Selamat membaca!
Alex mulai melancarkan beberapa serangan kepada David, pertarungan jarak dekat dengan satu dua pukulan mereka peragakan begitu cepat, saling tepis, dan saling pukul membuat pertarungan keduanya bak adegan di film The Matrix. Namun, semakin lama Alex terlihat kewalahan menghadapi David, itu semua disebabkan karena kondisi Alex saat ini tengah mengalami cidera pada bahunya, akibat menyelamatkan Sandra dari ketinggian.
"Sepertinya ini akan jadi hari yang panjang ya David." Alex tersenyum tipis sambil bersiap kembali menerima serangan dari David yang begitu menggebu untuk mengalahkannya.
David tak menjawab perkataan Alex. Pria itu langsung menyerang kembali, seolah tak mau memberi kelonggaran untuk Alex beristirahat. Sampai akhirnya, pukulan yang dilancarkan David mampu mengenai Alex. Setelah berhasil menyarangkan pukulan telak di wajah Alex, David juga menendang tubuh Alex yang memang begitu terbuka tanpa perlindungan.
Seketika Alex jatuh terkapar. Namun, ia tak mau kalah dan berusaha bangkit sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Belum lagi bahu yang semakin berdenyut hebat, membuat Alex mengernyitkan dahinya akibat rasa sakit yang mendera.
Evans yang melihat Alex sedang terpojok coba mendekat ke arahnya untuk melindunginya. Namun, tiba-tiba suara Alex yang lantang membuat langkahnya terhenti seketika.
"Stop Evans! Tunggulah sampai aku menyelesaikan semua ini sendiri," titah Alex dengan tegas. Ia tak ingin rekannya itu ikut campur, walau Alex tahu niat Evans hanyalah melindunginya. Evans pun sekejap terdiam dan mengubur niatnya dalam-dalam untuk membantu Alex. Walaupun begitu Evans tak serta merta menuruti keinginan Alex, sambil memutar otaknya Evans diam mengamati untuk mencari celah dan waktu yang tepatnya agar dirinya bisa membunuh David.
"Aku harus mencari cara untuk menghabisi David, tak peduli apa pun itu yang terpenting Tuan Alex bisa selamat," batin Evans terus memutar otaknya agar semua ini segera berakhir dan Alex bisa selamat.
Alex kini sudah mulai bangkit, walau masih terlihat limbung dan belum dapat berdiri dengan tegap.
David yang melihat kondisi Alex, kini terkekeh penuh kemenangan sambil mendekat ke arah Alex. David terlihat begitu puas karena berhasil membuat Alex kewalahan ketika menghadapinya, sesuatu yang jarang terjadi saat di akademi dulu karena David selalu kalah jika menjadi lawan berlatih Alex.
"Bagaimana Alex? Apa kau lihat sekarang aku jauh berubah dari yang dulu?" tanya David dengan seringai meremehkannya.
Alex pun berdecih kesal mendengar pertanyaan David yang seakan merendahkannya, kini dengan perlahan Alex coba mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang masih dimilikinya.
"Tetap saja kau tidak akan bisa mengalahkanku!" Alex sengaja mengatakan demikian kepada David untuk menutupi kondisinya yang saat ini sudah terasa lemah.
David terkekeh mendengar perkataan Alex. Terlebih melihat kondisi Alex saat ini, sungguh bagi David itu adalah bualan yang paling lucu yang pernah didengarnya.
"Kau ini memang sombong Alex dan karena sifat sombongmu itu kau jadi tidak bisa melindungi orang lain, termasuk sopirmu yang mati di jembatan tadi."
Alex terhenyak mendengar kalimat yang terlontar dari mulut David. Sementara itu, Evans juga mulai menyadari bahwa David adalah orang yang berada di dalam mobil itu, mobil yang sudah menabrak mereka hingga membuat Harry harus mati.
"Kurang ajar! Ternyata kau yang telah membuat Harry mati. Jangan panggil namaku Alex jika aku tidak bisa membunuhmu!"
Segala ingatan tentang Harry terus bermunculan di dalam pikirannya hingga membuat amarah Alex kian memuncak. Sorot matanya semakin tajam dengan tangan yang mengepal erat.
"Majulah David, aku akan membunuhmu!" Alex mulai memasang kuda-kudanya untuk menerima serangan David. Namun, kali ini tampak berbeda dari sebelumnya, ia menoleh ke arah Evans dengan mengangkat kedua alisnya, sebuah kode yang langsung dimengerti oleh rekannya itu.
"Siap Tuan, aku memang sudah tidak sabar untuk mengakhiri semua ini!" gumam Evans mulai menarik pelatuk pada kedua pistolnya.
Alex terlihat menepis semua serangan David dengan mudah hingga membuatnya pria itu panik melihat lawannya tiba-tiba sudah kembali bertenaga.
"Sepertinya hanya dengan cara ini aku bisa mengalahkannya," batin David yang memiliki rencana licik untuk mengalahkan Alex.
Ketika mereka kembali terlibat dalam pertempuran jarak dekat, tiba-tiba David mengeluarkan pistol yang disembunyikan di balik jas hitamnya. David langsung mengarahkan pistol itu ke arah pelipis Alex hingga membuatnya tercekat kaget.
"Aku sudah menduganya David, kau pikir aku bodoh!" batin Alex dengan seringai penuh rencana.
David sudah mulai menarik pelatuk pada pistolnya dan bersiap untuk menembak.
"Mati kau Alex." Sebelum pistol itu memuntahkan isi pelurunya, Alex langsung menepis pistol itu dan sambil membalikkan tubuhnya 180 derajat, Alex menendang tubuh David dengan keras hingga membuatnya mundur beberapa langkah menjauh dari Alex.
"Lakukan Evans!" teriak Alex dengan sorot matanya yang tajam.
Evans yang memang sudah bersiap, langsung menembaki David bertubi-tubi dengan kedua pistolnya, seketika tubuh David roboh tak berdaya dengan darah kental berwarna merah yang keluar dari setiap luka tembaknya.
Setelah selesai menghabisi David, Evans dengan cepat menghampiri Alex.
"Kau tidak apa-apa Tuan?"
"Aku hanya butuh ranjang besarku untuk istirahat, Evans," jawab Alex dengan menarik sebelah sudut bibirnya.
Evans mulai memapah tubuh Alex ke arah mobil. Namun, tanpa mereka sadari, Rudolph telah mengintai dan menunggu kesempatan untuk dapat membunuh Alex. Di kejauhan tempatnya bersembunyi, Rudolph bersiap menembak Alex yang kini sedang melangkah membelakanginya dengan dipapah oleh Evans.
"Mati kau Alex!" Senyum tipis mulai terulas dari sudut bibir Rudolph, saat kemenangan sudah di depan matanya.
Namun, baru saja Rudolph ingin menembak, tiba-tiba sebuah pistol menempel erat pada pelipisnya yang membuatnya tercekat sangat kaget.
"Lepaskan pistol itu!" ancam suara bariton yang terdengar sangat lantang.
Rudolph seketika melepas genggamannya hingga pistol itu kini terjatuh ke dasar aspal. Rudolph mulai menoleh ke arah sumber suara yang membuatnya bergedik ngeri, saat ancaman itu terdengar menakutkan di telinganya.
"Chris Decker." Kedua mata Rudolph membulat tak menyangka. Ia merasa bingung, sejak kapan sosok pria ini berada di dekatnya. Sementara gerak-geriknya tak terbaca olehnya.
"Kau sudah main-main dengan keluargaku Rudolph, dulu aku pernah mengampunimu berkali-kali, tapi saat ini kau sudah berani menculik calon menantuku!"
Peluh pada dahi Rudolph mulai bercucuran. Napasnya terdengar semakin sesak, merasakan maut sudah hampir datang menyapanya.
"Ampuni aku sekali lagi Chris, aku janji tidak akan mengusik keluargamu. Tolong jangan bunuh aku!" pinta pria paruh baya itu yang sudah benar-benar ketakutan dengan memohon.
Chris pun terkekeh atas semua yang dikatakan oleh Rudolph. Sorot matanya terlihat tajam menatap wajah Rudolph yang kian memucat.
"Bahkan binatang saja tidak akan mempercayaimu Rudolph!" Chris tanpa ampun menembak Rudolph yang seketika membuat pria paruh baya itu mati dengan bersimbah darah.
"Semoga tidak ada lagi yang berani berurusan dengan keluarga Decker setelah ini." Chris pun mulai beranjak untuk menghampiri Alex dan juga Evans.
Bersambung ✍️