08-Prestige

1343 Kata
HAPPY READING Bisma berlari mengelilingi sekolah, ke atap sekolah pun Bisma tak menemukan Kinna. Padahal Bisma yakin, gadis itu ada di sana. Tapi nihil. Yang membuat Bisma tak tenang adalah, apa alasan Kinna meninggalkan jam pelajaran seperti ini? biasanya ia tak mau berpaling dari guru yang sedang mengajar di kelas sedikitpun. Bahkan sebelum pelajaran dimulai, saat istirahat dan pulang sekolahpun gadis itu terlihat membaca buku berbeda setiap harinya. “hey!” Bisma berlari cepat melihat Kinna yang baru saja keluar dari toilet wanita. Kinna menoleh dan menatapnya sinis. Bolehkah aku mencekiknya sekarang? teriaknya dalam hati. “Killa, dari mana aja? tumben ninggalin pelajaran, eh tunggu, ini.." Bisma mengusap bawah mata Kinna yang sedikit sembab. Gadis itu memalingkan wajahnya. “bukan urusan lo” jawabnya ketus. Bisma menautkan alisnya bingung. Kinna kembali menggunakan kata ‘lo gue’ padanya. Padahal kemarin Kinna sudah setuju untuk menggunakan kata aku kamu padanya. “apa? aku gak salah dengar? ulangi” Bisma menatapnya tajam, seperti elang yang siap menerkam ular incarannya di bawah sana. Predator ini memiliki seribu ekspresi mengejutkan dari matanya dan bisa berubah kapanpun. Kinna mendongak untuk menatap Bisma yang lebih tinggi darinya. Membalas tatapan itu dengan sinis “gue muak sama lo!!” pekik Kinna tak bisa membendung semuanya lagi. Rasanya ia ingin menghajar seseorang.  Hey jangan lupa, ini bukan salah Bisma yang terlahir cerdas Kinna. Kinna membalik tubuhnya dan segera berlari menjauhi Bisma dengan air mata yang kembali menetes. Untung ini jam pelajaran, jadi tak ada satupun orang di sepanjang koridor ini selain mereka berdua. Bisma terdiam, bibirnya terkatup rapat. Rahang tajamnya mengeras menahan amarah. “gadis gila” umpatnya kemudian berbalik berjalan berlawan arah dengan Kinna. *** “tadi Bisma nyariin lo” ucap Angga saat Kinna baru saja duduk di kursinya. Kinna mengabaikannya. Ia meraih buku dari tas dan membacanya. Tak peduli dengan tatapan aneh dari teman-teman sekelasnya. Walaupun ia sudah mencuci mukanya yang habis menangis, tapi matanya yang sembab tak bisa membohongi mereka. Dan ini pertama kalinya mereka melihat Kinna seperti ini. Seperti melihat sebuah konser idola mereka. Begitu menarik. “apa yang kalian lihat!?” suara bentakan Bisma terdengar dari ambang pintu, membuat semua yang menatap Kinna dan berbisik seketika pura-pura sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Jam kosong ini tak menguntungkan untuk Kinna. Walaupun di depannya buku tebal itu seperti mendapat perhatian lebih darinya, tapi pikiran gadis itu menjelajah kemana-mana. Terutama pada... Bisma. Oh benarkah ia merasa bersalah pada Bisma? ini bahkan sama sekali bukan salah Bisma kan? Kinna menoleh ke samping sedikit ke belakang, di tempat Bisma duduk. Eza yang melihat hal itu menyenggol lengan Bisma yang sedang meletakkan kepalanya di meja dengan mata terpejam. “lo mau mati?” tanya Bisma mengancam Eza yang mengganggunya. “itu..." “diam” Kinna memutar matanya malas. Sebenarnya ia ingin meminta maaf pada Bisma, tapi... sepertinya Bisma sedang tak ingin di ganggu. Ya sudahlah. Tapi, Kinna kembali menengok Bisma dan membuat Eza kembali memukul-mukul bahu Bisma. “gue bunuh lo” ucap Bisma tajam tanpa membuka matanya. Kinna menggeram kesal. Bagaimana mungkin dia yang siang malam belajar mati-matian itu bisa kalah dengan pria egois yang sering membolos dan tidur di sekolah itu? sulit dipercaya. ‘aku bisa mengalahkannya’ batinnya yakin. “Kinna, Bis” Angga menginterupsi Bisma. Dan seketika mata Bisma terbuka sempurna lalu mengarah pada gadis yang sedang terlihat serius membaca itu. “kenapa?” tanya Bisma kembali memposisikan diri untuk kembali tidur setelah memastikan gadisnya baik-baik saja. “tadi dia nengok ke lo” jawab Eza. “hm” Bisma hanya berdehem sebagai jawaban. *** Jam istirahatpun tiba. Siswa-siswa di kelas itu berhambur keluar untuk mengisi perut mereka yang sedang di demo cacing-cacing kelaparan. Tapi Kinna masih sibuk berkutat pada bukunya. belajar lagi mengulangi apa yang baru saja di berikan oleh gurunya Terlihat Angga dan Eza melewati mejanya tapi kenapa tidak ada Bisma? Kinna menoleh ke meja Bisma. Ternyata Bisma sedang sibuk dengan ponselnya Kinna berdiri dan berjalan ke arah Bisma. "Bisma" Kinna memanggilnya pelan. Bisma mendongak dan menatap Kinna santai seperti tak terjadi apa-apa dengan mereka hari ini. "gak jadi" Kinna langsung berlari kencang keluar dari kelas. Rasa gengsinya masih sangat tinggi. Batinnya melarangnya untuk meminta maaf duluan pada Bisma. Bisma menaikkan alisnya bingung lalu menggeleng tak peduli. *** “mami” Bisma main nyelonong ke kamar orang tuanya. “hilangkan kebiasaan burukmu itu Bisma” Kesal Nadia. “ketuk pintu bukan pekerjaan yang sulitkan?” lanjutnya yang sedang tiduran bersama Morgan karena ini memang sudah malam. “iya. maaf mami” Bisma naik ke ranjang dan menyelip di tengah mereka. “ada apa jagoan?” tanya Morgan lalu mengusap kepala putra tercintanya ini. “kita harus bicara mi, pi” Bisma menatap Morgan dan Nadia bergantian. “ada apa?” tanya Nadia penasaran. Bisma ikut tiduran di tengah mereka. “aku akan memberikan miniatur kota Parisku sama Eza” ucap Bisma menerawang langit-langit kamar orang tuanya ini. Morgan menautkan alisnya bingung “kenapa? bukankah itu koleksi kesayanganmu yang paling langka?” tanya Morgan menoleh ke putranya itu. “bolehkan pi?” bukannya menjawab, Bisma malah meminta persetujuan lagi. “kamu tidak akan memberikan sesuatu dengan cuma-cuma kecuali uang pada orang lain Bis, ada apa?” tanya Morgan belum puas dengan ucapan Bisma yang tak memberi alasan yang jelas ini. “Bisma malu pi” ucap Bisma dengan senyum kekanakannya. “eh? sejak kapan kamu punya malu saat bicara sama mami papi, Bisma?” tanya Nadia dengan ledekan untuk putra semata wayangnya itu. “ini hal besar mami” Bisma menutup wajahnya yang malu dengan selimut. Menggemaskan sekali bagi Nadia. Nadia merubah posisinya menjadi menghadap Bisma dengan tangan kiri yang menahan kepalanya “katakan sayang” bujuk Nadia tak menyerah. “mami jangan melihatku begitu” ucap Bisma yang semakin salah tingkah dengan tatapan menggoda Ibunya kemudian berbalik memeluk Morgan. Morgan dan Nadia tertawa bersamaan. Jika mereka sedang bertiga saja, Bisma memang sering bertingkah kekanakan seperti ini. “mami sama papi kenapa tertawa?” kesal Bisma yang lantas menjauh dari Morgan. “kenapa jagoan?” tanya Morgan setelah tawanya mereda. “ini... ah susah sekali mengucapkannya” Bisma berdecak sendiri “ini demi Killa papi” Morgan dan Nadia saliang pandang kemudian tersenyum. Morgan sedikit tertawa lagi. Bisma mendengus kesal saat melihat tatapan Morgan dan Nadia bergantian, ia tahu, ia akan ditertawakan oleh dua orang yang sangat penting dalam hidupnya ini “jangan menggodaku” ucapnya tak suka. “kamu seperti anak gadis yang sedang jatuh cinta” ucap Nadia semakin semangat menggoda anaknya. “oh jadi kamu akan memberikan benda dari kami itu karena kamu ingin mendapat tips kencan dari Eza?” tebak Nadia dengan sangat tepat. “mami selalu bisa menebak Bisma. Jadi bagaimana? bolehkan?” Bisma memeluk sang mami.-merayu “kamu tidak bisa dilarang Bisma. Kamu berhak melakukan apapun dengan sesuatu yang sudah menjadi milikmu” ucap Morgan dan disambut senang oleh Bisma. “aku tidak suka kalimatmu Tuan Winata” ucap Nadia menatap kesal pada sang suami yang selama ini terlalu memanjakan Bisma dan memberinya terlalu banyak kebebasan. “tapi aku suka kalimat papi” sahut Bisma lalu kembali memeluk Morgan. “aiishhh kalian ini memang sama saja!” kesal Nadia menarik selimutnya dan memunggungi keduanya. “mami cepat marah malam ini. Pasti karena sudah dikerjai papi” ucap Bisma yang membuat Nadia melotot di balik selimutnya. Dan Morgan hanya tertawa. “kamu sudah dewasa rupanya jagoan” "tentu saja, aku bahkan sudah berani mencium Killa" “yak!! Morgan!! stop!!” Nadia bangun dari tidurnya dan berkacak pinggang pada suaminya "jangan memancing ucapan Bisma yang tidak-tidak itu. lihat! dia bahkan bangga karena sudah mencium seorang gadis" "aku hanya-" “tunda dulu perdebatan kalian. Aku masih mau bicara” sela Bisma sebelum kedua orang tuanya semakin menjadi. “boleh ya Bisma bawa mobil sendiri lagi ke sekolah? ya ya ya??” Bisma menyatukan kedua telapak tangannya memohon pada Nadia. “apa?! tidak sejauh itu Bisma” ucap Nadia tegas. “please mami... pi” Bisma memelaskan suaranya dan beralih meminta pertolongan Morgan. “dengarkan mamimu jagoan. Kamu masih SMA” Morgan mengacak rambut putranya yang bandelnya level akut itu. “ayolah pi... lihat di Kartu Tanda Pelajar Bisma, tahun berapa Bisma lahir” Bisma mendongak menatap Morgan. Diam-diam Nadia mengedipkan sebelah matanya bangga pada Morgan yang sudah mulai bisa membatasi kebebasan Bisma. “lihat lagi di kartu pelajarmu itu, dimana alamat rumahmu? semua yang beralamat di rumah papi, harus patuh sama papi. Termasuk pewaris tunggal semua yang papi miliki. Jangan lupa itu Bisma” Morgan tersenyum santai. “apa salahnya pergi dengan sopir Bisma? Dan bodyguardmu akan mengawasi dari jauh. Mengertilah kekhawatiran mami sayang. Sekarang ini sedang marak kecelakaan yang dialami pelajar yang belum punya SIM” Nadia mengusap sayang kepala Bisma. Memberikan pengertian padanya. “baiklah mami. Maaf. Terimakasih mami, papi” Bismapun akhirnya menurut “tapi sebagai gantinya, malam ini Bisma tidur sama kalian” “yakk Bisma!!” pekik Morgan dan Nadia bersamaan. “sudah ku duga, kalian sudah merencanakan sesuatu” Bisma menarik selimut dan tidur tanpa dosa di tengah-tengah kedua orang tuanya. konfliknya masih lama. ini pemanasan dulu thanks respectnya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN