OWN 1 | Satu Malam Pernikahan
OWN 1 | Satu Malam Pernikahan
“Mari bercerai…”
Wajah Jessica yang baru bangun tidur terlihat lelah, wajar jika dia merasa demikian setelah aktivitas mereka sejak kemarin. Kantuk seolah menjadi hal wajib, menyertai wajah sembab akibat tangisan yang tidak terduga kemarin malam.
Jessica menggeliat, ia akhirnya bangkit untuk duduk dan menatap Ilias yang berdiri di hadapannya. Matanya melirik Ilias sekilas, sebelum fokus pada air minum di nakas. Tangannya terangkat untuk menunjuk gelas itu, kebiasaannya yang suka memerintah masih sama.
Ilias mengambilkannya, memberikan minuman yang langsung ditenggak habis. “Tubuhku sakit semua” ia bangkit, membiarkan selimut tipis yang menyelimutinya terjatuh begitu saja. Jessica memeriksa pantulan dirinya di cermin dan berdecak kecil seolah mengeluhkan kondisi tubuhnya.
“Aku sih tidak masalah, tapi bisakah kau lebih lembut lain kali? Bagaimana aku memilih pakaian saat seluruh kulitku penuh bercak dan memar? Aku juga ada wawancara hari ini.” Jessica menoleh, surai hitamnya berantakan, tergerai bergelombang dengan bebas. Matanya menelisik ke arah Ilias, dengan tajam, mata berwarna hazel itu selalu memberikan tekanan khusus. Ia memiliki kombinasi campuran coklat terang dengan aksen hijau dan orange. Warna yang seperti warna mata kucing. Ada ciri khusus pada matanya, yaitu lingkar coklat di pupilnya. Warna mata yang unik dan tajam, seolah ia bisa melubangi seseorang hanya dengan tatapan.
“Aku akan pergi latihan sore nanti, aku boleh membolos kerja kan?” Jessica menghampiri Ilias, ia mendongak menatap pria itu seolah tidak mendengar apapun yang sebelumnya Ilias katakan.
Senyuman mengembang di bibirnya, Jessica menatap mata Ilias seolah tengah mendasari lautan. Tangannya terulur, meraih surai Ilias yang masih basah. “Bukankah harusnya kita mandi bersama? Aku dengar, suami istri banyak melakukan hal yang biasa dilakukan sendiri secara bersama-sama.” Ia menatap Ilias seolah bertanya, bola mata yang biasanya tajam kian membulat, seolah ia benar-benar serius dengan pertanyaannya.
“Kau juga bisa siapkan sarapan untukku…”
“Bagaimana dengan bulan madu? Aku ingin pergi ke beberapa tempat. Bagaimana dengan Belanda?” Jessica tersenyum tipis, seolah tengah memikirkan beberapa destinasi.
“Kau tidak mendengar perkataanku?” Jessica tertawa kecil mendengar jawaban Ilias.
“Bercerai?” Ilias mengangguk, membuat wajahnya sedikit berubah. “Kita baru menikah satu malam dan kau mengajakku bercerai? Betapa lucunya leluconmu Ilias…” Ia meregangkan tubuhnya. Matanya seolah menelisik ke seluruh kamar, mungkin mencari jubah tidur yang seharusnya ada di sekitarnya.
Ia masih terlihat santai dan acuh seperti biasanya. Sampai kegaduhan itu datang…
“NONA!”
Suara pintu diketuk dengan tergesah. “Nona maaf saya masuk yah!” Gadis yang tumbuh besar dengan Jessica itu masuk ke kamar. Seorang pelayan yang selalu memastikan kebutuhan Jessica, usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari Jessica. Pelayan itu cukup terkejut saat melihat majikannya yang belum mengenakan pakaian. Dengan buru-buru dia mengambil jubah di lemari dan memakaikannya pada sang majikan.
Jessica terlihat menelisik mata yang sembab di hadapannya.
“Ada yang terjadi?” Tanyanya dengan suara pelan. Wanita itu mengangkat kepalanya. Larria, pelayan Jessica itu langsung menyentuh kedua pundak Jessica dengan penuh ketegangan.
“Tuan besar, baru saja meninggal.”
Perkataan itu jelas tidak hanya mengejutkan bagi Jessica, namun juga bagi Ilias.
Ilias tahu mengenai kondisi mertuanya. Tuan Gideon memang sudah dalam kondisi memprihatinkan, namun ini tetap menjadi berita yang mengejutkan. Ilias langsung berusaha menghampiri Jessica, dia mungkin akan terkejut seperti waktu itu.
Nafas Jessica tersenggal dan wajahnya kian pucat.
Kali terakhir Ilias melihat Jessica seperti ini, adalah ketika ibunya meninggal, dia baru membaik dan kini ayahnya juga meninggalkannya.
Jessica…
Tidak terlihat baik-baik saja.
Dia menepis tangan Ilias yang menahan bahunya dan berjalan keluar kamar. Tentu Ilias tahu kemana dia akan pergi. Ilias mengikuti dan menjaga di belakang, kalau-kalau dia akan jatuh pingsan seperti waktu itu.
Jessica mendorong orang-orang yang menghalangi pandangannya, begitu ia tiba di sebuah ruangan. Semuanya juga menyingkir saat menyadari kehadiran sang nona.
Jessica berdiri diam, menatap ayahnya yang duduk di kursi kerja dalam kondisi tidak bernyawa. Kakinya melangkah kecil dan nafasnya tidak beraturan. Belum ada tetesan air mata yang jatuh, namun Ilias tahu bahwa Jessica akan segera meledak dalam waktu dekat.
Dia berjalan semakin mendekat, melihat wajah ayahnya yang tertidur di atas meja. Hidung dan bibirnya mengeluarkan darah hingga membuat Jessica yang melihatnya tersentak.
“Ayah…”
Jessica memanggil dengan suara lirih, gadis yang selalu bersikap angkuh itu semakin kesulitan bernafas. Tangannya terulur, terlihat bergetar begitu hebat saat berusaha menyentuh tangan ayahnya. Tangan kaku yang menggenggam sebuah benda pipih berwarna tosca.
Belum sempat Jessica melakukan apa yang hendak dilakukannya, Ilias sudah menahan tangannya. “Panggil ambulans dan polisi.” Pinta Ilias, sambil menarik Jessica menjauh. Ia tentu memberontak dengan sekuat tenaga, hingga membuat Ilias terpaksa menggendongnya di pundak.
Jessica memukul-mukul punggung Ilias dengan keras, pria itu mulai bisa mendengar suara tangisannya yang keluar, menggema di lorong sepi yang memperjelas suaranya. Kakinya berhenti melangkah, saat tangan yang meremas kemeja di punggung Ilias terasa semakin kuat.
Suaranya terdengar begitu dalam dan serak, Ilias seolah bisa merasakan betapa sesaknya nafas gadis itu saat ini.
Ilias menurunkan Jessica, menopang kedua pundaknya sambil terus menatap wajahnya.
Wajah yang sudah memerah padam, mungkin karena kesulitan bernafas. Juga air mata yang tidak berhenti mengalir, membasahi pipi. Suara tangisannya berusaha ia redam, seolah mencoba menahan rasa sakit yang begitu perih. Di dalam dirinya, Jessica merasa sesak, seolah-olah udara di sekitarnya tidak cukup untuk bernapas.
“Kemarin kan dia masih tertawa…” Jessica mengungkit bagaimana tawa ayahnya saat pernikahannya berlangsung. Ia tidak bisa menghentikan tangisannya, kakinya melangkah dan mendekat memasuki pelukan Ilias.
“Ilias…”
“Apa yang harus kulakukan?”
Jessica dibesarkan dengan penuh cinta, ia terbiasa menerima kasih sayang dari semua orang. Namun, rangkaian kehilangan yang baru-baru ini menghampirinya seolah terus memberi guncangan. Sesaat ketika dirinya bisa menata kembali hati yang hancur, kegelapan kembali datang.
Dimulai dari kakek, ibu dan kini bahkan ayahnya.
“Hanya kau yang tersisa…” Suaranya bergetar hebat, Ilias bisa merasakan pelukannya yang menguat dengan kencang.
“Hanya kau yang aku punya…” Bisiknya lagi dengan lirih.
Bahkan meski pernikahan ini tidak di awali dengan cinta, Ilias tahu bahwa Jessica mempercayainya. Dia terus memeluk Ilias untuk menenangkan diri. Ilias memperhatikan punggung Jessica yang masih bergetar dan mulai balas memeluk gadis itu.
Tubuhnya kecil, dia kehilangan banyak berat badan sejak beberapa bulan terakhir.
Ilias pikir ia bisa memberikan sedikit ketenangan padanya…
Namun…
“Ilias…” Jessica melepaskan pelukannya, Ilias memperhatikan wajahnya yang menegang sambil melihat ke arah punggung Ilias. Mata tajam yang sembab itu terlihat kaku, dengan nafas yang bahkan seolah berhenti.
Suara wanita lain di belakangnya mungkin menjadi penyebab. Ilias menoleh, menatap Luna yang menggendong bayi di tangannya.
“Ilias…” Panggil wanita itu lagi dengan mata sembab. Jessica menatap keheranan, seolah ia bertanya-tanya bagaimana wanita itu bisa masuk ke kediamannya, bahkan mengenakan sandal rumah dan jubah tidur kediamannya.
“Ahhh…” Jessica seolah mendapatkan tamparan kenyataan, Ilias bisa melihat tatapan amarah dari matanya.
“Bercerai?” Jessica menoleh, menatap mata Ilias penuh luka.
“Apa ini yang kau tunggu? Saat mangsa berada di titik terlemah dan kau bisa melahapnya bulat-bulat?” Ilias kembali melirik Luna, menarik nafas dalam.
“Jangan berpikir sembarangan, Luna mengalami musibah dan dia terpaksa datang kemari. Jadi aku-”
“Ilias-” Jessica menatap Ilias tajam amarah dan kekecewaannya bercampur menjadi satu. “Mantan kekasihmu datang, di malam pernikahan kita? Kau mengizinkan dia memasuki kediamanku? Menggunakan pakaian di kediamanku dan tidur di tempat tidur rumahku? Wanita sialan itu? Kau pikir itu masuk akal?” Jessica menarik nafas dalam dan tertawa kecil dengan miris.
Air matanya masih terus mengalir dan ia masih terus menatap Ilias tanpa henti.
“Melindungi…”
“Saling menopang?”
“Kebohonganmu, sungguh sangat manis.”
Jessica mengatur nafasnya dan menatap Ilias intens.
“Anjing sialan yang tidak tahu diri dan menggigit tuannya… Kau pikir aku akan melepaskan b******n sepertimu?”
“Aku akan menurutinya…”
“Kita lakukan itu…”
“Kita lakukan keinginanmu setelah pemakaman, kau bisa bersabar sejenak kan. Suamiku…”
Apa ini masuk akal? Perceraian dilakukan setelah satu malam pernikahan?