10-Jump

1510 Kata
Hari kamis, hari ini adalah ujian praktik olahraga, dan Bisma kesal karena praktik laki-laki dan perempuan tak bersamaan. Hari ini perempuan dulu, dan laki-laki minggu depan. Begitu membosankan mendengarkan ceramah guru di depan kelas tanpa adanya 'hiburan' baginya-Kinna- Ia menoleh ke lapangan yang ada di bawah sana. Kelasnya yang berada di lantai dua membuatnya mudah melihat ke arah lapangan. Ia melihat Kinna yang sedang berjalan sendiri di paling belakang mengikuti gurunya dan yang lain menuju lapangan. Jendela kelasnya di lantai 2 yang rendah itu membuatnya leluasa melihat ke bawah sana. "Gadis itu, tak pernah mau berubah. Kenapa dia masih senang menyendiri?" gumam Bisma tertawa kecil. Ekspresi Kinna tak berubah, tetap dingin dan tatapannya tajam. Tak bosan Bisma melihat pemandangan menyenangkan itu. Ocehan guru di depan sana sudah tak ia anggap ada. Mengabaikan guru yang mengajar di kelasnya dan menikmati pemandangan dari lantai 2 ini membuatnya senyum-senyum sendiri. Kinna hanya diam mendengar instruksi yang di jelaskan oleh guru olahraganya. Sampai kini giliran Kinna dan 3 orang temannya yang lain. Bisma tertawa pelan, siapa yang menyangka gadis pendiam seperti Kinna bisa berlari sekencang itu? "Ice girl, penuh kejutan." Kinna tetap fokus ke depan. Ia selalu ingin mendapat nilai yang terbaik dalam semua mata pelajaran, termasuk olahraga. Sampai saat ini Ia masih memimpin di depan. Sekitar 2 putaran lagi. Bisma menggeleng tak percaya. Tapi... Mata Bisma terbelalak ketika langkah Kinna terlihat tidak stabil dan perlahan melambat. Kinna terjatuh, tapi 3 detik berikutnya gadis itu sudah berlari lagi dengan kaki sedikit pincang. "Dasar gila!!" umpat Bisma berdiri dari duduknya. Derit kursinya membuat semua perhatian di kelas itu tertuju padanya. Mereka menatapnya aneh. Termasuk gurunya. "Bisma! Duduk!" seru Susi, guru yang sedang mengajar di kelasnya. Bisma mengabaikannya dan matanya semakin memicing mengawasi setiap gerakan Kinna. Kedua tangannya bertegger di pinggang. "Ada apa denganku?" Kinna memegangi kepalanya yang berdenyut. Pandangannya mulai kabur, tapi ia mengerjapkannya beberapa kali untuk mengusir rasa peningnya. "Bisma Karisma!!" eriakan guru di depan kelas mengiringi kepergian Bisma yang mengejutkan semua orang. Gadis itu akhirnya terjatuh lagi. Dan tak sampai lima detik, teman-temannya sudah mengerubunginya. Mata Kinna terasa berat. "Kinna, lo baik-baik aja?" "Kenapa dia tiba-tiba pingsan?" "cepat bantu dia" Suara-suara berisik itu masih dapat didengarnya. Perlahan, matanya semakin mengatup berat. Panasnya matahari membuat Kinna semakin tidak kuat mmebuka matanya. "naikkan dia ke punggung gue!" Seruan itu membuatnya kembali membuka mata walau sangat sulit. Sampai ia berada di punggung itu, ia masih dalam keadaan terjaga. Kinna masih bisa merasakan punggung hangat itu. Seperti... kakaknya. 'Bisma,' ia bergumam dalam hati. Kepalanya semakin berdenyut berat. "Bis," ucapnya parau tepat di sebelah telinga Bisma. "Tenanglah. Sebentar lagi kita sampai di UKS," ucap Bisma dan masih berlari cepat. "Pelan-pelan. Kepalaku sakit" ucapnya lagi. Dan Bisma menghentikan langkahnya, tapi sedetik kemudian ia sudah kembali membawa Kinna dengan berjalan cepat agar tubuh gadis itu tak terlalu terguncang dan membuatnya semakin pusing. Kinna menyandarkan kepalanya nyaman di bahu Bisma. Dan melingkarkan lengannya di leher pria itu. 'kak Rafael' batin Kinna. *** "Dia memang udah gila" ucap Rangga melihat apa yang sudah dilakukan Bisma tadi. "Ayo kita keluar dari kelas, mumpung Bu Susi nggak fokus ke kita," ucap Reza lalu menarik baju Rangga untuk keluar dari kelas. "Mau ke mana?" tanya Rangga saat mereka sudah berhasil keluar dari kelas. "Kita ke kantin. Gue lapar" ujar Reza kemudian berjalan cepat mendahului Rangga. "Woy tunggu!!" teriak Rangga mengejar Reza yang sekarang malah berlari. Brukk Sayang sekali, hari ini banyak yang terjatuh sepertinya. Rangga menabrak seseorang. "sorry gue gak sengaja" ucap Rangga kemudian berlalu begitu saja dari seorang gadis yang terjatuh karena ia tabrak tadi. Gadis itu manatap punggung Rangga yang semakin menjauh "apapun yang terjadi, aku tetap fansnya kak Rangga" ucapnya pelan kemudian bangkit dari jatuhnya. "Marina, lo kenapa?" tanya temannya lalu menghampiri gadis yang di panggil Marina itu. "ah gue baik-baik aja kok" jawabnya melempar senyum. *** "Kamu selalu melakukan hal-hal gila Bisma," ucap Dokter Andi yang berdiri tepat di depan pria tampan itu. "Dokter Andi seperti mamiku yang suka mengomel karena hal kecil. Aku baik-baik aja, Dokter," balas Bisma santai. Kinna perlahan membuka matnya saat mendengar keributan di ruang sebelah. "Apanya yang baik?! kakimu terkilir!" dokter Andi melilitkan perban ke pergelangan kaki Bisma. "Ini hanya luka kecil, Dokter." "Orang tuamu bisa menutup sekolah ini jika tahu anaknya yang aneh ini terluka di sekolah!" "Itu tidak akan terjadi, Dokter. Tenanglah." Bisma malah tertawa kecil melihat dokter sekolah ini kesal karena ulahnya. "Demi seorang gadis kamu rela terkilir karena melompat dari lantai dua. Di mana otakmu, Bisma!? Dasar bodoh" Dokter Andi memukul kesal kepala Bisma. Bisma meringis pelan mengusap kepalanya yang sebenarnya tidak begitu merasakan sakit. "Dokter Andi lupa sesuatu? IQ-ku 165 dokter. Bukankah itu menakjubkan?" ucap Bisma dengan songongnya. Ia tak terima ketika dikatai bodoh tadi. "Mungkin tes itu kesalahan. Hhh terserah kamu saja. Jangan jalan-jalan dulu. Aku tinggal sebentar" Dokter Andi berbalik dan berjalan menuju pintu UKS. "Jangan beritahu mami Dokter. Dia akan cemas!" teriak Bisma mengingatkan. "Dia akan tahu sendiri dan akan memenggal kepalamu!" balas Dokter muda itu dan kemudian benar-benar menghilang di balik pintu. Bisma tertawa renyah mendengarnya. Kinna tersenyum kecil mendengar percakapan aneh itu. Ia tadi sempat melihat Bisma yang berdiri berkacak pinggang saat ia jatuh pertama kali. Tak menyangka, pria i***t ber IQ 165 itu punya sisi manis juga. "Wuaahhh Killa... kamu sudah sadar!" suara heboh itu membuatnya terperanjat kaget. "Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit?" "aisshh, kenapa berteriak?!" Killa menutup telinganya. "aku terlalu senang Killa" Bisma duduk di sebelah Kinna yang masih berbaring. "tarik kursi itu, jangan duduk di sini. sempit Bisma" Kinna mendorong tubuh Bisma agar menyingkir. "oke oke. Karena kamu sedang sakit, jadi aku akan menuruti semua maumu" Bisma menunjukkan senyum manisnya dan itu terlihat bodoh di mata Kinna. "jangan tersenyum bodoh, Bisma" ucapnya sinis. Bisma terkekeh mendengar cibiran Kinna. "Bagaimana bisa orang sepintar dirimu melakukan hal bodoh seperti itu? kau tahu itu sebuah kesalahan yang bisa berakibat fatal. Bagaimana keadaan kakimu?" Bisma menggerakkan kakinya bergantian "bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan. Lagi pula aku terlahir sempurna dan terlalu mempesona. jadi sesekali aku juga harus membuat kesalahan agar orang lain bisa membedakan Bisma dengan malaikat." "Mati saja kau!" Bisma tertawa renyah dan mengacak poni Kinna gemas "aku juga manusia yang harus membuat kesalahan. Terlahir sempurna kadang membuatku tak nyaman. kau tahu, aku kesulitan mencari kelemahanku dan harus berpikir keras untuk menemukannya. Jadi saat orang-orang tadi menganggap itu kesalahan, aku senang." Kinna menggelengkan kepalanya tak habis pikir "duduklah, biarkan kakimu beristirahat" "kau mengkhawatirkanku?" Kinna hanya mendengus menatap pria itu. "Bisma" "Hm?" Bisma menarik kursi agar bisa duduk di sebelah Kinna yang masih tiduran. "Terima kasih" "Hangan khawatir. Itu bukan apa-apa. Cepatlah sembuh dan jangan menyiksa diri" Bisma menatapnya dengan senyum penuh rasa sayang. "apa maksudmu menyiksa diri?" tanya Kinna membalas tatapan Bisma. "kamu pikir aku tidak tahu untuk apa selama ini kamu belajar seperti orang gila itu?" tatapan Bisma berubah tajam. Ia kembali kesal jika mengingat hal ini. Kinna terdiam. Ia memang tak pernah berhasil menyembunyikan sesuatu dari pria 165 ini. "untuk mendapat peringkat yang selama ini ku kantongi kan? jadi selama ini kamu belajar mati-matian sampai melupakan makan hanya untuk melampauiku? itu akan sulit Killa" ucapnya mengibas tangannya di udara, bertanda, itu tidak mungkin. Killa diam, ia hanya memalingkan wajahnya dari Bisma. "hey hey. Ada apa denganmu? biasanya kamu akan mengomel kalau aku sedang menyombongkan diri" Bisma berdiri dan sedikit membungkuk agar bisa melihat wajah Kinna. "aku lagi malas berdebat sama kamu" "jujurlah Killa. Ada apa?" tuntutnya. "bukan urusanmu" "jangan lupa. Kamu pacarku Killa" "ish! sejak kapan?!" pekik Kinna tak terima dan kembali menatap tajam Bisma. "sejak kita berciuman." Kinna memutar matanya jengah. Ia malas mengingat kejadian itu! memalukan sekali! "Kata siapa?" Kinna kembali merubah posisinya membelakangi Bisma. "Kataku dan kata semua orang di sekolah ini. Juga kata papi mamiku" Bisma sedikit tertawa menjawabnya. Ntah apa yang terjadi padanya tapi ia suka sekali menggoda Kinna seperti ini "katakan apa yang terjadi" Bisma kembali duduk karena Kinna benar-benar tak mau membalik badannya untuk mentapnya lagi. "aku harus tahu Killa" paksa Bisma sedikit merengek. "cari tahu saja sendiri!" "baiklah kalau itu maumu" jawab Bisma tersenyum sinis. Tak ada yang tak bisa Bisma lakukan, bukan? "nanti kamu ingin makan siang apa? biar kubelikan" "tidak perlu" "kamu ingin melewatkan makan siang lagi hari ini? jangan bermimpi karena aku akan memaksamu sampai mau makan. Bahkan aku akan dengan senang hati menyuapimu jika tetap menolak" "pergilah dan ikut pelajaran" suruh Kinna bosan. Kupingnya benar-benar panas mendrngar celoteh Bisma tanpa henti itu. "jangan bilang kamu juga lupa dengan otak 165 ku" Kinna mendengkus pelan. "Terserah! jangan mengganggu. Aku mau tidur" Kinna memejamkan matanya agar terlepas dari perdebatan tak berujung dengan Bisma. Bisma mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Kinna dengan lembut "istirahatlah, aku akan menjagamu" "aku akan berterima kasih jika kamu mau meninggalkanku di sini" "aku tidak perlu terima kasih seperti itu" "Tapi Kinna" "Apa lagi?" "aku cerdas, tampan, kompeten, kaya dan berkarisma. kenapa kau tetap menolakku?" Kinna tertawa kecil mendengar ucapan Bisma yang sangat berlebihan memuji dirinya sendiri itu "Aku tak bisa mengimbangimu. tapi jika kau mau jadi pemulung, mungkin aku akan mempertimbangkanmu." "Kau bercanda kan?" "Aku serius. coba saja."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN