09-I Cant Handle Him

1501 Kata
Bisma geram, ia sudah bosan dengan kebiasaan Kinna akhir-akhir ini yang sering mengabaikannya dan terus berkencan dengan bukunya. “Berhentilah berkutat pada buku-buku tebal ini. Saatnya istirahat, Killa.” Bisma menggeram kesal di hadapan gadis itu. Duduk di maja Kinna dengan melipat tangan di d**a. “Jangan mengganggu,” ucap Kinna datar. Tebakannya tentang kemarin saat Bisma seperti sudah tak akan peduli lagi padanya meleset. Bahkan pria ini sekarang lebih cerewet. Beruntungnya kemarin ia mengurungkan niatnya untuk meminta maaf pada Bisma karena telah bersikap kasar dan aneh pada pria itu. “Tidak menggagu lagi jika kamu ikut denganku ke kantin sekarang. Sebenarnya apa yang kamu lakukan? Kamu sekarang lebih sering berkutat pada benda seperti ini.” Bisma menarik buku yang sedang dibaca Kinna dan menaruhnya di meja temannya. Bisma yang sudah benar-benar kesal itu menatap tajam gadis di hadapannya. Kinna tak menatap Bisma sedikit pun, ia mengambil buku lain di atas mejanya yang tertumpuk beberapa dan kembali membacanya. Bisma kehabisan kesabaran. Ia menarik buku Kinna kasar dan melemparnya ke depan kelas hingga menimbulkan suara berdebum dari buku yang berjatuhan. “Bisma!” Kinna memberikan tatapan mematikannya. Namun, Bisma tak peduli. Bahkan ia sangat menyukai tatapan itu. “Ini tidak baik, Killa. Ada apa denganmu?” Bisma menyentuh bahu gadis itu. Menatapnya lembut dan meminta kejelasan. Kinna berdiri setelah menepis tangan Bisma dari bahunya kemudian berjalan keluar kelas setelah memunguti buku-bukunya. Bisma menghela napasnya frustrasi lalu turun dari meja Kinna dan berjalan mengikuti gadis itu yang sudah tak terlihat dari dalam kelas. Bisma tak pernah meleset menebak Kinna, gadis itu pergi ke perpustakaan—rutinitasnya akhir-akhir ini. Sebelumnya, Kinna hanya akan ke perpustakaan jika jam kosong atau memang sedang ingin mencari buku saja. Tapi akhir-akhir ini, gadis itu sangat sering ke perpustakaan. Bahkan Bisma sering menemaninya ke perpustakaan setiap pulang sekolah—mengganggu lebih tepatnya. Tapi Kinna selalu mengabaikannya. Tak perlu bertanya seberapa kesalnya Bisma jika sudah seperti itu. Dan sekarang, Bisma benar-benar sulit menerima perubahan Kinna yang begitu terlihat dipaksakan. Seperti ingin meraih sesuatu dengan belajar mati-matian seperti ini. Kinna menarik kursi yang disediakan di perpustakaan dan mulai kembali serius membaca buku di tangannya. “Sesuatu terjadi bukan?” tanya Bisma yang baru saja duduk di sebelahnya. Kinna hanya diam, percuma menanggapi Bisma. Hanya akan memperpanjang perdebatan. “Killa!!” sentak Bisma cukup keras. “Ssstttt!” Beberapa pengunjung perpustakaan menginterupsi tindakan Bisma agar tak berisik dan mengganggu yang lain. “Mereka pikir mereka siapa?” gerutu Bisma sambil mengedarkan pandangannya jengah kemudian bangkit dari duduk dan meninggalkan Kinna yang sama sekali tak peduli padanya. Kinna lebih suka ke perpustakaan karena intensitas gangguan Bisma akan berkurang dengan sendirinya. Seperti saat ini. Tapi ini pertama kalinya Bisma mengalah dan pergi. Apa dia sudah lelah merecoki gadis ini? Bisma berjalan keluar perpustakaan dengan kedua tangan yang masuk ke saku celananya dan tatapannya berubah tak bersahabat. Berbeda dengan saat pertama ia masuk bersama Kinna tadi. *** “Kak Angga!” Angga dan Eza menghentikan langkah mereka saat seseorang memanggil Angga. Mereka menoleh dan seorang gadis berlari kecil menghampiri mereka. “Ada surat untuk Kakak,” ucap gadis itu sembari menyerahkan amplop berwarna merah muda pada Angga setelah berada kurang dari dua meter di hadapan pria fashionable itu. “Dari siapa?” Angga menerimanya lalu membolak-balik sebentar. Gadis itu hanya menggeleng kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Angga juga Eza. “Fans lo norak banget pake surat.” Reza meledek kemudian berjalan untuk melanjutkan langkahnya bersama Angga. Angga melempar surat itu ke tempat sampah terdekat dan menggedikkan bahunya cuek. Ia tak pernah me-respect fans-nya kecuali ia memang benar-benar mau. Seperti anggota ‘the boys’ yang lain. Mereka bahkan bisa dibilang kelompok pria terdingin di sekolah ini. Tapi ada yang unik di masing-masing dari mereka—kadang, dengan Bisma si jail dan angkuh. Angga yang cuek pada sekitarnya tapi sangat perhatian pada fashionnya. Dan Eza yang hampir setiap hari mengencani gadis yang memang fans beratnya. Dan kesimpulannya, mereka bertiga adalah ‘troublemaker’ di sekolah ini. Gadis yang tadi memberikan surat pada Angga itu hanya menunduk saat melihat dari jauh dengan apa yang dilakukan Angga. “Kak Angga gak pernah anggap aku ada,” lirihnya sedih. *** Bisma kembali masuk ke dalam perpustakaan dengan dua kaleng minuman dan sekantung snack. Kinna menoleh dan menatapnya sekilas. “Astaga, Bisma... kenapa membawa makanan ke perpustakaan!?” pekiknya frustrasi.  “Ssttt” penghuni perpustakaan menginterupsinya agar tidak berisik. Kinna mengangguk malu menjadi pusat perhatian karena ulahnya tadi. Bisma memang selalu menjadi juara untuk membuatnya kesal. Kinna kembali menatap Bisma seperti biasa, tajam dan dingin. “Apa yang lo lakuin?” tanyanya dengan suara pelan tapi tajam. “Makanlah,” ucap Bisma kembali duduk di sebelah Kinna tanpa dosa.  “Bisma!” “aku gak bisa bawa kamu ke kantin untuk makan, jadi aku bawa makanan dari kantin untuk kamu ke sini.” Bisma nyengir tak jelas, berharap Kinna akan terhibur dengan kehadirannya. “Terima kasih ...,” ucapnya dengan senyum sekilas yang dibuat-buat lalu kembali menatap bukunya. Ekspresinya untuk Bisma memang tampak selalu malas. "Terima kasihnya dengan panggilan aku kamu saja. Kenapa kamu kembali menggunakan lo gue?" Kinna terdiam sejenak kemudian menoleh pada Bisma. Memang bukan salah Bisma yang terlahir cerdas, jadi Kinna tak berhak marah padanya. "Apa?" tanya Bisma tak mengerti dengan tatapan Kinna. Kinna mengangguk kecil dan kembali fokus pada bukunya. Bisma melongo melihat kelakuan Kinna ini. Tadi gadis itu menatapnya seperti menilai sesuatu yang ada pada dirinya. Kemudian Bisma menuggu Kinna selesai menilainya dan siap mendengar komentar apa pun dari gadis itu tentang drinya. Namun, Kinna malah kembali bersikap cuek padanya. “Killa...,” ucap Bisma melas karena mulai dikacang lagi, “aku berharap kamu gak minta untuk aku suapi, Killa!” Bisma memasang seringai menggodanya. Kinna menatapnya jengkel kemudian menerima minuman yang Bisma sodorkan. Tapi detik berikutnya, ia kembali berkutat pada buku di tangannya. “Sejak kapan buku menjadi benda sialan untukku?!” umpat Bisma karena kembali diabaikan Kinna. Ooo kasian sekali kau Bisma Karisma. Bisma meletakkan kepalanya di meja menghadap ke Kinna dengan bertumpu pada lengannya yang ia lipat di meja, menatap nyaman gadis itu. Kinna tak peduli, ia terlalu fokus. Sampai akhirnya Bisma menutup mata karena mengantuk. *** Saat Bisma membuka matanya, Kinna sudah tak ada di tempatnya. Perpustakaan pun terlihat sudah sepi. Ia mendengkus kesal kemudian berdiri. Sebelum melangkah, Bisma tak sengaja melihat selembar kertas di atas meja dan ditindih minumannya tadi. ‘Terima kasih! Makanannya aku bawa. Aku lapar.’ Bisma terkekeh pelan membaca surat yang sudah pasti dari Kinna itu. “Gadis itu” Bisma keluar dari perpustakaan dengan senyum manis yang terkembang dari bibirnya. Semakin keren dengan kedua tangannya yang tersembunyi di balik saku celananya. *** Bisma masuk ke kelasnya dengan santai lalu tatapannya langsung tertuju pada Kinna. Senyumnya semakin mengembang. Gadis-gadis di dalam kelas itu banyak yang menatapnya dengan berbinar. Bisma sangat manis jika sedang tersenyum lebar dan tulus seperti itu. “Bisma!” tegur Pak Himawan yang sedang mengajar di kelas. Bisma menoleh. “Iya, Pak?” jawabnya santai dan mengalihkan pandangannya ke guru berkumis itu. “Dari mana saja kamu? Saya sudah mengajar lima belas menit di sini. tapi kamu baru masuk,” ucap Pak Himawan dengan nada mengintrogasi. “saya dari perpustakaan pak” jawabnya enteng kemudian melirik Kinna dan tersenyum memperingatkan. ‘awas kau’ “Yang benar saja, sejak kapan kamu mau masuk ke perpustakaan?” Pak Himawan terkekeh meledek siswa ber-IQ tertinggi dan troublemaker itu. Bisma ikut tertawa kecil “sejak kenal sama Kinna” jawabnya masih santai. Semua mata tertuju pada Kinna yang langsung menunduk. ‘astaga!! si i***t ini’ batin Kinna frustrasi. Mengerjai Bisma bukanlah ide yang bagus. Kinna berjanji tidak akan mengulanginya lagi. “hehe iya Pak, Bisma dari perpustakaan. Ini salah saya yang tidak membangunkannya saat bel masuk tadi” Kinna mengangkat wajahnya perlahan. Lalu tersenyum setenang mungkin pada Pak Himawan. “tidak. Di sini tidak ada yang salah. Aku tahu, kamu tak tega membangunkanku karena aku terlalu tampan jika sedang tidur,” ucap Bisma yang membuat beberapa pria di kelas itu tertawa. “ini jam Fisika, Bisma. Bukan jam menggombal” ucap pak Himawan jengkel “duduk” suruhnya.  Bisma mengangguk dan berjalan menuju mejanya. Tatapannya tak lepas dari Kinna. Gadis itu jadi salah tingkah dan menatap ke sembarang tempat untuk menghindari tatapan Bisma. Bisma berhenti di sebelahnya dan sedikit membungkuk “aku jadi semakin mencintaimu, Killa” bisiknya yang langsung membuat gadis itu membeku di tempat. Darahnya berdesir cepat dan hangat di seluruh tubuhnya. Tangannya tak sengaja terkepal basah. Apa tadi? cinta? SEMAKIN? oh noooo... Bisma mencintainya? benarkah? sejak kapan? Bisma kembali melangkah untuk duduk di tempatnya. Angga menoleh ke arahnya. “lo menang banyak Bis” “Im a winner. Always” jawab Bisma bangga dan membuat Eza terkekeh. “always,” ucap Eza menimpali. “Hei! kalian bertiga ingin keluar dari kelas saya?!” bentak Pak Himawan yang elihat ketiga muridnya masih ayik mengobrol. “kali ini tidak pak” jawab mereka kompak dan diakhiri tawa yang menggelegar oleh mereka dan beberapa siswa lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN