Keesokan paginya, seperti kemarin, Elsa berangkat bekerja dengan kacamata tebal serta menggelung rambutnya. Semua berjalan baik sampai dirinya memasuki wilayah kantor.
"Lihat! Itu dia ...."
"Benar, dia orangnya!"
Elsa benar-benar tidak tahu, tapi setiap orang yang berpapasan dengannya, entah itu penjaga keamanan, petugas kebersihan, bahkan pegawai yang baru saja datang. Mereka menatap ke arahnya dengan tatapan jijik dan sinis.
Elsa merasa risih karena dipandang seperti begitu memalukan. Dia berjalan lebih cepat dan akhirnya sampai di lobi. Tapi apa yang tidak disangka olehnya, begitu masuk malah semakin banyak pasang mata dengan tatapan yang tak jauh berbeda.
"Kenapa mereka menatapku begitu? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" gumam Elsa yang spontan membenahi kacamatanya.
Di sisi lain, Lidya berjalan menghampirinya. "Elsa, apa kabar itu benar?"
Ketika bertanya, mata Lidya seperti buah anggur yang berkilau. Tampak wajah-wajah ingin bergosip yang membuat Elsa semakin menatapnya heran.
"Kabar apa? Kamu juga bersikap aneh. Kalian semua aneh!"
Lidya mengulum senyum, dia lalu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pada Elsa perbincangan panas di forum resmi perusahaan. "Kamu baru bekerja, tentunya belum bergabung dengan forum resmi perusahaan. Tapi pada saat ini, semua orang sedang membicarakanmu yang menggoda Presdir."
Mata Elsa hampir melompat keluar ketika mendengar ucapan Lidya. "Apa? Menggoda?"
Awalnya Elsa tidak terlalu tertarik untuk melihat berita pada forum. Tapi ketika mendengar berita buruk tentangnya, bahkan menuduhnya menggoda Presdir, ia benar-benar marah.
"Kenapa semua orang mengatakan omong kosong? Aku sungguh tidak ada hubungan dengan pria galak itu."
Mendengar tanggapan Elsa, Lidya tertawa lirih sambil menutup mulutnya. Dia pun berkata dan masih berusaha meredakan tawa. "Sungguh, aku baru pertama kali mendengar ada yang menyebut Presdir Theo seperti itu. Kamu tahu, kamu yang pertama. Dan mungkin satu-satunya ...."
Tidak tahu ini pujian atau sindiran, tapi Elsa tidak mau terlalu memikirkannya. Lagi pula pria itu memang ketus dan galak. Tidak salahkan untuk menyebutnya demikian?
Ehem!
Elsa terperanjat dan cepat-cepat memutar tubuhnya begitu mendengar dehaman dari belakang. Ekspresinya langsung berubah pucat saat melihat dia wajahnya dingin berdiri tepat di depannya.
"Pagi Presdir Theo!" Lidya tahu situasi. Dengan cepat dia pamit dan pergi menyelamatkan diri.
Tapi berbeda dengan Elsa, keberanian yang biasa selalu ada dalam dirinya, seolah bersembunyi di bagian terdalam. Sialnya, dia tidak memiliki kesempatan untuk kabur sekarang.
"Pa-pagi Presdir Theo! Anda sudah datang?"
Theo menaikkan satu alisnya, berkata dengan dingin. "Kamu tidak melihat? Sudah empat mata tapi juga tidak melihat dengan jelas."
Ugh...
Itu benar. Elsa merasa bodoh dengan pertanyannya sendiri. Untuk menutupi rasa malu Elsa segera mengubah topik pembicaraan.
"Presdir Theo, hari ini pasti sibuk. Anda ingin dibuatkan kopi?"
Theo sudah siap berjalan, mendadak ia berhenti. Tanpa menoleh lalu memberitahu Elsa kopi yang dia inginkan. "Cappucino. Tiga puluh menit ...."
Elsa tertegun sejenak. Padahal ia hanya basa-basi, tidak menyangka Theo benar-benar menyuruhnya membuatkan kopi.
Bukankah dia mengatakan kopi buatannya biasa saja?
Elsa terus mengutuk dalam hati, tidak sadar jika Theo telah pergi.
Lidya yang sebelumnya mengambil langkah meninggalkan Elsa perlahan muncul dari balik pilar sambil mengendap-endap. Dia seperti pencuri yang sedang mengamati situasi.
Huft...
"Elsa, kamu baik-baik saja?"
Tepukan ringan Lidya menyadarkan Elsa.
"Aku baik-baik saja."
Lidya melihat bayangan Theo dan Hanz yang baru saja memasuki lift, keningnya berkerut lalu memandang Elsa. "Kamu bahkan berani menawarkan kopi untuk Presdir Theo? Banyak pegawai yang dipecat hanya karena masalah ini. Kamu tidak tahu, betapa selektifnya Presdir Theo."
Elsa hanya tersenyum masam saat Lidya mengatakan ini. Sekarang dia merasa Theo memintanya membuat kopi mungkin adalah satu cara untuk memecatnya.
Oh tidak!
Elsa melihat jam tangannya, dia hampir lupa jika bos galak itu hanya memberinya waktu tiga puluh menit.
Aku harus cepat, atau dia akan terus mencari kesalahanku.
Elsa berlari hendak masuk ke lift khusus presdir, Lidya menghentikannya. "Kamu tidak bisa menaiki lift presdir, lift pegawai ada di sana!"
Sejenak Elsa tertegun dengan peringatan Lidya, dia menoleh pada lift yang tidak begitu jauh dan menatap lift di depannya.
Lift presdir?
Pantas saja saat itu asisten Hanz menegurnya saat memasuki lift, tapi .... Saat ini Elsa tidak ingin terlalu memikirkannya. Ia harus segera membuat kopi dan mengantar ke lantai 55.
...
"Permisi, Presdir Theo!"
Theo yang bergelut dengan laptopnya perlahan melirik jam di depannya. "Lebih satu menit."
"..." Elsa kehilangan kata untuk menghadapi sikap Theo. Bukankah hanya satu menit? Ini juga karena harus menyesuaikan suhu agar sesuai dengan kriterianya.
Theo mengangkat alisnya melihat raut kesal di wajah Elsa. "Kamu marah?"
"Tidak."
Elsa tersadar dan dengan segera memasang senyum di wajahnya. Dia berjalan mengantar secangkir cappucino itu ke meja Theo dan berniat kembali ke ruangannya.
Namun, Theo tiba-tiba berdiri lalu dalam sekejap sudah berada di samping Elsa. Matanya menatap dari atas ke bawah, seolah dirinya adalah stylish profesional.
Elsa yang risih terus menundukkan kepala. "Presdir Theo, apa ada yang salah?"
Hem...
Theo tidak menjawab dengan jelas, dia berjalan ke sofa dan mengambil tas belanjaan. "Satu jam lagi ikut denganku ...."
Elsa menerima tas itu dan melihat ada satu set pakaian wanita di dalamnya. Keningnya bertahap mengernyit, mulai menatap Theo yang duduk kembali di tempatnya dengan acuh tak acuh.
"Presdir Theo ... Pakaian ini?"
"Sebagai sekretaris ku kamu datang dengan pakaian kumal seperti itu? Orang lain akan mengira aku memperlakukan karyawan ku dengan buruk. Ganti pakaianmu dan bersiaplah."
Oh...
Theo menaikkan alisnya melihat ekspresi Elsa. "Kenapa? Kamu tidak berpikir aku mengajakmu kencan, kan?"
Elsa dengan segera menepis. "Te-tentu saja tidak. Presdir Theo begitu berwibawa, bagaimana mungkin mengajak wanita jelek seperti saya untuk berkencan."
"Ternyata kamu cukup sadar diri." Theo menunjuk satu pintu di ruangannya, lalu berkata, "Kamu bisa berganti di sana."
Elsa spontan mengikuti telunjuk Theo, matanya sedikit memicing. "Mungkin lebih baik saya berganti di ruangan lain."
"Kamu berpikir aku mencoba mencari keuntungan? Melihat patung jauh lebih baik dari pada mencoba mengintipmu."
Seperti ada puluhan belati yang menusuk hatinya, kalimat Theo benar-benar kejam! Tapi Elsa tidak punya pilihan, tanpa banyak berdebat memasuki ruangan itu.
Lima menit kemudian Elsa keluar dengan balutan dress kantor berwarna lavender yang cukup elegan.
Theo perlahan mengangkat wajahnya dan memperhatikan Elsa. Memang benar kata pepatah, pakaian yang tepat akan membuatmu bersinar.
Penampilan Elsa yang anggun dan feminin berhasil membuat Theo tertegun beberapa saat. Sampai perhatiannya tertuju pada kacamata tebal yang sangat mengganggu pandangan.
"Kamu tidak bisa melepasnya?"
"Apa?" Elsa tentu tahu apa yang dimaksud Theo. Hanya saja ia tidak perlu menurutinya, kan?
Theo memutar kepalanya dan kembali fokus dengan laptopnya. "Tidak ada, kamu kembalilah. Setengah jam lagi kamu datang kemari."