Tentang Asisten

1024 Kata
Saat pulang dari kampus, Naira tidak menemukan Darian di kamarnya seperti biasa. Kucing jelmaan yang. biasanya tidur di atas kasur Naira itu seakan menghilang tanpa jejak. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya sedikit pun. Naira tentu saja panik. Dia mulai berpikir kalau Darian kembali ke negarinya.Tapi, apa mungkin dia berani pulang tanpa pusaka itu di tangannya? Naira berusaha mencari dengan mrmanggil namanya berulang kali. Setelah meletakkan tasnya di tempat biasa. Naira pergi ke dapur. Dia berniat menanyakan pada bibi tentang hilangnya Darian. Tentu saja Naira tidak akan tinggal diam. Dia sudah sempat berjanji untuk melindungi kucing itu dari bahaya yang mengancam. Tapi saat Naira batu sampai dapur, dia melihat Darian duduk di kursi yang tidak jauh dari dapur. Kucing itu sedang memperhatikan bibi memasak. Naura merasa lega, dia langsung menghampiri sosok Darian dan menggendongnya. "Dia kok bisa keluar, Bi?" tanya Naira penasaran. Dia ingat sekali, dia tidak memberikan akses keluar dari kamar. "Saya tidak tahu, Non. Sejak tadi kucing itu sudah berada di atas kursi. Dari tadi dia hanya diam, anteng, tidak mengganggu bibi masak." Bibi memberikan keterangan, sementara Naira sekarang menatap kucing itu dengan tatapan penuh tanya. "Kalo gitu, aku bawa kucingnya ke kamar ya, Bi. Aku mau tidur sebentar, rasanya capek banget." "Iya, Non. Silakan." Bibi tidak melarang. Dia membiarkan Naira menikmati apa yang semestinya dia nikmati. Gadis itu segera kembali ke kamar dan mengunci pintu. Darian dia letakkan di tengah kasur seperti biasa. Lalu Naira menyusulnya. Gadis itu mulanya telentang, menatap langit-langit kamar, kemudian dia sekarang memilih untuk memiringkan tubuhnya guna melihat Darian. Perlahan kucing itu berubah menjadi manusia. Dia mengagumi sosok yang baru saja menggendongnya itu. Padahal semua sama, tetapi Darian merasakan sebuah perbedaan. Naira menarik perhatiannya. "Kamu kenapa? Tumben keluar dari kamarku. Apa kamu merasa bosan? Maaf, aku belum sempat membelikan kamu mainan. Biasanya kucing tidak akan bosan setelah memiliki mainan di kandangnya." Dengan perlahan, Naira mendaratkan tangannya ke atas puncak kepala Darian. Rambut lembut milik pangeran kucing itu begitu menenangkan. Mereka sering bersama, tetapi rasa tenang yang Naira rasakan baru timbul sekarang. "Aku tidak bosan di kamar ini, Nay. Aku cuma sedang ingin pergi ke luar ruangan. Aku ingin melihat bibimu memasak. Sepertinya dia sangat ahli dengan itu." Darian mengungkapkan kekagumannya. "Iya, bibi memang sangat bisa diandalkan dalam hal memasak. Itulah mengapa dia bekerja sangat lama di rumahku. Menurut cerita ayah, mereka dulu bertemu tanpa sengaja. Saat itu, bibi sedang memulung. Dia baru saja kehilangan tempat kerjanya dan terpaksa melakukan itu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ayah dan ibu langsung tertarik untuk menjadikan bibi asisten di rumah ini." "Bibi bekerja dengan sangat rajin. Dari waktu ke waktu, dia tidak pernah berubah. Kepercayaan orang tuaku ke dia sudah penuh. Itulah mengapa dia diizinkan untuk hanya tinggal bersamaku di sjni. Aku juga sudah berada sangat nyaman di sisi Bibi. Dia seperti ibuku. Tidak banyak menuntut kecuali soal makan. Aku sering melewatkan jam makan malam hanya karena terlalu malas." Naira menceritakan sedikit pengalaman keluarganya saat menemukan bibi yang sekarang bekerja penuh waktu di rumahnya. Dia juga tidak menyangka kalau bibi akan betah dan mau bertahan hingga hari ini. "Kisah bibimu hampir sama dengan kisah juru masak di negeriku. Hanya saja bedanya, saat itu dia menjadi kucing gelandangan. Dia makan dengan mengais tong sampah dari rumah ke rumah. Aku yang melihatnya begitu kesulitan tidak tega. Kami mengobrol berdua, Menanyakan banyak hal tentang dirinya. Hingga aku tahu kalau hobinya memasak." "Setelah itu, aku bawa dia ke istana dan memintanya untuk membersihkan diri. Aku memberikan beberapa pakaianku untuk dia pakai. Setelah beberapa saat kemudian, barulah aku mengajaknya ke dapur untuk melihat keahliannya..Saat itu yang menarik bagiku tentu saja rasa makanannya. Itu sangat nikmat." "Sungguh, setelah pertemuan itu aku menjadikannya koki istana. Sampai detik ini, dia tidak pernah meminta berhenti. Dia juga tidak pernah membahas rasa bosannya terus berada di dapur istana. Seandainya dia sampai memutuskan untuk keluar, aku pasti akan mencari cara tentang bagaimana dia tetap tinggal. Aku dan keluargaku sudah sangat terbiasa dengan makanan olahan koki istana kami." "Waw, cerita yang sangat menarik. Ternyata hampir sama, ya? Aku juga tidak akan membiarkan bibi meninggalkan rumah ini. Ayahku tidak akan segan untuk menaikkan gajinya supaya dia tetap bertahan. BIbi sangat penting dalam kehidupan kami, Darian." "Aku paham, Naira. Aku bisa melihat bagaimana kompaknya kalian berdua. Hampir saja terlihat seperti ibu dan anak. Aku jadi teringat saat pertama kali aku bertemu dengan kalian malam itu. Bibi sangat mengkhawatirkan aku sama seperti kamu. Aku yang paling beruntung di sini." "Kamu? beruntung seperti apa, Darian?" "Ya ... beruntung. Aku bisa bertemu dengan manusia yang baik seperti kalian. Seandainya saja malam itu kalian membiarkan aku tergeletak di halaman, mungkin aku sudah mati mengenaskan dengan luka parah. Itu artinya aku tidak salah pilih." Ingatan Naira kembalj ke masa itu. Masa dimana dia mengangkat tubuh Darian dari tanah. Dia masih sangat ingat bagaimana kondisinya saat pertama kali ditemukan. Bersimbah darah dengan bebetapa luka di tubuhnya. Alasan Naira saat itu mau menolong Darian tentu saja soal masa lalu kucingnya. Dia tidak ingin membiarkan Darian mati begitu saja dengan kondisi yang terluka parah. Saat itu Naira sempat khawatir kalau Datian tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan mereka. "Sudah sewajarnya aku melakukan itu, bukan? Aku tidak bisa membiarkan kamu berada di luar sana dengan kondisi udara yang cukup dingin. Aku takut kamu mati, Darian. Kalau itu karena peperangan, apa itu artinya peperangan di daerahmu sangat mengerika." "Bisa dikatakan begitu, Naira. Kami saat itu tengah berada dalam peperangan antara hidup dan mati. Aku tidak bisa membiarkan Aiden menang begitu saja. Sayang sekali sekarang dia pasti sudah menempati tahtaku. Mau bagaimana lagi. Aku terpaksa tetap berada di sini sampai misi rahasiaku terselesaikan." Misi pencarian permata, itu yang tengah Darian lakukan sekarang. Itu juga yang menjadi alasan kenapa dia keluar kamar. Dia merasakan keberadaan permata itu, hanya saja setelah keluar dia tidak menemukan apapun. "Darian, pasti sudah ya ... berada dalam keadaan yang masih ada peperangan di dalamnya? Aku saja tidak ingin membayangkan tentang bagaimana rasanya hidup di zaman penjajah dulu. Mendengar ceritanya saja itu sudah membuatku bergidik ngeri," ungkap Naira serius. "Memang lebih baik sekarang, Naira. Hidup di sini lebih tenang dan menyenangkan." "Kalau begitu, tetaplah di sini, Darian." "Tidak bisa. Aku harus menyelamatkan keluargaku, Naira. Mereka dalam bahaya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN