Apa?
Presdir?
Elsa mematung di tempat mendengar apa yang disampaikan Direktur Yono. Padahal ini adalah hari pertamanya bekerja. Juga belum pernah berhadapan langsung dengan presdir. Bahkan dia tidak tahu seperti apa wajah presdir perusahaan ini. Sepertinya agak mustahil jika presdir ingin bertemu dengannya.
"Elsa, kenapa kamu termenung? Cepat pergi ke lantai 55." Direktur Yono memberi sebuah ID card. Elsa bergegas mengambilnya dan pergi dari ruangan itu.
Dalam perjalanan menuju lantai 55, Elsa terus berharap harap cemas memikirkan apa yang akan dialaminya setelah bertemu dengan presdir. Entah kenapa dia menjadi tidak tenang. Pikiran buruk membuat bulu kuduknya berdiri.
"Tenang Elsa, jangan cemas!" Elsa menatap bayangannya di pantulan lift, memperbaiki kacamata serta gelungan rambutnya.
...
Di lantai tertinggi gedung Sander Group.
"Aku katakan sekali lagi padamu. Jangan pernah lagi membawa sekumpulan orang tak berotak sebagai sekretaris, atau jatah libur tahunanmu akan kupastikan hangus. Ingat itu!"
Hanz hanya menundukkan kepala menerima amukan Theo. Setelah tuannya itu lebih tenang, dia baru membuka mulutnya. "Tuan, masih ada satu lagi kandidat yang akan datang."
Theo menaikkan sebelah alisnya mendengar penuturan Hanz.
"Terserah ... Jatah libur tahunanmu akan hangus jika dia sama seperti orang-orang tak berotak sebelumnya." Theo memutar kursi kerjanya dan membaca sebuah artikel.
Hanz tersenyum pahit. Dalam hati dia mendumal, Tuan, semua yang datang adalah orang-orang terpilih. Hanya saja standar penilaianmu terlalu tinggi sehingga mereka tampak bodoh.
Di saat ini, terdengar suara dari luar ruangan. Hanz yang masih menundukkan wajahnya segera berlalu keluar. "Itu pasti dia!" batinnya.
Theo sekilas melirik dengan acuh tak acuh, lalu kembali fokus dengan artikel di tangannya.
Di luar ruangan, Elsa merapatkan tangan yang gemetar. Tidak tahu kenapa, tapi ada perasaan cemas dan tidak tenang memikirkan dirinya akan berhadapan dengan pemimpin tertinggi perusahaan.
Dalam pikirannya spontan menggambarkan seorang pria tua berambut putih dengan perut buncit. Wajahnya pasti menyeramkan!
Bagaimana ini? Atau aku kembali saja?
Elsa menelan saliva dengan jantung berdegup kencang. Pada saat yang sama, pintu terbuka dan seorang pria muncul di hadapannya.
"Kita bertemu lagi, ...."
Hanz menyapa dengan wajah datar dan ekspresi ala kadarnya.
Elsa menyipitkan mata, ada begitu banyak pertanyaan muncul dalam benaknya melihat siapa pria di depannya.
Tentu dia ingat dengan pria ini yang mengendarai mobil dan memercikkan genangan air ke bajunya. Elsa ingin meminta pertanggung jawaban, tapi ia ragu karena merasa Hanz memiliki kedudukan tinggi di Sander Group.
Ia baru bekerja satu hari, jadi tidak perlu menyinggung orang. Selama ia masih bekerja di sini, dalam satu bulan ia bisa membeli puluhan bahkan ratusan pakaian yang sama. Gajinya 15 juta perbulan. Itu nominal yang luar biasa besar baginya.
"Direktur Yono, meminta saya untuk datang ...."
"Saya tahu, saya juga yang meminta Direktur Yono untuk memanggilmu."
Mata besar Elsa berkedip dua kali. "Ja-jadi Anda adalah Presdir Theo?"
Hanz tertegun beberapa saat, lalu berkata pada Elsa. "Presdir Theo ada di dalam. Kamu di sini untuk menjadi sekretarisnya."
"A-apa? Sekretaris?" Elsa seperti tidak bisa mendengar dengan benar. Dia membenarkan kacamata tebalnya dengan bingung sambil bertanya pada Hanz.
Tapi Hanz tidak mau dengar, dia lanjut menyampaikan. "Tugas pertama kamu adalah mendapatkan kepercayaan Presdir Theo. Selama kamu berhasil mendapatkan kepercayaannya, gaji kamu akan naik menjadi 20 juta per bulan. Masih ada bonus, tunjangan dua kali lipat dan akan mendapat jatah cuti tahunan."
Elsa hampir meneteskan liur mendengar begitu banyak keuntungan yang ditawarkan kepadanya. Meski gaji yang akan diperolehnya sebagai sekretaris direktur cukup memuaskan, sebagai orang yang realistis, Elsa juga menyukai uang. Terlebih dia memiliki banyak kebutuhan, bisa mendapatkan gaji lebih besar, tentu ia menjadi bersemangat.
"Sekarang masuk, Presdir Theo sudah ada di dalam."
Elsa mengangguk, tapi langkahnya kembali berhenti ketika tangan sudah menyentuh dahan pintu.
"Bagaimana jika gagal?" Elsa tidak tahu bagaimana sifat presdir ini. Khawatirnya di dalam ruangan ini adalah pria tua yang sangat sulit dihadapi.
Hanz menarik sedikit sudut bibirnya ketika mendengar pertanyaan Elsa. "Jika kamu gagal, maka tidak perlu kembali lagi ke perusahaan ini."
Deg!
Jantung Elsa seperti berhenti satu detik mendengar kalimat Hanz. Dia menatapnya dengan dua alis yang menyatu dan ingin mengatakan sesuatu.
Hanz seolah tahu apa yang ingin disampaikan Elsa, dia langsung membungkamnya. "Menyerah juga dihitung kalah. Sejak kamu datang ke sini, tidak ada kata untuk menyesalinya."
Mulut Elsa seketika menjadi kelu. Sungguh tak menyangka di hari pertama bekerja sudah berada dalam situasi hidup dan mati. Ini benar-benar konyol!
Perlahan Elsa mendorong pintu dan membukanya. Begitu masuk, pandangannya langsung tertuju pada sosok pria berwajah dingin yang sibuk dengan majalah bisnis di tangannya.
Tubuh Elsa menjadi tegang ketika melihat secara jelas wajah pria itu. Tidak lain adalah pria yang duduk di kursi belakang Mercedes Benz hitam saat itu.
Dia presdir?
Elsa kembali mengingat bagaimana sikapnya yang marah-marah di parkiran. Seketika wajahnya berubah pucat.
Mati aku! Aku akan dipecat ....
Elsa takut sampai kakinya gemetar, tapi dia tetap memaksakan diri untuk mendekat.
"Presdir Theo ...."
Theo meletakkan majalahnya dan melirik Elsa dengan malas. Tapi ekspresinya dengan cepat berubah saat menyadari di hadapannya adalah seorang wanita.
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Asisten Hanz, dia yang meminta saya untuk menjadi sekretaris Anda." Elsa sama sekali tak berani mengangkat wajahnya. Khawatir Theo akan mengenalinya.
"Hanz?" Theo tahu, sebelumnya Hanz mengatakan masih memiliki satu orang lagi yang tidak mengecewakan. Tapi sungguh mengejutkan ternyata adalah seorang wanita. Dan lagi, dia bermata empat dan penampilannya sangat jauh di bawah standar.
Theo tak habis mengerti bagaimana Hanz mengambil keputusan ini.
"Di antara ratusan orang yang ingin bekerja di sini, dia malah memilih wanita jelek sepertimu? Matanya bermasalah!"
"..."
Elsa tak berani menyangkal, dia mengepalkan tangan sembari berusaha menahan kekesalan ketika dimaki oleh Theo. Hirup nafas dan buang ....
Setelah menjadi lebih tenang, Elsa perlahan mengangkat wajahnya dan tersenyum.
"Presdir Theo, bukankah hal lumrah bagi Anda untuk dikelilingi wanita cantik dan seksi? Sesekali Anda harus merasakan bagaimana berinteraksi dengan wanita jelek tapi menarik."
Theo memicingkan mata. "Menarik? Bagian mana dari tubuhmu yang terlihat menarik? Jelaskan yang mana!"
Egh...
Elsa kehilangan kata-kata mendengar kalimat ini. Wajahnya memerah padam. Padahal ia sama sekali tidak membahas tentang tubuhnya, tapi kenapa pria ini malah fokus dengan tubuhnya?
"Saya dapat membuat kopi untuk Anda," seru Elsa memasang senyum yang dipaksakan.
Theo kembali memicingkan mata. "Apa kamu datang untuk menjadi pembantu?"
Kalimat Theo untuk kedua kalinya membuat Elsa kehilangan kata-kata. Ekspresi wajahnya terlihat lebih buruk dari sebelumnya.
Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak mau menjadi asistenmu, Tuan yang terhormat. Aku benar-benar tidak memiliki pilihan, batinnya.