1. Jangan Menikah Dengannya
"Menikahlah dengan laki-laki lain Hanah, ibu tidak rela kamu menjadi istri ke lima juragan Karsa." Seorang wanita paruh baya yang tampak sakit-sakitan terbaring lemah di atas ranjangnya.
"Tidak Ibu, Hanah tidak bisa, kita punya hutang banyak pada juragan Karsa," ucap seorang wanita yang memakai kerudung lebar hingga hampir menutupi seluruh tubuh bagian atasnya.
Namanya Siti Raihanah, seorang wanita 22 tahun. Dia dikenal sebagai seorang ustadzah yang mengajar di sebuah TPQ di kampungnya. Hanya itu pekerjaannya. Dia hanya lulus Pesantren tanpa pendidikan formal seperti SMA apa lagi kuliah.
Sang ibu, bernama Umi Salamah, menderita sakit jantung sejak satu tahun lalu. Dia hanya seorang janda dan hidup berdua dengan Raihanah, putrinya.
Keadaan itulah yang membuat Raihanah terpaksa berhutang untuk biaya pengobatan ibunya. Gajinya sebagai guru TPQ tidak cukup untuk biaya sehari-hari apalagi berobat ibunya yang cukup mahal obat-obatannya meski sudah dibantu BPJS.
"Kita tidak bisa membayar semua hutang Bu, lagipula Juragan Karsa menikahi Hanah, tidak apa Bu, itu bentuk tanggung jawab Hanah untuk hutang-hutang itu." Raihanah bicara dengan yakin meski hatinya terasa begitu sesak.
Bagaimana tidak, dirinya yang berusia 22 tahun. Harus menikah dengan laki-laki yang lebih pantas menjadi kakeknya. Kata ibunya, juragan Karsa hampir seusia dengan mendiang kakeknya andai kakeknya masih hidup.
"Pokoknya Ibu tidak rela kalau kamu menikah dengan laki-laki tua itu, lebih baik Ibu mati sekarang!" Ibu Salamah berniat bangkit, ketidak relaan dan rasa bersalah di hatinya membuat ia putus asa saat ini.
"Astaghfirulloh Ibu, tidak boleh berucap seperti itu Bu," ujar Raihanah. Air matanya langsung mengalir membasahi pipi mulusnya.
"Berjanjilah Hanah, kamu tidak akan menikah dengan juragan tua itu, Ibu tidak mau kamu bernasib sama seperti Ibu," ucap Salamah pada putrinya, ia menatap penuh harap agar sang putri mau berjanji padanya.
"Bu ...," lirih Raihanah.
Raihanah ingat kisah pernikahan ibunya yang hanya menjadi istri kedua yang diceraikan setelah hanya melahirkan seorang anak perempuan, yaitu dirinya.
"Berjanjilah Hanah," pinta Salamah pada putrinya, ia menggenggam tangan sang putri dengan begitu erat.
Tidak tega melihat ibunya memohon seperti itu, akhirnya Raihanah pun pasrah, ia menganggukan kepalanya.
"Iya Bu, Hanah janji, Hanah akan menikah dengan laki-laki lain," ucapnya.
Setelah ibunya istirahat. Kini Raihana duduk seorang diri di ruang tamu rumahnya. Ia memikirkan bagaimana caranya melunasi hutang-hutangnya pada juragan Karsa dalam waktu satu minggu. Jika tidak, Juragan Karsa akan meninta dia menikah dengannya sebagai penebus hutang.
"Ya Allah, harus bagaimana aku, engkau sebaik-baiknya penolong, hamba mohon pertolonganmu, tolong hamba Ya Allah," ucap Hanah, gadis itu menatap pada gelapnya suasana di luar rumahnya.
"Sudah malam, lebih baik tidur supaya nanti bisa sholat tahajud." Hana kemudian menutup tirai jendela rumahnya dan memastikan pintu terkunci.
Gadis itu terlebih dulu memastikan keadaan ibunya, baru setelahnya dia pergi ke kamarnya sendiri.
Hanah membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan kasur tipis dari kapuk randu yang sudah sangat lama, sejak ia kecil belum pernah diganti. Keadaannya begitu miskin sejak kecil. Tanpa sanak saudara di kampung ini. Entah ada di mana keluarganya, ibunya tak pernah bercerita. Hanah hanya tahu ayahnya bernama Yoga Haryadi, itu saja. Tanpa tahu seperti apa wajahnya, apalagi dimana dan apa masih hidup atau tidak, Hanah sama sekali tak mengetahuinya.
Ibunya akan marah setiap dia bertanya dulu. Karena itulah, Hanah tak lagi bertanya dan menyimpan rasa penasarannya itu di dalam lubuk hatinya yang terdalam.
Pagi harinya, setelah sholat subuh, Hanah sibuk di dapur, ia mulai memasak makanan untuk sarapan dia dan ibunya.
"Ya Allah, beras tinggal satu kaleng seperti ini, hanya cukup untuk sarapan, bagaimana nanti siang."
Hanah duduk dengan lemas di atas dipan bambu di dapurnya yang berlantai tanah. Tak ada kompor, hanya ada tungku untuk dia memasak berbahan bakar kayu ranting pohon yang Hanah cari di kebun tetangga.
"Ya Allah," lirih Hanah.
Andai dia tidak ingat kisah miskinnya Fatimah Zahra, putri Rosulullah, dia mungkin tak akan kuat. Tetapi, bagaimana nasehat-nasehat baginda Nabi untuk putrinya yang kadang mengeluh atas kemiskinannya membuat Hanah kuat.
"Ya Allah, hamba berserah diri padamu untuk rezeki hamba dan ibu hari ini ya Allah," ucap Hanah. Kemudian, dia segera melanjutkan kegiatan memasaknya pagi itu.
Setelah menyuapi ibunya sarapan. Hanah melanjutkan kegiatannya hari itu. Membersihkan rumah, mencuci dan menyapu halaman.
"Hanah!"
Hanah menoleh saat dia sedang menyapu halaman, seorang tetangga datang menghampirinya.
"Ibunya Aska, kenapa Bu?" tanya Hanah penasaran pada salah seorang ibu santrinya di TPQ.
"Kamu ada waktu tidak?"
Hanah mengerutkan keningnya. "Insya Allah ada Bu, hari ini Jum'at, TPQ libur," jawab Hanah.
"Alhamdulillah, begini Hanah, jadi ...."
Ibunya Aska kemudian menceritkan jika dia yang bekerja di sebuah rumah orang kaya di kampung sebelah, terpaksa mendadak tidak bisa bekerja dan mungkin untuk satu bulan ke depan.
"Ibu saya jatuh dari kamar mandi kemarin, jadi saya harus ngurus beliau, saya harus pulang ke kampung saya, bagaimana Hanah, apa kamu mau? Gajinya lumayan, UMR kota ini, majikannya dokter, jarang di rumah juga, kalau tidak mau ya sudah, saya berikan ke orang lain, Pak dokter minta hari ini ada yang datang ke rumahnya, dia tidak suka rumahnya kotor," ujar Ibunya Aska.
"Mau si Bu, tapi ...." Hanah berpikir soal calon majikannya yang seorang laki-laki. Yang Hanah tahu, ibunya Aska bekerja pada seorang dokter laki-laki yang tinggal seorang diri.
"Mau tidak?" tanya Ibunya Aska sekali lagi.
Hanah pun mengingat jika hari ini dia tidak ada beras sama sekali, lalu kondisi ibunya yang harus kontrol seminggu lagi, dan batas waktu yang diberikan Juragan Karsa juga satu minggu lagi. Hanah tak punya pilihan lain.
"Insya Allah mau Bu," jawab Hanah pada akhirnya.
Ya, Hanah yakin, ini adalah kesempatan yang Allah berikan padanya untuk menjemput rezekinya.
"Bismillah."
Setelah itu, Ibunya Aska memberitahukan alamat rumah majikannya, juga kunci rumahnya karena kemungkinan Pak Dokter masih dinas di Rumah Sakit, jadi Hanah langsung masuk saja ke rumah majikannya itu.
Kemudian Hanah pun pamit pada ibunya untuk pergi ke kampung sebelah, sebuah kota kecamatan yang dekat pasar. Jaraknya kurang lebih hanya dua kilo dari rumahnya.
Sekitar 30 menit kemudian, Hanah pun sampai pada alamat yang diberikan oleh ibunya Aska. Sebuah rumah semi minimalis yang tampak begitu asri dengan cat putih dipadukan ada banyak tanaman hias di teras dan halamannya.
"Sepertinya dia selain pecinta kebersihan, juga pecinta tanaman," gumam Hanah.
Ada sebuah mobil di halaman, rumah itu tanpa pagar jadi Hanah bisa langsung menuju pintu kecil di depan mobil terparkir, kata ibunya Aska, Hanah bisa masuk melalui pintu itu.
"Assalamualaikum," ucap Hanah begitu dia masuk ke dalam rumah.
Sepi, Hanah pun memberanikan diri untuk lebih masuk ke dalam rumah itu.
Namun, tiba-tiba Hanah terpaku melihat sesuatu di depannya. Sesuatu yang membuat dirinya benar-benar terkejut hingga jantungnya seolah ingin melompat keluar.
Hana hanya bisa berteriak, "Aaaaa ...."