13. Akhirnya Menikah

1100 Kata
Affan memindai kamar mandi yang baru saja ia masuki, atap yang rusak, wc jongkok, bak mandi yang berlumut dan tanpa shower. "Kasihan sekali hidup mereka?" gumam Affan. Kemudian Affan mengeluarkan peralatan mandinya dan bingung kemana dia harus meletakannya. "Astaga, pakunya sudah menguning, pasti banyak kuman." Affan pun berdecak kesal. "Kenapa sih aku harus terjebak dengan Raihanah," gumamnya sebelum dia mulai acara mandinya. Sementara itu di kamarnya, Raihanah menatap pada pakaian milik dokter Affan di dalam paperbag yang tadi Affan letakan di kamarnya. Gadis itu memegang sisi gaun pengantinnya. Rasanya ia benar-benar gugup, padahal dia sudah terbiasa mencuci dan menyetrika pakaian laki-laki itu. "Hanah." Raihanah menoleh dan mendapati ibunya. "Ya Bu," jawabnya. Bu Salamah memegang tangan putrinya. "Dengan ini, kamu akan terbebas dari Juragan Karsa, dia tidak akan bisa menikahimu," ujarnya. Mendengar itu Raihanah mengerutkan keningnya. "Maksud Ibu?" tanyanya. "Ah, em Hanah ... anggap saja ini cara Allah menolongmu, artinya ... kamu tidak jodoh dengan laki-laki tua bangka itu." Bu Salamah menggenggam erat tangan sang putri. "ini takdir, yang terbaik untukmu." Raihanah pun memaksakan senyumnya, dia tidak mau membuat ibunya khawatir. Terlebih kata Dokter Affan semalam, kondisi ibunya semakin menurun. "Ya Bu, tapi janji ya Bu, setelah ini Ibu mau ke rumah sakit, opname di sana, ya!" Itu adalah salah satu alasan Raihanah menepis keraguannya. Janji Ibunya untuk pergi ke Rumah Sakit membuat dia yakin menikah dengan Affan. "Ya sudah, ibu keluar." "Ya Bu." Raihanah kembali menarik napasnya panjang. "Ya Allah, hamba berharap ini adalah yang terbaik untuk hamba, takdirmu yang terbaik bagi hamba, ibu hamba dan juga Dokter Affan sendiri." Jujur di dalam hatinya, Raihanah merasa tidak pantas bersanding dengan Dokter Affan. Tetapi, apa yang sudah terjadi di antara mereka malam itu membuat Raihanah pun merasa tidak pantas untuk laki-laki manapun. Hingga kemudian, Raihanah mendengar suara seseorang berdehem, gadis itu pun berbalik dan mendapati Dokter Affan hanya mengenakan handuk di pinggangnya. Raihanah langsung menunduk, ini bukan pertama kalinya dia melihat kondisi calon suaminya seperti itu, tetap saja itu membuat dia malu dan gugup. "Aku mau pakai baju," ujar Affan. Raihanah hanya terdiam di tempatnya, dia bingung harus bagaimana. "Ya aku si tidak masalah kamu melihatnya, sudah pernah kan?" tanya Affan membuat Raihanah langsung semakin menundukan pandangannya. "Sa-saya keluar dulu Mas," ucapnya. "Ya, begitu lebih baik." Affan pun menghela napasnya lega. Namun, sesaat kemudian Affan mengerutkan keningnya. "Kau tidak bisa jalan?" tanya Affan saat Raihanah tak juga keluar dari kamar sempit itu. "Ah ya." Raihanah pun menarik napasnya panjang, untuk sesaat kegugupannya membuat dia lupa menggerakan kedua telapak kakinya. "Bismillah," ucapnya dan beruntung, lem di kakinya langsung memudar dan dia bisa keluar dari kamarnya itu. Sementara Affan, dia tersenyum tipis. "Aku hampir tidak mengenalinya, padahal make upnya biasa saja, cantik," gumamnya. *** "Siapa nama ayahnya tadi?" tanya Affan pada Pak RT. Saat ini Affan, Raihanah dan juga yang lainnya sudah berada di Masjid untuk melaksanakan akad nikah antara Affan dan Raihanah. "Ayahnya, Yoga Haryadi," jawab Pak RT. Mendengar nama itu, Affan pun mengerutkan keningnya, dia pikir ini sebuah kebetulan yang sangat luar biasa. Kemudian laki-laki itu pun menatap pada Raihanah yang menurutnya memang memiliki kemiripan dengan seseorang di masa lalunya. Selvy mantan istrinya. 'Tetapi bukankah Selvy itu putri tunggal? Dan setahuku Papa Yoga tidak pernah menikah lebih dari satu kali, istrinya hanya Tante Regina, bukan?' batin Affan. "Sudah siap Mas Affan?" tanya Pak RT. Affan pun tersadar dari pikirannya, lalu ia menganggukan kepalanya. Sesaat dia menoleh dan menatap pada Raihanah yang duduk di sampingnya, gadis itu menunduk dan terlihat memejamkan matanya. "Sudah dihapal akadnya Mas?" Affan kembali menoleh dan menatap pada hakim dari KUA yang bertindak sebagai penghulu pernikahannya, laki-laki itu kemudian menarik napasnya panjang dan menghembuskannya perlahan. "Sudah Pak," jawab Affan. "Kalau begitu, jabat tangan saya!" ujar Pak Penghulu dan Affan mengikutinya. "Saudara Affandra Janardana bin Heru Janardana, saya nikahkan engkau dengan Siti Raihanah, binti Yoga Haryadi dengan Mas Kawin berupa seperangkat alat sholat dan lima gram emas dibayar Tunai," ujar Pak Penghulu. Affan menarik napasnya panjang, lalu ia pun menjawab, "Saya terima nikahnya Siti Raihanah dengan mas kawin tersebut, nikah untuk saya sendiri dibayar Tunai ...." Pak Penghulu pun mengangguk, lalu ia bertanya pada kedua saksi yaitu Pak RT dan suami Bu Tiwi. "Bagaimana para saksi, sah?" tanya Pak Penghulu. "Sah," jawab kedua saksi. "Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu, Affan dan juga yang lainnya yang kemudian dipimpin doa oleh Pak Penghulu. Affan menoleh pada Raihanah yang telah sah berstatus istrinya, gadis itu menangis, isaknya terdengar begitu lembut, tapi jelas Affan lihat bahu Raihanah yang bergetar. Kemudian laki-laki itu pun mengangkat tangannya dan mengusap bahu istrinya. Raihanah sedikit terkejut dengan sentuhan Affan padanya, lalu ia menghapus air matanya. Sampai Pak Penghulu menyelesaikan doanya dan semua orang mengamini doa tersebut. "Silahkan tanda tangan berkas-berkas ini," ujar Pak Penghulu pada sepasang pengantin baru itu. Dan setelah keduanya selesai, Pak Penghulu mempersilakan Affan untuk menyematkan cincin kawin dijari manis tangan kanan Raihanah. Raihanah hanya bisa menahan napasnya, dan menatap bagaimana Affan menyematkan cincin emas putih yang bahkan tidak Affan tunjukan padanya sebelumnya. Hingga kemudian tiba giliran Raihanah menyematkan cincin emas putih yang sepasang dengan miliknya ke jari manis Affan. Sesaat sebelumnya, Raihanah sedikit terkejut saat melihat ukiran namanya di balik cincin Affan tersebut. 'Dia mempersiapkan sejauh ini?' batin Raihanah, ia pun tersenyum, hatinya benar-benar menghargai cara Affan bertanggung jawab padanya yang tidak asal-asalan dan saat itu juga Raihanah berjanji di dalam hatinya. 'Ya Allah, bimbing hamba agar hamba bisa menjadi istri yang baik untuk suami hamba,' ucap Raihanah di dalam hatinya. Setelah penyematan cincin berakhir, Raihanah kemudian mencium tangan Affan, suaminya. Yang kemudian disusul oleh kecupan Affan pada keningnya membuat Raihanah merasa jika jantungnya berhenti berdetak untuk sesaat. 'Ya Allah, aku benar-benar telah menjadi seorang istri, berikan hamba kesehatan dan kesempatan untuk taat dan mengabdi pada suami hamba ya Allah, hamba janji akan lakukan yang terbaik sebagai seorang istri,' ucap Raihanah di dalam hatinya. Sementara Affan, laki-laki itu menghela napasnya perlahan. Satu hal yang tak pernah ia pikirkan apalagi rencanakan. 'Aku telah melanggar janjiku, aku telah menikah lagi sebelum aku melupakannya,' batin Affan. Kemudian Affan dan Raihanah pun menyelesaikan semua urusan di Masjid itu dan mereka semua pun pulang ke rumah. Sementara para tamu makan di rumah Raihanah, makanan yang rupanya telah disiapkan Bu Tiwi atas permintaan Bu Salamah. Raihanah berada di kamarnya berniat berganti pakaian. Dia tidak nyaman bergerak dengan gaun pengantin itu. "Hanah." Rainanah mengurungkan niatnya saat seseorang memanggilnya dari luar pintu. Ia pun menjawab, ia yakin itu suara Affan, dan Raihanah segera membuka pintu itu. "Ya, Mas ...," jawab Raihanah gugup. Affan segera masuk ke dalam kamar itu dan segera menutup pintunya membuat Raihanah semakin gugup. "Bisa kita bicara?" tanya Affan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN