Prolog
Miandhita permata, wanita 27 Tahun. Cadar kini telah menutupi sebagian wajahnya, perubahan diri yang dilakukan oleh Mia membuat semua keadaan di sekitarnya juga ikut berubah. Perusahaan tempat di mana ia bekerja harus terpaksa mengeluarkannya karena banyak menerima isu tidak enak dari luaran sana.
Benar-benar sangat disayangkan padahal kinerja Mia selama ini belum pernah ada yang mengecewakan. Malah kebalikan dari semua, hadirnya Mia malah membawa kemajuan pesat untuk perusahaan tersebut, namun hanya karena lantaran isu tidak enak yang diterima perusahaan, begitu juga dengan klien yang tiba-tiba membatalkan kontrak kerja dan sulit untuk mencari gantinya.
Maka dengan amat terpaksa Perusahaan lebih memilih untuk kehilangan karyawan terbaiknya seperti Mia. Sedangkan karyawan lain yang tak suka dengan Mia, ikut bersorak-sorai dengan keputusan tersebut.
Pihak perusahaan berasumsi hal itu terjadi akibat ulah dari perubahan Mia yang dilakukan dalam dirinya. Tidak ingin mencoret nama baik perusahaan dan tidak mau menanggung kerugian lebih banyak lagi atas pembatalan kontrak kerja samanya maka semua sepakat mengeluarkan Mia.
Mengingat juga keadaan image wanita bercadar dianggap bagian dari kelompok teroris, masih melekat kental bagi sebagian masyarakat yang ada di Indonesia. Lantas Mia bisa apa? Jika keputusan itu sudah bulat dikeluarkan oleh perusahaan untuknya.
Selain dikeluarkan dari perusahaan tempat ia bekerja, perubahan tersebut juga membawa dirinya ditentang keras oleh keluarga besar, hingga pengucilan dan pengusiran harus ia terima dengan begitu pahit.
Wirawan dan Chesytiani selaku orang tua Mia yang diharapkan dapat mendukung perubahan baik dirinya, malah berbanding terbalik dengan apa yang diharapkannya!
Kala itu ia masih punya Winda wanita berumur sama 27 tahun dengan dirinya, sahabat satu-satunya yang masih bertahan untuk selalu ada didalam kehidupannya. Tapi Sang kehendak berkata lain, Winda pergi mendahuluinya, dimana Winda tidak akan pernah kembali lagi ke dalam hari-harinya. Hanya jiwa Winda yang bisa hadir dalam hatinya tapi tidak dengan raganya.
Berbeda dengan Mia, Winda sudah menikah dengan seorang pria yang sepaham juga dengan agamanya. Namun keduanya belum dikaruniai seorang anak. Sungguh keduanya sangat mengharapkan hadirnya sang buah hati ditengah-tengah kebahagiaan mereka, tapi Tuhan belum memberikan kepercayaan penuh kepada mereka, keduanya hanya bisa berusaha dan berdoa meminta yang terbaik menurut skenario yang telah dibuat oleh-NYA.
Begitu banyak hal baru yang Mia ketahui setelah mengenal Winda, ia juga mulai kembali mengenal agamanya dengan didampingi Winda tentunya. Bukankah Winda yang mengajaknya untuk berubah ke arah yang lebih baik lagi.
Saat itu hari-hari Mia penuh dengan kebahagiaan namun itu semua harus berakhir begitu saja, kisah mereka dilalui dengan begitu singkat.
Lagi dan lagi … sang Pencipta selalu membuat kisah tersendiri sesuai dengan kehendak-NYA, Winda harus kembali ke tempat asalnya, meninggalkan orang-orang di sekitarnya termasuk suaminya. Dan untuk kepergiannya kali ini, ia tidak akan pernah kembali lagi.
Suami Winda hanya berusaha menerima kenyataannya pahit yang menerpa kehidupannya, mau bagaimana pun ia merancang kehidupan indah kedepannya bersama dengan sang istri, namun tetap saja ada sutradara yang lebih hebat dari dirinya, di mana skenario alur itu tidak akan ada yang dapat memberitahukannya.
Sebelum Winda pergi, Mia dititipkan sebuah amanah melalui surat yang ia terima langsung dari Winda, sebelum Winda akan melewati sakaratulmautnya. Mia tidak banyak berpikir lagi, saat itu Mia hanya dapat mengiyakan saja, agar diharapkan Winda bisa tenang ketika pergi.
Lika-liku perjalanan hijrah Mia tidaklah mudah, banyak pasang mata yang tidak suka atas perubahannya yang secara tiba-tiba, di pecat dari perusahaan dan diusir oleh Ayahnya sendiri bukanlah perkara yang mudah. Ditambah menerima kenyataan pahit bahwa Winda juga ikut meninggalkan dirinya.
Mia sendiri merasa sedih dan hampir putus asa dengan perjalanan hijrahnya, tapi itu semua dapat diatasi oleh Winda, sahabatnya. Iya … semasa Winda hidup, beliau selalu memberi saran dan semangat untuknya, lalu bagaimana dengannya sekarang? Yang ia sendiri sudah tidak punya sosok Winda.
Hanya pesan terakhir lewat surat yang diberikan Winda, ia akan memulai kehidupan barunya, hidup yang diharapkan bisa menjadi lebih baik dari dirinya yang dulu. Dan ia bisa juga menjalankan pesan-pesan moral beserta adab yang pernah dipelajari dari Winda menurut pedoman agamanya.
#Flashbackon
Semenjak menikah Winda ikut suaminya pindah ke Jakarta, hingga ia bertemu dengan Mia dikarenakan satu komplek --tempat tinggal.
Saat itu Mia sendiri sering menghina Winda karena pakaiannya yang terlalu berlebihan serba tertutup dan yang terlihat hanya mata saja. Berbanding terbalik dengan Mia yang selalu memakai pakaian mininya.
Menurut Mia, jika dilihat dari sudut pandangnya, pakaian yang dikenakan oleh Winda itu sangatlah membuatnya gerah. Mia selalu mengejek Winda dengan sebutan ninja, setiap kali mereka berpapasan satu sama lain. Tapi ejekan itu selalu dibalas oleh Winda dengan sebuah doa “Semoga Allah memberimu hidayah”.
Suatu ketika, bisa terjadinya Mia mendapatkan hidayah, yaitu saat dirinya terkena musibah yang disebabkan oleh dirinya sendiri karena sebab pakaiannya yang mini terbuka.
Disaat Mia pulang dari acara yang diadakan oleh kantornya, Mia diikuti oleh para pria yang akan berbuat hal tidak baik kepadanya, bisa dikatakan pria-pria m***m itu tertarik dengan keelokan tubuh Mia yang terlihat sangat seksi dan tentu menggairahkan.
Meskipun begitu ... Tuhan masih begitu sayang pada Mia. Disaat bersamaan pula, Winda dan suaminya kebetulan pulang dari acara kajian rutin yang mereka ikuti setiap bulan. Keduanya melewati jalan yang sama dengan yang Mia lalui pula.
Pasangan suami-istri itu menolong Mia dari para pria yang akan berbuat jahat kepada Mia. Suami Winda yang ahli dalam bidang beladiri menghajar habis para pria itu, dengan sendirian. Di Samping itu juga, Winda membunyikan sirine lewat ponselnya yang membuat pria-pria itu lari meninggalkan tempat kejadian.
Tanpa sadar, saat itu Mia langsung memeluk Winda dengan uraian air mata yang tak kunjung berhenti. Winda yang sesama wanita jelas sangat mengerti perasaan dan ikut merasakan juga apa yang Mia rasakan kala itu. Winda juga meminta jas hitam milik suaminya untuk menutupi lengan Mia yang terbuka. Dan tanpa menatap Mia sama sekali, suaminya itu mengulurkan jasnya.
Bukan suami Winda tak menghargai sosok Mia, tapi jelas suami Winda itu melakukannya untuk menahan pandangan dari wanita yang bukan makhrom nya. Apalagi mengingat pakaian yang dikenakan Mia yang menampilkan hampir seluruh auratnya.
Perlahan dari mulai kejadian itu, Mia memberanikan diri untuk mendekati Winda dan menjadikannya sahabat, betapa senangnya ketika tawaran itu langsung diterima baik oleh Winda.
#Flashbackoff
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖوَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖوَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan k*********a, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung hingga ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka”. (QS. An-Nuur: 31).