Selamat membaca!
Tiba-tiba lamunan Alex buyar, saat suara klakson dari sebuah mobil terdengar keras dan berhenti didekatnya.
"Tuan Alex."
Alex pun menoleh dengan rasa canggung sambil melepas tangannya untuk menjauhi tubuh Sandra. Kini pria itu kembali menampilkan raut wajah tegas penuh amarah.
"Evans, ayo kita habisi tua bangka itu! Aaron bawalah Sandra kembali ke rumah, akan sangat berbahaya bila dia bersamaku di sini."
"Baik Tuan. Ayo Nona Sandra, silahkan naik!" Aaron membuka pintu mobil untuk Sandra.
Sandra mulai melangkah masuk ke mobil. Namun, pandangannya masih menatap ke arah Alex. Setelah berada di mobil, Sandra semakin terlihat cemas dan tak melepaskan pandangannya dari Alex.
"Tuan Alex, pulanglah dengan selamat!" Tiba-tiba kata itu terlontar saja begitu saja dari mulut Sandra tanpa ditahannya. Rangkaian kalimat yang diakhiri dengan sebuah senyuman sebagai penutupnya.
Melihat itu, Alex tersenyum singkat. Memberi isyarat kepada Sandra bahwa ia akan baik-baik saja. Setelah Sandra semakin menjauh dari pandangan matanya, Alex masuk ke mobil di mana Evans sudah menunggunya.
"Ayo Evans, kita balaskan dendam Harry!" Rahang Alex kembali mengeras dengan kilatan dendam, terpancar dari manik matanya yang semakin jelas terlihat.
Tiba-tiba Alex mulai merasakan rasa sakit di bagian pundaknya, membuat wajahnya meringis kesakitan.
"Kau tidak apa-apa, Tuan?" tanya Evans cemas, melihat Alex memegangi pundaknya.
"Tidak apa-apa Evans, rasa sakit ini tidak akan menghalangiku untuk membunuh Rudolph!" jawab Alex masih dengan sorot matanya yang tajam.
"Aku melihat dia melompat setinggi itu sambil menangkap tubuh Sandra dan terjatuh di tumpukan kayu, itu pasti sangat sakit, sepertinya aku harus menyudahi semua ini lebih cepat. Aku khawatir akan kondisi Tuan Alex saat ini," gumam Evans dengan raut cemasnya.
"Tapi jangan dipaksakan Tuan! Ini ambillah pistolmu! Anda tidak akan bisa membunuh mereka tanpa pistol, bukan?"
Alex pun langsung menyambar pistol itu dari tangan Evans dengan seringai yang tampak di wajahnya. Raut wajah yang kini dipenuhi dendam karena di dalam pikiran Alex saat ini hanyalah membunuh Rudolph dan membalaskan dendam Harry.
Evans mulai menginjak gas mobilnya dalam-dalam, menuju tempat di mana Rudolph dan kelima anak buahnya berada. Saat mobilnya sudah mendekat, Alex dan Evans pun bersiap untuk menyerang
"Kau siap Evans!"
"Selalu siap Tuan."
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arah jalan yang berbelok, seketika Evans membanting kemudinya hingga membuat laju mobil berbelok tajam ke arah kiri dan membuat kedua ban mobil sebelah kanan terangkat. Alex langsung membuka pintu belakang mobil dan merebahkan tubuhnya hingga keluar dari badan mobil dengan menjadikan kedua kakinya sebagai tumpuan pada kursi. Alex mulai menembaki satu persatu anak buah Rudolph hingga kelima mati seketika dengan bersimbah darah.
Selesai dengan serangan itu, Evans menginjak rem pada mobilnya dalam-dalam. Menimbulkan suara decitan dari ban mobil yang terdengar sangat keras memenuhi seisi dermaga. Begitu mobil terhenti, Alex keluar dengan cepat dan langsung melindungi dirinya di belakang badan mobil, diikuti oleh Evans yang juga sudah bersiap dengan dua pistol di kedua tangannya.
"Hanya tinggal Rudolph dan seorang pria bersamanya itu. Siapa pria itu ya? Wajahnya seperti tidak asing kulihat."
Alex mempertajam pandangan matanya untuk melihat lebih jelas sosok pria, yang sepertinya sangat dikenalnya.
"David Guetta." Singkat Alex berucap.
"Apa!" Evans menautkan kedua alisnya.
"Dia teman satu angkatan dengan kita sewaktu di akademi CIA dulu."
Mengetahui bahwa musuhnya adalah kawan lamanya, Alex keluar dari tempatnya berlindung sambil terkekeh untuk menyambut pertemuan mereka.
"Tuan." Evans yang ingin menghalangi langkah Alex hanya dapat meraih udara ketika ia terlambat merengkuh tangan Alex.
