Hati bergetar

1523 Kata
Tupa tahun itu hilang. Keegoisan memang selalu menghalangi seseorang untuk melakukan kebersamaan kembali. Uraian isak tangis terus mengalir melewati pipi. Fero melihat sang istri yang menangis seperti itu merasa iba, dikala bersamaan ada desiran aneh yang tiba-tiba muncul, ada keinginan juga untuk merengkuh badan yang tengah bergetar di hadapannya tapi egonya yang terlalu besar mengalahkan rasa itu. Mia terus menangis, ia butuh pelukan dari orang di sekitarnya tapi kenyataannya orang yang sudah sah beberapa jam yang lalu menjadi suaminya kini tidak ada niatan untuk memeluk hanya untuk sekedar menenangkan jiwanya. Ingin rasanya ia lari dan memeluk erat sang suami, tapi ia sendiri tidak berani jika harus melakukannya lebih dulu. Sang mertua yaitu Mamah dari Fero sudah pergi semenjak beberapa jam yang lalu. Sang Mamah juga pergi disaat tangisan sang mantu sudah mulai reda. Tapi, sekarang dia sudah lebih baik, Mia menarik nafas dalamnya, sungguh dia malu terus menangis di hadapan sang suami tapi apa boleh buat dia juga punya perasaan selembut sutera, lagi pula siapa yang tidak akan menangis jika melihat orang tuanya sendiri meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Tidak sanggup menahan malu lagi, Mia pun segera bangkit dari sana dan mengambil beberapa gamis serta jilbab syar'inya tak lupa sepasang niqab yang selalu jadi andalan untuk dirinya menutupi sebagian wajahnya. Dengan menundukkan kepalanya agar terlihat sopan kepada suami, karena Mia juga harus menghormati Fero selaku dari suaminya. Berjalan dengan langkah kaki yang masih gemetar Mia berusaha menguatkan keteguhan hatinya. Tangan yang mungil dipaksa untuk memegang knop pintu kamar mandi tersebut. Setelah pintu itu terbuka Mia langsung menuju wastafel. Perlahan … Mia buka niqobnya, dia pandang pantulan wajahnya di kaca hadapannya. Mata sembab mendominasi di area sekitar matanya, ingatan demi ingatan terus berputar di kepalanya, dari kenangan yang bahagia sampai kenangan yang terburuk. Ingin rasanya Mia menyalahkan takdir dari Tuhannya. Tapi dirinya teringat saat mengikuti kajian dimana menjelaskan tentang larangan menangisi seorang yang telah meninggal. Dimana hadits itu menjelaskan Dalam kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab 'Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin,' yang digelar kanal dakwah Rodja, Ustadz Mubarak Bamualim Lc, MHI menjelaskan, menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya . Masudnya, berlebihan dalam menangis, tak rela dengan keputusan Allah Subhanahu wa ta'ala. Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan, أمَّا النِّيَاحَةُ فَحَرَامٌ، وَسَيَأتِي فِيهَا بَابٌ فِي كِتابِ النَّهْيِ، إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى. “Adapun niyahah (meratapi mayat) dengan mengucapkan kalimat-kalimat ketika menangisi mayat itu, hukumnya adalah haram. Dan nanti akan dibahas satu bab tertentu dalam dalam kitab tentang kumpulan larangan-larangan, insyaAllahu Ta’ala.” logo sindonews home muslimah Bolehkah Menangisi Orang yang Sudah Meninggal? Widaningsih Selasa, 27 April 2021 - 13:28 WIB Bolehkah Menangisi Orang yang Sudah Meninggal? Menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya. Foto ilustrasi/ist facebook sharing buttontwitter sharing buttonlinkedin sharing buttonwhatsapp sharing button Semua yang bernyawa pasti akan mati. Karena hidup sesungguhnya, menunggu giliran kapan kita kembali kepada sang pencipta Allah Subhanahu wa ta'ala. Namun, ketika mendengar kematian , tak sedikit di antara kita yang menangisi kepergiannya. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Lantas, apakah menangisi jenazah atau orang yang meninggal diperbolehkan? Baca juga: Menangislah Saat Berdoa! Dalam kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab 'Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin,' yang digelar kanal dakwah Rodja, Ustadz Mubarak Bamualim Lc, MHI menjelaskan, menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya . Masudnya, berlebihan dalam menangis, tak rela dengan keputusan Allah Subhanahu wa ta'ala. Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan, Baca Juga: Kalam Indah Ustaz Muchlis Al-Mughni Perintah Puasa Datang di Bulan Syaban, 15 Tahun Setelah Kenabian أمَّا النِّيَاحَةُ فَحَرَامٌ، وَسَيَأتِي فِيهَا بَابٌ فِي كِتابِ النَّهْيِ، إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى. “Adapun niyahah (meratapi mayat) dengan mengucapkan kalimat-kalimat ketika menangisi mayat itu, hukumnya adalah haram. Dan nanti akan dibahas satu bab tertentu dalam dalam kitab tentang kumpulan larangan-larangan, insyaAllahu Ta’ala.” Baca juga: Doa Agar Bisa Menahan Amarah Selama Berpuasa وَأمَّا البُكَاءُ فَجَاءتْ أحَادِيثُ بِالنَّهْيِ عَنْهُ، وَأنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أهْلِهِ، وَهِيَ مُتَأَوَّلَةٌ ومَحْمُولَةٌ عَلَى مَنْ أوْصَى بِهِ، وَالنَّهْيُ إنَّمَا هُوَ عَن البُكَاءِ الَّذِي فِيهِ نَدْبٌ، أَوْ نِيَاحَةٌ، “Adapun menangisi jenazah, banyak hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam melarang menangis. Dan bahwasanya satu mayat diadzab lantaran tangisan keluarganya. Larangan tersebut tentu dibawa kepada makna seseorang mewasiatkan agar kalau dia meninggal supaya ditangisi. Sedangkan yang dimaksud dengan larangan di sini adalah larangan yang disertai dengan nadb atau niyahah.” "Nadb yaitu seseorang menyebutkkan kebaikan-kebaikan dan kedudukan mayit ketika menangisi. Sedangkan niyahah yaitu menangisi mayat dengan mengungkapkan perasaan yang ada dalam diri seseorang dan dengan suara yang keras,"urai Ustadz Mubarak. logo sindonews home muslimah Bolehkah Menangisi Orang yang Sudah Meninggal? Widaningsih Selasa, 27 April 2021 - 13:28 WIB Bolehkah Menangisi Orang yang Sudah Meninggal? Menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya. Foto ilustrasi/ist facebook sharing buttontwitter sharing buttonlinkedin sharing buttonwhatsapp sharing button Semua yang bernyawa pasti akan mati. Karena hidup sesungguhnya, menunggu giliran kapan kita kembali kepada sang pencipta Allah Subhanahu wa ta'ala. Namun, ketika mendengar kematian , tak sedikit di antara kita yang menangisi kepergiannya. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Lantas, apakah menangisi jenazah atau orang yang meninggal diperbolehkan? Baca juga: Menangislah Saat Berdoa! Dalam kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab 'Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin,' yang digelar kanal dakwah Rodja, Ustadz Mubarak Bamualim Lc, MHI menjelaskan, menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya . Masudnya, berlebihan dalam menangis, tak rela dengan keputusan Allah Subhanahu wa ta'ala. Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan, أمَّا النِّيَاحَةُ فَحَرَامٌ، وَسَيَأتِي فِيهَا بَابٌ فِي كِتابِ النَّهْيِ، إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى. “Adapun niyahah (meratapi mayat) dengan mengucapkan kalimat-kalimat ketika menangisi mayat itu, hukumnya adalah haram. Dan nanti akan dibahas satu bab tertentu dalam dalam kitab tentang kumpulan larangan-larangan, insyaAllahu Ta’ala.” Baca juga: Doa Agar Bisa Menahan Amarah Selama Berpuasa وَأمَّا البُكَاءُ فَجَاءتْ أحَادِيثُ بِالنَّهْيِ عَنْهُ، وَأنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أهْلِهِ، وَهِيَ مُتَأَوَّلَةٌ ومَحْمُولَةٌ عَلَى مَنْ أوْصَى بِهِ، وَالنَّهْيُ إنَّمَا هُوَ عَن البُكَاءِ الَّذِي فِيهِ نَدْبٌ، أَوْ نِيَاحَةٌ، “Adapun menangisi jenazah, banyak hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam melarang menangis. Dan bahwasanya satu mayat diadzab lantaran tangisan keluarganya. Larangan tersebut tentu dibawa kepada makna seseorang mewasiatkan agar kalau dia meninggal supaya ditangisi. Sedangkan yang dimaksud dengan larangan di sini adalah larangan yang disertai dengan nadb atau niyahah.” "Nadb yaitu seseorang menyebutkkan kebaikan-kebaikan dan kedudukan mayit ketika menangisi. Sedangkan niyahah yaitu menangisi mayat dengan mengungkapkan perasaan yang ada dalam diri seseorang dan dengan suara yang keras,"urai Ustadz Mubarak. Intinya adalah meratapi mayat hukumnya adalah haram. Tetapi seseorang menangis karena dia ditinggal mati oleh keluarganya, maka ini hal yang dibolehkan, dengan syarat tanpa mengeluarkan kalimat-kalimat yang menunjukkan tidak ridha kepada takdir Allah. Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menangis tanpa ratapan ketika ada yang meninggal, ada sejumlah hadis dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya: Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pernah menjenguk Sa’ad bin Ubadah ketika sakit. Yang menyertai beliau Shallallahu ‘Alaihi wa sallam ketika menjenguk di antaranya adalah Aburrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhum. Setelah sampai, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pun menangis. Ketika yang hadir di situ melihat tangisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, maka mereka pun menangis. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda: ألاَ تَسْمَعُونَ؟ إنَّ الله لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَينِ، وَلاَ بِحُزنِ القَلبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهذَا أَوْ يَرْحَمُ. وَأشَارَ إِلَى لِسَانِهِ. “Dengarkan, sesungguhnya Allah tidak mengadzab orang yang meninggal itu lantaran tetesan air mata, dan Allah pun tidak mengadzab jenazah lantaran hati yang sedih, akan tetapi Allah mengadzab atau merahmati mayat tersebut lantaran ini (lisan).” Dan beliau memberi isyarat pada lisannya. (Muttafaqun ‘alaih) Menurut Ustadz Mubarak, yang juga Ketua STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya tersebut, hadis ini menjelaskan kepada kita tentang perilaku dan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, Sayyidul Mursalin, Imamul Muttaqin. Bagaimana belia sebagai seorang Rasul, seorang Nabi, seorang pemimpin kaum muslimin, beliau memberikan kepada kita contoh dengan menjenguk Sa’ad bin Ubadah, salah seorang sahabatnya yang mulia, ketika sakit. Ini adalah contoh perilaku yang amat baik dan contoh teladan yang sangat mulia, dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau menjenguk jika ada di antara sahabat beliau yang sakit. Di dalam hadis ini juga kita mengetahui adanya sejumlah sahabat yang bersama-sama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjenguk Sa’ad bin Ubadah. Ini menunjukkan bolehnya sejumlah orang menjenguk orang yang sakit, selama tidak menyakiti/mengganggu orang yang sakit itu. Tetapi kalau memang harus masuk satu per satu, itu pun kita tetap mengikuti. Intinya bahwa menjenguk orang yang sakit dalam jumlah yang cukup banyak sebagaimana disebutkan dalam hadis, ini dibolehkan. Hadis ini juga menunjukkan bahwa antara para sahabat satu dengan yang lainnya saling mencintai, saling mengingat, dan ini perilaku mereka Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN