12. Dokter Affan Tak Datang

1065 Kata
"Ibumu harus dibawa ke rumah sakit." Raihanah yang tengah memegang gaun pengantin, langsung menoleh dan dia pun terdiam. "Belum kau coba?" tanya Affan dan Raihanah langsung menggelengkan kepalanya. Affan pun mendesah. "Coba lah, pas atau tidak!" ujarnya. "Dan, aku akan pergi ke rumah Pak RT," ujar Affan. "Pak RT?" tanya Raihanah. "Ya, kita harus kabari Pak RT, besok kita siap menikah, dia sudah urus bagiannya bukan? Kalau belum, maka akan lebih lama lagi, kasihan Ibumu." "Oh, em tadi sore Pak RT sudah datang ke sini, beliau bertanya." "Bagus," ujar Affan, dia kemudian melihat pada jam di tangannya. "belum terlalu malam untuk bertamu ke rumahnya, katakan di mana rumahnya?" "Ah, em rumahnya dari Masjid depan, lurus, ada gang kecil kanan jalan, masuk, lurus, terus sampai keluar jalan, belok kiri, jalan sebentar ada rumah Bu Tya yang jual nasi uduk, belok kanan dikit belok kiri lagi dan-" "Stop!" ujar Affan tiba-tiba, dia cukup pusing dengan penjelasan Raihanah. "Antarkan saja!" "Apa?" tanya Raihanah. "Ck, kita berdua ke sana, soal ibumu dia pasti baik-baik saja, kita cuma pergi sebentar!" ujar Affan. "Ah, ya baiklah, aku pamit Ibu dulu." Tak lama kemudian, Raihanah dan Affan sudah dalam perjalanan menuju rumah Pak RT, Raihanah berjalan di depan Affan, dia tak mau jalan bersisian. Sesekali gadis itu menoleh ke belakang, rasanya ia sedikit tidak percaya jika dia akan menikah dengan majikannya. "Masih lama? Aku sudah hitung berapa kali kita belok, di mana rumahnya?" tanya Affan tak sabar. "Ah ya, setelah lewat gang ini," jawab Raihanah. Dan, tak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah Pak RT. Mereka langsung mengatakan maksud dan tujuan datang malam itu. "Baiklah, semua di sini juga siap, sesuai kesepakatan malam itu, besok sebelum dzuhur, kalian sudah menikah. Alhamdulillah apa yang terjadi waktu itu bisa kami redam mengingat nama baik Ustadzah Hanah, dan syukur Pak Dokter benar-benar bertanggung jawab," ujar Pak RT. "Ah ya." Affan menatap pada Raihanah yang hanya menunduk sejak tadi. "Kalau begitu saya pamit, karena tidak bisa meninggalkan Bu Salamah lama, saya juga harus pulang," ujar Affan. Kemudian Affan dan Raihanah pun pamit pulang dari rumah Pak RT. Sampai di rumah Raihanah, dan memastikan satu kali lagi kondisi Bu Salamah baik-baik saja, Affan pun pamit pulang ke rumahnya dan berkata besok pagi dia akan datang untuk pernikahan. Malam harinya, Raihanah terbangun dan dia melaksanakan sholat tahajud. Besok dia akan menikah, tetapi hatinya merasa bersalah pada Dokter Affan. Bagaimanapun pernikahan mereka terjadi karena keterpaksaan. Selesai sholat, Raihanah menengadahkan kedua tangannya ke atas dan dia pun mulai berdoa. "Ya Allah, engkau maha tahu, kenapa aku tidak ingat apapun jika benar telah terjadi hal terlarang di antara kami, bukan hanya aku, tapi juga dokter Affan." "Ya Allah, apa yang salah. Benarkah dia tidak ingat apapun? Atau dia ingat tapi sudah terlanjur tidak mengakui sebelumnya?" "Tapi dia tetap mau bertanggung jawab padaku, Ya Allah ... aku merasa ada yang salah di hatiku, beri aku petunjukmu ya Allah," ucap Raihanah. "Hanah ...." Raihanah terpaksa menghentikan doanya saat mendengar suara ibunya memanggil dirinya. "Ya Bu," jawabnya. Kemudian Raihanah pun segera menuju kamar ibunya. "Ada apa Bu?" tanya gadis itu. Bu Salamah tersenyum melihat putrinya yang terlihat cantik dengan mukena putih yang masih dikenakan olehnya. "Hanah," ucap Bu Salamah. "Ya Bu," jawab Raihanah. "Besok, kamu akan menikah, berjanjilah, kamu akan jadi istri yang baik dan mempertahankan rumah tangga kamu apapun yang terjadi," pinta Bu Salamah. "Jangan seperti Ibu, kalah mempertahankan hak kamu, hak ibu, jangan seperti ibu, berjanjilah." "Bu," lirih Raihanah. "Cukup ibu yang mengalami kepahitan ini, jangan kamu dan anak kamu kelak, berjanjilah Hanah." Raihanah pun memaksakan senyumnya, meski dia belum mencintai Dokter Affan, tetapi dia pun ingin menikah hanya untuk sekali seumur hidup. "Iya Bu," jawab Raihanah pada akhirnya. *** Raihanah menatap pantulan dirinya di cermin, dia kini memakai gaun pengantin yang Dokter Affan belikan untuknya. Lalu, polesan make up sederhana hasil karya putri Bu Tiwi yang katanya seorang beauty blogger dan biasa menampilkan hasil karyanya di sosial media. "Cantik sekali Kak Hanah," ucap Serena, putri Bu Tiwi. "Kak Hanah mukanya halus banget, gampang di make up." Raihanah hanya tersenyum tipis. Akad nikah akan di lakukan satu jam lagi. Tetapi sampai jam sembilan ini, belum ada tanda-tanda Dokter Affan datang. "Hanah, dipanggil Pak RT," ujar Bu Tiwi. "Ah iya." Raihanah pun bangkit dan keluar ke ruang tamu. "Ya Pak RT," ujar Raihanah. "Bagaimana? Satu jam lagi acara di mulai, dari KUA akan datang ke mari sebentar lagi, Masjid juga sudah siap untuk acara akad nikah." "Em, iya Pak sebentar, saya akan hubungi Mas Affan," ucap Raihanah. Kemudian Raihanah pun undur diri pergi ke kamarnya, dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Dokter Affan. "Ya Allah, tidak bisa dihubungi," gumam Raihanah saat panggilan teleponnya teralihkan. "Kenapa Hanah?" Raihanah menoleh dan mendapati ibunya. "Bu," lirih Raihanah. "Mana Dokter Affan?" tanya Bu Salamah. Raihanah pun menatap bingung pada ibunya yang terlihat begitu pucat. "Bu, kalau Mas Affan tidak datang, tidak apa ya Bu, Hanah ...." "Dia harus datang!" ujar Bu Salamah dengan cepat memotong ucapan putrinya. 'Jangan sampai apa yang sudah kulakukan dengan mempertaruhkan harga diri putriku, berakhir sia-sia,' ujar Bu Salamah di dalam hatinya. "Bu ...," lirih Raihanah, ia menatap lekat pada ibunya yang begitu bersikeras menikahkan dia dengan Dokter Affan. "Di mana rumahnya?" tanya Bu Salamah. "biar Ibu pergi ke sana dan membawa dia untuk datang kemari dan menikahimu, dia harus bertanggung jawab Hanah!" "Tapi Hanah tidak mau menikah hanya karena sebuah keterpaksaan Bu," ujar Raihanah, sungguh hatinya benar-benar ragu, merasa ini semua tidak benar. "Tapi Hanah, kalian sudah melewati malam bersama, kamu punya harga diri, bukan?" tanya Bu Salamah sambil memegang dadanya. "Bu," ujar Raihanah khawatir. "Dia datang, dia datang!" seru Bu Tiwi yang tiba-tiba menghampiri Raihanah dan ibunya di kamar. "itu Pak Dokter sudah datang." Rainanah yang mendengar itu, juga Bu Salamah, mereka pun segera keluar kamar dan keluar rumah menyambut kedatangan Dokter Affan. "Maaf aku terlambat. Aku baru pulang dari rumah sakit, semalam ada kecelakaan jadi dari sebelum subuh aku sudah berada di rumah sakit," ujar Affan. Raihanah pun kemudian menatap pada penampilan Dokter Affan yang terlihat begitu lelah, bahkan kemeja yang dikenakannya masih ada noda darah di sana. "Aku bawa pakaian ganti, tapi apa aku ada waktu untuk mandi?" tanya Dokter Affan. Mendengar itu Bu Salamah pun merasa sangat lega, sementara Rainanah, dia menatap haru pada laki-laki yang jika Allah izinkan dalam satu jam ke depan akan menjadi suaminya. "Aku harus mandi, di mana kamar mandinya?" tanya Affan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN