wajahnya, tersirat sebuah penyesalan yang begitu dalam.
"Maafkan aku, Grace. Maafkan aku. Aku tahu aku salah. Maafkan aku."
"Maaf! Aku tidak bisa memaafkanmu. Sekarang aku akan pergi dari rumah ini. Sepertinya rumah ini hanya pantas dihuni oleh kamu dan istri cantikmu itu!" Grace membagi pandangan matanya ke arah Naori yang jauh berdiri di belakang Chris.
Saat itu, Oscar memang membawa Naori dan Elsa ke rumah kediaman Decker. Namun, Oscar menempatkan keduanya bukan di rumah utama, melainkan di rumahnya, tempat di mana ia tinggal dengan Evans dan juga Aaron. Sampai akhirnya, Chris datang setelah memastikan kondisi Alex yang sudah sadar dari komanya. Kedatangan Chris bersamaan dengan kepulangan Grace dari liburan bersama teman-temannya yang entah kenapa kembali lebih cepat dari rencana semula.
"Grace, aku mohon! Jangan pergi, aku mohon berikan aku kesempatan. Apa kamu tidak bisa menerima Naori dan Elsa?" pinta Chris terus mengiba kepada istrinya yang terlihat dipenuhi amarah.
Grace tetap acuh. Ia pun beranjak pergi tanpa memedulikan tangan dari suaminya yang sejak tadi berusaha menggenggam tangannya.
"Grace, tolonglah jangan pergi!" pinta Chris masih berusaha menyusul langkah Grace yang sudah mulai menaiki anak tangga.
"Aku yang seharusnya minta tolong sama kamu. Tolong jangan halangi kepergianku! Apa kamu tahu? Semua ini berat untukku. Apa kamu tidak sadar? Aku sangat sakit mendengar semua kenyataan ini." Grace menampik tangan suaminya dengan kasar. Saat ini, kedua alisnya saling bertaut dalam dengan gurat amarah yang jelas di wajahnya.
"Tolonglah, setidaknya lakukan semua ini demi Alex! Sekarang Alex sedang dirawat di rumah sakit karena kesalahpahaman yang terjadi dengan Sandra."
Perkataan Chris tentang Alex seketika mampu membuat amarah dalam diri Grace mereda. Wanita itu langsung menatap suaminya dengan penuh selidik. Raut amarah yang sejak tadi menyelimuti wajahnya, kini berubah menjadi rasa cemas akan kondisi putra kesayangannya.
"Apa maksudmu? Kenapa dengan Alex?" tanya Grace menuntut penjelasan Chris akan perkataannya tentang Alex.
Chris menghela napasnya sejenak. Pandangannya masih menatap wajah Grace yang tengah dibalut cemas.
"Kamu tidak perlu cemas lagi, saat ini Alex sudah sadar dari komanya dan Sandra juga Sierra sedang menemani Alex di rumah sakit," ungkap Chris coba menenangkan istrinya.
"Baiklah mungkin sekarang aku tidak jadi pergi, tapi aku tidak bisa jamin besok atau lusa akan seperti apa? Semua keputusan aku serahkan kepada Alex, apa tanggapannya dan apakah dia mau memaafkan kebohonganmu? Selama ini Alex selalu membanggakanmu, kamu adalah panutannya, tapi setelah kejadian ini, aku rasa dia pasti membencimu." Grace pergi begitu saja tanpa menanyakan keberadaan Alex. Dalam pikirannya hanya satu, bila tidak mengetahui di mana Alex dirawat dari Chris, pasti Sandra bisa memberitahunya.
Langkah yang tergesa membuat Grace tak menghiraukan suaminya yang hanya menatap kepergiannya dengan nanar. Bahkan saat melewati Naori dan Elsa, Grace pun hanya menatap sekilas dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Lamunan Grace pagi itu sirna di saat teguran Sandra memecahkan keheningannya. Sandra sangat paham bahwa saat ini sang mertua sedang teringat kenangan akan Chris yang telah menorehkan luka dalam hidupnya.
"Mom, jangan melamun terus. Nanti aku mau mengajak Mommy ke mall ya. Mommy mau, kan?"
Grace seketika menatap wajah Sandra yang tengah melihatnya dengan tersenyum. Sementara itu, Alex hanya terdiam saat kesedihan di wajah sang ibu mulai terlihat.
"Semua ini karena kebodohan pria tua itu. Dia telah merusak kebahagiaan ibuku dengan kebohongannya. Selamanya aku tidak akan pernah memaafkannya. Bahkan sekalipun dia terus menghubungiku," gumam Alex yang ikut merasakan kesedihan Grace karena kebohongannya.
Percakapan antara Grace dan Sandra mulai memudarkan raut sendu di wajah wanita paruh baya itu. Kini tak terlihat lagi kesedihan karena Grace segera menggantinya dengan senyuman yang terulas dari kedua sudut bibirnya. Ia sadar bahwa kesedihannya dapat merusak kebahagiaan Sandra maupun Alex yang tengah merayakan kehadiran calon buah hatinya di rahim Sandra. Kehamilan yang pastinya akan menyempurnakan kehidupan putranya.
Sarapan pagi pun berlanjut tanpa obrolan. Ketiganya tampak disibukkan dengan pikirannya masing-masing. Bagi Sandra, ia sebenarnya tidak ingin perpisahan antara Chris dan Grace terjadi. Namun, wanita itu tak memiliki kuasa atas keputusan Alex. Ya, lelaki itu bersikeras membawa sang ibu pergi dari kota Paris untuk ikut bersamanya. Tak ada sepatah kata pun untuk sang ayah. Kebencian masih bertahta dalam hatinya. Rasa benci yang sulit hilang, walau Chris sudah mencoba untuk meminta maaf sekaligus menjelaskan apa yang menjadi alasan dari kebohongannya.
"Seandainya Alex mau mendengarkan aku, pasti Mommy dan Daddy saat ini masih bersama. Ya Tuhan, apa tidak ada jalan untuk keduanya kembali bersama seperti dulu?" batin Sandra sambil menikmati santap paginya. Pandanganya terbagi antara melihat kekesalan Alex dan duka yang masih tersisa di raut wajah Grace.
Tak berapa lama kemudian, suara bel mulai terdengar memecahkan keheningan yang membalut seisi ruang makan. Suara bel yang menandakan bahwa Evans sedang menunggu Alex di depan pintu apartemen untuk berangkat ke tempat kerja bersama Alex.
"Mom, itu Evans sudah datang. Aku jalan dulu ya. Sayang, aku jalan ya! Kamu nanti hati-hati ke mall-nya, pokoknya selalu kabari aku. Ingat nanti sore kita ke dokter untuk memeriksa kandungan kamu ya!" ucap Alex yang mulai menyudahi aktivitas makannya.
Setelah mencium kening istrinya, Alex pun meraih punggung tangan Grace untuk berpamitan dengannya.
"Mom, tolong jangan ingat-ingat lagi tentang pria itu ya!" titah Alex dengan berbisik di depan daun telinga sang ibu.
Grace pun hanya tersenyum menanggapi perkataan putranya. Ia berusaha membuat Alex tak mencemaskannya.
"Mommy juga sebenarnya tidak ingin mengingatnya, tapi separuh hidup Mommy sudah benar-benar bergantung pada Daddy-mu selama ini," batin Grace masih menatap kepergian putranya yang hampir tak terlihat lagi dari pandangannya.
Di luar apartemen, Evans sudah terlihat tampan dengan stelan jas hitamnya. Hari ini mereka akan datang ke sebuah perusahaan yang berada di kota Birmingham untuk membicarakan kerjasama bisnis yang akan berlangsung dengan Wilton Corporate.
"Pagi, Tuan," sapa Evans dengan senyum ramahnya.
"Ya, ayo kita jalan," jawab Alex dengan wajah masamnya. Tak ada senyuman dari kedua sudut bibirnya seperti biasa. Kebahagiaan akan kabar baik tentang kehamilan Sandra seakan melebur karena pria itu kembali teringat tentang kesalahan yang dilakukan oleh Chris, ayahnya. Kesalahan yang hingga detik ini masih tak mendapat maaf darinya. Hatinya seolah mengeras bagai batu. Pintu maaf itu begitu rapat terkunci dan sangat sulit untuk dibuka oleh Chris yang berulang kali selalu coba meminta maaf kepada putranya. Baik lewat pesan melalui ponsel ataupun pesan yang sengaja dititipkan oleh Evans karena Alex sama sekali tak pernah membalas pesan tersebut.
"Sepertinya mood Tuan Alex sedang tidak baik hari ini," batin Evans yang terus mengikuti langkah Alex.
Sebagai asisten, Evans paham sekali dengan kebiasaan Alex. Baik di saat bahagia ataupun sedang berada dalam masalah, Evans adalah orang pertama yang lebih dulu tahu apa yang dialami oleh tuannya itu. Terlebih Alex memang selalu membagi ceritanya kepada Evans. Tak hanya saat di tempat kerja, tapi juga ketika keduanya sedang bersama di cafe yang tersedia di lobi apartemen tempat mereka tinggal.
Kedua pria tampan itu kini mulai memasuki lift. Alex masih diam. Membuat Evans tak berani bertanya lebih jauh. Ia merasa ini bukan waktu yang tepat untuk membuka pembicaraannya dan membiarkan Alex yang lebih dulu bercerita padanya.
"Sebaiknya aku tunggu saja Tuan Alex cerita apa yang membuatnya bad mood seperti ini," batin Evans yang sejak tadi penasaran atas apa yang membuat tuannya menjadi seperti sekarang ini.
()()()()()()
Jauh dari kota London. Tepatnya di rumah kediaman Decker. Tempat di mana Chris tinggal di sana bersama Naori dan juga Elsa.
Ketiganya tengah bersantai di ruang keluarga membahas kegiatan Elsa yang pada weekend ini akan ikut pada acara camping yang dilangsungkan oleh sekolahnya.
"Apa benar kamu mau ikut camping? Kamu tidak takut Elsa?" tanya Chris meyakinkan sang anak.
"Tentu saja aku berani, Dad. Aku ini kan anak dari Chris Decker." Elsa tersenyum sambil melabuhkan tubuhnya pada lengan kekar sang ayah yang berada di sampingnya.
Sementara itu, Naori yang sebenarnya tidak setuju coba menakut-nakuti putrinya agar mengurungkan niatnya untuk ikut berpartisipasi dalam camping yang diadakan oleh sekolahnya.
"Yakin, kamu enggak takut ada hantu. Malam-malam saat kamu mau pipis nanti kamu diculik oleh hantu, gimana?" Naori berusaha membuat putrinya berubah pikiran.
Namun, nyatanya apa yang dilakukan oleh wanita paruh baya itu hanya berakhir dengan kegagalan karena Elsa tetap bersikeras untuk ikut.
"Ayolah Mom, mana ada hantu di jaman modern seperti ini. Ini bukan film The Ring kali Mom, ini kehilangan nyata. Hantu itu tidak ada. Benarkan Dad?" ungkap Elsa yang diakhiri dengan sebuah pertanyaan kepada Chris yang tahu maksud Naori.
Naori pun coba memberikan kode lewat sorot matanya. Akan tetapi, itu berakhir sia-sia karena Chris malah membenarkan perkataan Elsa.
"Iya, kamu benar. Mana ada hantu di jaman sekarang ini. Mommy kamu itu memang enggak rela ditinggal kamu selama satu Minggu. Makanya, dia itu coba menakut-nakuti kamu." Chris hanya terkekeh kecil menanggapi wajah masam istrinya yang terlihat mencebik penuh rasa kesal karena Chris mengabaikan isyaratnya.
"Lihat saja nanti malam, aku tidak akan memberikanmu jatah. Dasar enggak bisa diajak kerja sama!" gerutu Naori di dalam hatinya. Kini wanita itu terlihat memicingkan ekor matanya sambil bersedekap.
"Mom, enggak usah khawatir. Akun itu sudah besar jadi aku bisa jaga diri. Lagipula ada para guru yang mengawasi acara camping itu. Pokoknya setiap hari aku akan menghubungi Mommy." Elsa sengaja berpindah dari tempat duduknya semula untuk mendekati sang ibu agar mengizinkannya ikut serta dalam camping sekolah beberapa hari ke depan.
Naori pun mendekap tubuh sang putri dengan erat. Hatinya menjadi luluh, saat melihat raut wajah Elsa yang benar-benar menunjukkan betapa gadis itu ingin sekali ikut serta dalam acara tersebut.
"Baiklah, Mommy izinkan, tapi janji ya, hubungi Mommy setiap hari. Jangan sampai lupa ya!" pinta Naori yang mulai dapat tersenyum.
Chris yang melihat hal tersebut kini ikut merasa bahagia. Kebahagiaan yang membuatnya teringat akan sosok Grace dan juga Alex yang sudah beberapa bulan ini tak ditemuinya. Rasa rindu yang terus menumpuk dalam hatinya. Awalnya memang berat, tiap malam sosok Grace selalu hadir dalam bunga tidurnya. Namun, ia sengaja menyembunyikan dari Naori. Pria paruh baya itu tak ingin membuat istrinya merasa bersalah seperti yang selalu dikatakannya ketika melihat wajah Chris yang murung karena merindukan keluarga kecilnya.
"Semoga Oscar selalu menjaga mereka di sana. Walaupun kehidupan baru Alex jauh dari aktivitas mafianya, tapi aku tetap khawatir dan merasa perlu untuk mengirim Oscar agar selalu mengawasi Alex dan juga Grace. Mau bagaimanapun, Alex tetaplah Alex Decker yang pasti memiliki musuh karena dia pernah hidup dalam lingkaran mafia," batin Chris sejenak teringat akan sosok putranya yang memilih pergi dengan membawa Grace ikut serta bersamanya.
Bersambung ✍️