"Kenapa Tuan Alex keluar? Aku takut mereka menembaknya," batin Evans terus mengamati setiap keadaan yang terjadi dengan menajamkan tatapannya.
Rudolph yang sangat terpukul atas kekalahannya kali ini, begitu menggantungkan harapannya kepada David.
"Ayo David, saya sudah membayar dengan harga mahal jadi jangan kecewakan saya! Bunuh Alex di depan mata saya, sekarang!" kecam Rudolph dengan suara yang lantang.
Perkataan Rudolph membuat David jengah mendengarnya, tanpa berpikir panjang David langsung mengarahkan pistol pada dahi Rudolph yang membuatnya tercekat sangat kaget.
"Apa-apaan ini!" Rudolph terlihat sangat gugup. Bahkan seketika dahinya mulai dibasahi oleh buliran keringat yang seketika muncul bersama rasa takutnya.
"Aku tidak suka diatur! Jika kau berkata sekali lagi, aku tidak akan segan-segan meledakkan kepalamu," ancam David dengan tatapan mata yang tajam ke arah Rudolph.
David memutar tubuhnya. Beranjak pergi meninggalkan Rudolph untuk menghampiri Alex. Sementara Rudolph, hanya menatap kesal kepergian David karena tak terima dengan ancaman dari pria itu.
"Kurang ajar David berani mengancamku. Setelah dia menghabisi Alex, aku akan membunuhnya nanti jika ada kesempatan!" batin Rudolph merencanakan sesuatu dalam pikirannya.
David dan Alex kini sudah saling berhadapan, keduanya memutuskan untuk memulai pertarungan mereka dengan tangan kosong. Keduanya pun sepakat untuk membuang pistol mereka sejauh-jauhnya.
"Ayo kita mulai David." Alex menyunggingkan sebuah senyum licik di wajahnya kepada kawan lamanya itu.
"Sudah sejak dulu di akademi, aku selalu kalah denganmu, tapi sekarang, itu tidak akan terjadi karena aku sudah lebih unggul darimu." David menatap Alex dengan senyum tipisnya. Langkahnya mulai mendekat untuk menyerang yang diawali dengan sebuah tendangan ke arah wajah Alex. Namun, sambil meliukkan tubuhnya Alex berhasil menghindar.
Setelah gagal dengan serangan pertamanya, David kembali menyapu kedua kaki Alex. Akan tetapi, Alex berhasil melompat untuk menghindari serangan kedua dari David. Alex menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan saat tubuhnya meliuk 90 derajat. Tanpa dapat dibaca oleh David, Alex dengan cepat menghentakkan tangannya untuk menjadikan kedua kakinya sebagai sebuah tendangan yang mengarah pada tubuh David. Membuat pria itu beringsut mundur sambil menahan rasa sakit akibat serangan Alex.
Bukannya mengerang kesakitan, David malah terkekeh keras sambil kembali bangkit dari posisinya yang sempat terjatuh.
"Ternyata kau semakin hebat ya Alex." Pujian terucap dari mulut David yang sudah kembali berdiri.
Alex tak mengendurkan kewaspadaannya. Ia sadar bahwa David adalah orang yang licik. Kini Alex kembali memasang kuda-kudanya dan bersiap untuk melanjutkan pertarungan mereka.. Namun, di saat Alex ingin kembali menyerang, pundaknya terasa berdenyut hingga menghentikan gerakannya dan menjadi celah yang mampu dimanfaatkan oleh David untuk menyerang Alex. Benar saja, David dengan mudah mendaratkan sebuah pukulan ke wajah Alex yang tanpa perlindungan itu. Tak hanya dua pukulan cepat yang berhasil mengenai wajah Alex, sebuah tendangan keras pada bagian d**a pria itu membuatnya terpelanting jauh ke belakang.
Evans yang melihat Alex terjatuh, langsung keluar dari persembunyiannya dengan mengarahkan pistolnya pada David, sebagai ancaman agar pria itu tak lagi mendekati Alex yang masih terkapar kesakitan.
"Tuan Alex, apa kau tidak apa-apa?"
"Aku baik-baik saja Evans. Kau tidak usah ikut campur, biar ini jadi urusanku saja!"
Alex mulai bangkit dengan perlahan sambil menepikan tubuh Evans agar menjauhinya.
"Bersiaplah David, serangan ini mungkin bisa membunuhmu!" Alex mengusap bercak darah yang keluar dari sudut bibirnya dengan ibu jarinya.
Sementara itu, David juga tengah bersiap dengan sebuah rencana liciknya untuk dapat menghabisi nyawa Alex.
Pertarungan keduanya tak dapat dihindari lagi. Alex menajamkan kedua matanya dan bersiap untuk menerima serangan dari David.
Bersambung✍️