Dia Tunanganku

1042 Kata
Satu bulan berlalu. Sekarang Naira tengah duduk di bangku taman kota menunggu kedatangan Ardan. Mereka berdua ada janji untuk pergi nonton bersama. Naira sengaja meminta Ardan untuk menjemputnya di taman supaya lelaki itu tidak terlalu kejauhan. Berkali-kali Naira menatap jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya, tetapi Ardan tidak juga kunjung datang. Kaki Naira bergerak gelisah, sesekali dia menengok ke arah gerbang masuk. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Ardan. Setiap ada pengunjung yang datang, Naira sangat berharap itu Ardan, tetapi wajah yang dia lihat membuat gadis itu kecewa. Kemana Ardan? Apa lelaki itu lupa kalau mereka ada janji bertemu hari ini? Naira mencoba menghubungi lelaki itu, tetapi tidak ada jawaban. Naira berpositif thinking, Ardan pasti sedang dalam perjalanan untuk menemui dirinya. Hampir dua jam berlalu dan Ardan masih saja belum datang. Film yang akan mereka tonton akan segera ditayangkan. Hanya tinggal menunggu beberapa manit lagi. "Tidak biasanya kak Ardan telat menjemput. Ada apa dengannya? Apa jangan-jangan terjadi sesuatu di jalan? Baiklah, aku tunggu sebentar lagi, kalau sudah lewat jam tayang aku pulang." Naira mencoba untuk tetap tenang. Dia dengan sabar menunggu kedatangan Ardan. Gadis itu memainkan ponselnya untuk menghilangkan kebosanan. Sebuah game hotel sedikit menghibur Naira dari kegalauan yang melanda. Kalau memang batal, seharusnya Ardan mengiriminya pesan bukan? "Hai, kamu pasti sedang menunggu Ardan, kan?" Suara seorang wanita yang terdengar begitu asing mengalihkan perhatian Naira. Gadis itu cepat-cepat menyimpan ponselnya dan menengok ke arah wanita itu. Wajahnya tidak terlihat jelas karena minimnya penerangan, tetapi Naira yakin kalau gadis itu begitu modis. Sama dengan pada gadis yang dekat dengan Ardan di kampus. "Iya, Kak. Kakak ini siapa, ya?" Naira balik bertanya dengan wajah kebingungan. 'Kamu mending pulang saja. Ardan tidak jadi jalan dengan kamu. Malam ini dia ada janji makan malam denganku," ucap gadis itu santai. Naira tertawa. Dia tidak percaya begitu saja kalau Ardan tidak akan datang. Dia tetap yakin kalau sebentar lagi kakak tingkatnya yang tampan itu akan datang dan memenuhi janjinya. "Malam ini aku dan kak Ardan ada janji menonton. Jadi tidak mungkin dia akan membatalkan begitu saja dan jalan dengan Kakak." Naira menyangkal dengan sopan. Dia tidak ingin dinilai arogan oleh gadis yang tidak dia kenal tersebut. "Kamu kenal dekat dengan Ardan, kan? Coba kamu lihat baik-baik ponsel yang ada di tanganku ini, apa kamu mengingat sesuatu?" Gadis itu tersenyum sambil menunjukkan ponsel milik Ardan. Naira sangat mengenali ponsel milik kekasihnya. Dia cukup terkejut saat mendapati foto yang menjadi wallpaper di ponsel tersebut ternyata seorang gadis asing yang mirip dengan wanita yang ada di hadapannya. Hati Naira mulai tidak karuan. Dia mulai khawatir kalau selama ini Ardan hanya mempermainkannya. "Kamu bisa melihat kalau di sana ada fotoku. Jadi kamu tahu, kan, siapa yang ada di hati Ardan? Sekarang lebih baik kamu pulang, cuci muka, cuci kaki, dan tidur. Hahaha." Tawa mengejek dari gadis itu terdengar. "Tidak mungkin. Kakak pasti salah satu sepupu kak Ardan, kan? Tolong jangan bercanda, Kak. Tidak lucu. Kalau memang kak Ardan sudah ada di sini, dimana dia? Film yang akan kami tonton sudah hampir dimulai." Naira celingukan. Dia mencari dimana sosok Ardan. Tidak berapa lama ketukan sepatu terdengar. Walau penerangan tidak begitu banyak, Naira tetap mengenali postur tubuh lelaki yang sudah satu bulan menjadi kekasihnya tersebut. Dalam balutan kemeja dan celana serba putih, Ardan tampak begitu mempesona. "Kak Ardan, ayo kita pergi. Sebentar lagi film kita akan segera dimulai. Kakak kenapa telat? Jalanan macet, ya? Tapi tidak masalah, ayo kita berangkat sekarang." Naira sudah menghampiri Ardan dan merangkul lengannya. Dia melupakan kalimat-kalimat yang dia dengar dari gadis yang masih ada di antara mereka. Ardan menghela napas panjang. Perlahan pemuda itu melepaskan pelukan lengan yang dilakukan oleh Naira. "Maaf, Nay. Malam ini aku ada jadwal dinner dengan Nessa. Dia tunanganku yang baru pulang dari Aussie." Ardan langsung menggandeng gadis bernama Nessa itu. Membiarkan Naira terjebak dalam kebingungan dan mencoba untuk mencerna apa yang sudah terjadi sekarang. "Jadi maksudnya apa, Kak? Hubungan kita selama ini itu apa?" Naira menuntut penjelasan. Dia tidak mau bingung sendirian. "Kita? Aku cuma memanfaatkan kepolosan kamu yang percaya dengan semua karangan ceritaku. Sebenarnya aku tidak pernah dipaksa apapun oleh keluargaku. Aku sendiri yang memilih untuk hidup dengan sempurna. Belakangan ini aku menjadikan kamu hiburan. Terlebih aku dan Nessa memang sedang menjalani hubungan jarak jauh. Terima kasih untuk waktunya, Naira. Mulai malam ini hubungan kita selesai. Aku harap kamu bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik dari aku," ucap Ardan dengan santai. Dia tidak peduli pada air mata Naira yang perlahan mulai berjatuhan. Sebuah tamparan mendarat cantik di pipi pemuda itu. Naira mendengar Ardan mendesis kesakitan, tetapi tentu saja rasa sakit yang dirasakan pemuda itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang Naira rasakan sekarang. Satu bulan yang dia lalui begitu sia-sia. Naira tidak menyangka dia akan dipermainkan oleh Ardan seperti sekarang. Gadis itu mengambil kotak kecil yang ada di dalam tasnya dan melempar ke wajah Ardan. "Terima kasih untuk satu bulannya yang berharga, Kak. Semoga kakak bahagia dengan pilihan Kakak. Aku tidak menyangka akan menjadi korban penipuan di sini, tapi ya sudahlah, aku tidak peduli. Terima kasih juga untuk kebahagiaan semu yang sudah Kakak kasih buat aku. Satu hal, aku tidak pernah terima dengan perlakuan Kakak padaku. Suatu hari nanti Kakak akan merasakan sakit yang lebih sakit dari yang aku rasakan sekarang. Aku benci Kakak!" Naira berbalik. Dia meninggalkan Ardan dengan hati hancur. Air mata gadis itu bercucuran. Dia merasa menjadi manusia paling bodoh yang ada di muka bumi. "Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Kak? Apa salahku sama kamu? Apa karena selama ini aku selalu memujamu, lalu dengan sesuka hati kamu memanfaatkan kepolosanku? Kamu jahat, Kak! Kamu jahat!" Naura duduk di sebuah bangku yang berada lumayan jauh dari taman. Dia mencoba untuk meredam rasa sakit yang mendera di dadanya. "Katanya mau nonton, kenapa malah menangis sendirian di sini?" Naira sangat mengenali suara itu. Dia langsung menengok untuk memastikan. "Darian? Ke-kenapa bisa kamu ada di sini? Bukannya kamu bilang dunia luar tidak baik untuk kamu?" Sekarang Naira berdiri dan memeriksa kondisi tubuh Ardan. "Aku tidak apa-apa, Naira. Intuisiku meminta aku untuk datang ke sini menghampiri kamu. Kenapa? Apa ada masalah?" "Bagaimana kalau kita berbagi cerita di rumah saja? Aku kedinginan," keluh Naira. Gadis itu memang mengenakan baju lengan pendek. "Baiklah. Ayo kita pulang." Darian menggenggam tangan Naira dan membawa gadis itu kembali ke rumahnya.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN