OWN 5 | Mencoba Meraih Sang Legenda
Ilias terus mengawasi Jessica, menemukan banyak fakta baru mengenai wanita itu. Ia sungguh terpukau, melihat bagaimana wanita yang terakhir kali ia lihat hancur berkeping-keping kini justru berhasil bangkit dari keterpurukan.
Ia menghabiskan harinya dengan nyaman, dia berhasil mengelola keuangannya dengan sangat baik, sampai-sampai Ilias mampu dibuat terkejut saat mengetahui semua yang telah dilakukannya.
Tumpukan laporan mengenai Jessica yang sebelumnya kian minim kini seolah menggunung, menumpuk di meja dengan begitu rapih. “Jika seperti ini, sepertinya tujuan bisnis Anda tidak akan…” Hero yang duduk di hadapan Ilias menelisik, ia mengutarakan pendapatnya setelah analisa memang selesai dilakukan.
Ilias masih memandangi deretan potret Jessica bersama putranya yang menghabiskan waktu bersama. Senyuman cerah dan sorot mata indah yang bersinar, Jessica seolah menemukan kembali sosoknya yang sudah lama tenggelam ke dasar.
“Sebenarnya dari mana nona berhasil mendapatkan investasi sebesar itu, bahkan meski nona menjual nama Brijaya, tujuh tahun lalu saat nona memulai perusahaannya, saham kita masih belum begitu stabil hingga nilainya turun begitu pesat kan. Mustahil nona bisa membangun bisnis dengan lancar tujuh tahun lalu. Ah itu saat nona mulai melanjutkan pendidikannya juga kan…” Hero bergumam memperhatikan nilai perusahaan yang Jessica dirikan sejak tujuh tahun lalu.
“Dana gelap yang disiapkan diluar pajak warisan. Itu hal yang terkadang dilakukan oleh para konglomerat.” Ilias mengeluarkan sebatang rokok, menempelkannya di bibirnya sambil bangkit menuju meja–menyalakan tembakau itu dan menyesapnya dalam-dalam.
“Itu tindakan ilegal, konglomerat macam apa yang akan melakukan itu?” Hero menimpali, membuat Ilias yang menatap keluar jendela, memperlihatkan bintang di langit malam yang kian cerah.
“Yang seperti keluargaku, juga ibu dan neneknya. Pewaris, selalu memiliki tongkat warisan mereka sendiri… Bahkan tanpa diketahui siapapun.” Ilias menoleh dan bersandar di meja sambil terus menyesap rokoknya. “Ah…” Tidak ada bantahan, Hero yang keluarganya sudah mengikuti keluarga Ilias sebelumnya tentu tahu seperti apa keluarga pemuda itu.
“Tapi membangun semuanya sendirian, pasti sulit kan.” Ilias berjalan menuju meja dan kembali memperhatikan tumpukan berkas. “Dia tidak sendiri. Dia mendapatkan anjing baru yang penurut. Sepertinya, dia akhirnya menguasai pelajaran pertama dari seorang pewaris.” Ilias memperhatikan salah satu potret dimana Jessica yang tengah berolahraga yoga, mendapatkan laporan perusahaannya dari pria yang selalu berada disisinya.
“Ah, maksud Anda pengacaranya? Namanya Arley Arc Grayson. Sepertinya mereka sudah saling mengenal sejak tujuh tahun lalu. Tapi, pria bernama Arley ini baru bekerja dengan nona sejak empat tahun terakhir.” Ilias kembali menyesap rokoknya dan menatap deretan foto dengan tajam.
Kala itu…
Arogansinya masih sama…
Ia berpikir bahwa Jessica akan kembali, karena gadis itu akan berusaha mengambil kembali yang menjadi miliknya. Ilias yakin itu, sosok Jessica tidak akan mengalah, mustahil ia mengaku kalah.
Namun melihat bagaimana ia menjalani hidupnya dengan tenang dan damai, membuat Ilias kembali berpikir ulang.
Tahu bahwa pikirannya hanya imajinasi belaka.
Angin yang menerpa wajahnya hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Ilias yang berdiri di depan kediaman Jessica memperhatikan wanita yang baru saja turun dari mobil setelah mengantar anaknya pergi berkemah.
Wajahnya terlihat tidak begitu baik, karena ia sempat bertengkar dengan Aiden sebelumnya. Jessica yang terlalu protektif pada anaknya kerap kali memicu pertikaian antara keduanya.
Meski begitu mereka akan selalu berdamai dan saling memeluk. Seolah mereka memang saling menyayangi dan berusaha mengerti satu sama lain.
Ilias memperhatikan saat Jessica berbicara dengan pria itu, sampai pertemuan mereka di akhiri dengan kecupan singkat yang Jessica berikan pada pria bernama Arley itu.
Ilias masih memperhatikan, lagi-lagi ia merokok. Ilias menyesap rokok lebih banyak dari yang biasanya sejak ia datang ke negara ini.
Pria itu menelisik dari kejauhan, memperhatikan setiap pergerakan Jessica dengan kedua mata tajam yang tidak melewatkan sedikitpun pergerakannya.
“Aku yakin mereka hanya berteman, sepertinya ada yang salah.” Hero terlihat panik, ia mengikuti Ilias yang masuk ke dalam mobil sambil terus mengoceh seolah menjelaskan situasi yang diluar perkiraannya.
“Anda tidak jadi menemui nona?” Hero semakin panik, ia terus berusaha menahan kepergian Ilias meski mobilnya sudah melaju menjauh. “Tuan, bagaimana jika bertemu nona sebentar?” Hero masih membujuk Ilias.
“Atur penerbanganku sore ini.” Putus Ilias tanpa mau lagi menerima bantahan. Hero tidak bisa menolak, saat melihat raut kusut diwajah sang majikan.
Karena mereka yang sudah lama berpisah, terasa mustahil bahkan sekedar untuk dipertemukan lagi.
Ilias memutuskan untuk kembali, namun Hero jelas mengetahui bahwa majikannya tidak benar-benar ingin pergi. Sayangnya, sekali lagi Ilias akan mengikuti pikirannya. Ilias yang akhirnya sudah berada di bandara saat sore hari menatap tayangan berita yang menarik perhatiannya.
Tempat yang ditayangkan dalam berita adalah tempat dimana anak itu, anak bernama Aiden berkemah. Inti dari berita yang ditayangkan adalah kabar mengenai anak-anak yang hanyut di sungai karena mereka secara nakal menyelinap keluar tanpa pengawasan.
Ilias tanpa sadar langsung berlari, meninggalkan Hero dan masuk ke dalam mobil yang sebelumnya Hero sewa. Ia melesat menuju tempat itu, tempat dimana Jessica mengantar anaknya sendiri.
Tempat itu sudah ramai, penuh dengan banyaknya wartawan dan warga, juga tenaga kepolisian dan bantuan lainnya. Ilias menoleh, mencari ke segala arah untuk menemukan dimana keberadaan Jessica.
Pria itu berlari ke setiap penjuru perkemahan, menyelinap melewati pembatas dan terus mencari keberadaan Jessica di antara hutan hamparan perkemahan. Sampai akhirnya, ketika Ilias berjalan cukup jauh keluar dari area kemah, ia menemukan aliran sungai dimana Jessica berdiri di dekatnya.
Ia memandangi sungai itu dengan kedua tangan yang saling bertautan dan getaran hebat dapat Ilias lihat di sana.
Lagi-lagi sorot mata cerah hazel itu meredup. Jessica kembali menelisik aliran sungai dan berjalan dengan perlahan.
“Aiden…” Ia memanggil nama anaknya yang tidak ditemukan di perkemahan. Suaranya begitu lirih dan nafasnya begitu berat. Sorot perih di mata dan ketakutan di setiap garis wajahnya sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan seberapa terpukul wanita itu.
“Aiden…” Ia terus memanggil tanpa henti, seolah memang hanya hal itu yang biasa dilakukannya saat ini. Jessica kemudian berhenti melangkah, ia melihat aliran sungai seolah menemukan sesuatu. Jessica semakin dekat ke arah sungai, tanpa sadar hal itu membuat Ilias berlari. Jaraknya dan Jessica terlalu jauh, ia tahu ia tidak akan sampai tepat waktu hingga tangan lain menahan Jessica, membuat Ilias berhenti melangkah dan memperhatikan raut wajah wanita itu dari kejauhan.
“Apa yang kau lakukan, itu berbahaya!” Arley berteriak, menatap wajah Jessica yang terlihat panik. “Itu hanya kain yang hanyut Jessy, tenanglah. Aiden akan baik-baik saja.” Jessica menatap dengan mata yang mulai memerah, jelas ia menahan tangisannya sedari tadi.
Tubuhnya mendapatkan pelukan penuh penenang dari Arley, Jessica jatuh terduduk dengan suara tangisan yang mulai pecah. Terdengar begitu sesak dan perih di saat bersamaan. Nafasnya yang berat bahkan sampai bisa Ilias dengar dari jaraknya saat ini.
‘Padahal aku tidak ingin melihat ekspresi seperti itu lagi…’
‘Ekspresi terakhirmu, jauh lebih cocok untuk diingat.’
“Aiden…” Hanya satu nama yang terus Jessica sebutkan tanpa henti, mengungkapkan betapa terpukulnya dirinya dengan situasi saat ini.
Sementara Ilias, tidak bisa melakukan apapun dan hanya mampu bersandar di balik pohon.
Hingga, ketika malam semakin larut, sebuah panggilan membuat keduanya bergegas pergi. Rupanya mereka berada di kantor polisi dimana banyaknya orang tua korban yang sudah menanti di sana.
Jessica langsung mencari keberadaan satu sosok, ia menemukan Aiden yang duduk diam bersama beberapa anak. Mereka mengenakan pakaian yang biasa digunakan di taman bermain, seolah memang sejak awal beberapa anak itu tidak pernah datang ke perkemahan.
“Dimana anakku? Kalian tidak mengajak Harry? Harry ikut dengan kalian membolos kan? Katakan bahwa Harry saat ini masih bermain di wahana? Ayo katakan bahwa Harry ikut bersama kalian!” Wanita itu berjalan, berlutut demi memandang Aiden yang terkejut dengan tindakannya. Wanita itu memegang kedua bahu Aiden dan mulai menangis.
“Katakan bahwa Harry membolos bersama kalian.” Aiden mulai terlihat ketakutan. Arley langsung menahan tangan wanita itu untuk menjaga Aiden.
“Harry lebih suka berkemah daripada membolos jadi-”
“Kenapa kau tidak ajak Harry? Harusnya kau ajak! Kenapa kau tidak mengajak anakku!” Jessica kesulitan bernafas di situasi itu, ia mengulurkan tangannya yang langsung disambut Aiden.
“Tolong siapkan apapun yang mereka butuhkan, ada penginapan di dekat sini dan makanan. Cuacanya juga makin dingin jadi mereka butuh-”
“Jessy, aku mengerti. Kembali dengan taksi jangan menyetir dan istirahatlah.” Arley mengelus pundak Jessy dan tersenyum menenangkan.
“Terima kasih…”
Sekali lagi, Jessica melihat sekelilingnya dimana banyak orangtua yang sudah histeris, terutama saat melihat Aiden dan teman-temannya yang terhindar dari petaka karena kenakalan mereka.
Jessica tidak mengatakan apapun saat ia keluar dari tempat itu. Aiden yang mengikuti di belakang menatap punggung ibunya dan perselisihan terjadi di antara keduanya.
Ketika Aiden meledakkan emosinya, sementara Jessica yang terlihat begitu kelelahan tidak mampu menampung semua luapan emosional Aiden dan hanya bisa diam menatap anaknya.
Sampai, sebuah kalimat yang menyakitkan keluar dari bibir Aiden.
Ilias memperhatikannya, tatapan penuh luka Jessica yang membekas di ingatannya. Tatapan itu, lagi-lagi terlihat.
‘Jika saat itu aku menghampiri, menahan tangan Aiden dan memelukmu, apa semuanya akan berbeda?’ Ilias terus mengulangi pertanyaan itu.
Setelah sebuah truk putih yang kehilangan kendali terarah pada Aiden. Membuat tubuh kecil yang sedang menyebrang jalan itu mematung diam sampai ibunya berlari dan mendorongnya menjauh. Di detik yang sama saat tubuh Aiden terlempar ke trotoar, saat itulah tubuh Jessica terpental dan jatuh di atas aspal.
Genangan darah membasahi aspal hitam dan membentuk pola khususnya sendiri.
Jessica masih terus menatap Aiden, memperhatikan putranya yang mematung. Aiden terlihat sangat terkejut melihat kondisi ibunya, ia berlari sambil menangis memanggil-manggil ibunya.
Penyesalan, tergambar jelas di wajahnya.
Sementara saat itu, Ilias tidak bisa melakukan apapun. Karena lagi-lagi, jaraknya yang jauh dari Jessica membuatnya tidak bisa sekedar meraihnya. Selain memeluk tubuh yang sudah terkulai lemas penuh darah itu.
Melihat bagaimana mata hazel yang kehilangan sinarnya itu meneteskan air mata. Ingatan itu begitu membekas, menjadi mimpi buruk yang tidak bisa diterimanya.
“Jessy…”
“Jessica…”