Urusan Pasangan

1715 Kata
Mumpung masih punya waktu untuk berkeliling, ia memilih untuk menaiki taksi menuju pusat kota Kuala Lumpur, ibukota-nya Malaysia. Tak jauh, kurang dari satu jam, ia sudah tiba di daerah bukit bintang untuk makan. Ya, hanya mampir untuk makan. Ia tidak akan membeli oleh-oleh di sini karena ia sudah membelinya di London juga di Austria. Omong-omong tiap datang ke sini ia selalu ingat Opa dan Oma. Keduanya memiliki kisah romantis di Kuala Lumpur. Kisah romantis setelah menikah dan kala itu, Oma masih mengandung Om-nya Feri. Oma bilang, kalau keduanya sempat terpisah di Kuala Lumpur karena bertengkar. Oma yang saat itu baru pertama kali datang ke Kuala Lumpur tentu menangis meski gengsi juga kalau ia ketakutan ditinggal Opa. Hal yang membuat Dina tiba-tiba ingin tertawa tiap mendengar cerita itu. Rasanya baru dua tahun berlalu sejak Oa bercerita tentang hal itu di sini saat ia menemani keduanya berjalan-jalan di sini. Kuala Lumpur memang menjadi tempat istimewa bagi Opa dan Omanya itu. Bukan hanya karena Opa berasal dari negara ini, tapi kisah cinta setelah menikah itu banyak dimulai di sini. Taksi tepat berhenti di sebuah restoran yang menjadi langganan Opa dan Oma. Ia turun usai membayar dan berjalan masuk ke dalamnya. Rasanya terakhir ia datang ke sini sekitar enam bulan lalu. Saat itu, ia punya kegiatan pemotretan di sekitar sini dan tak dengan mampir. Ia duduk di sini, hanya sendiri hingga seorang pelayan datang memberikan menu. Ini bukan restoran yang mahal. Hanya restoran sederhana yang menjual makanan khas Malaysia. Dina selalu suka memesan nasi lemak di sini. Baginya, lebih enak kalau menikmati perjalanan dengan menikmati santapan lokal yang ada. Karena dengan begitu, ia akan merasa seperti tinggal lama di daerah sini. Selain nasi lemak beserta lauk-pauknya, ia juga memesan teh tarik hangat. Sebetulnya suasana saat ini sedang hangat karena ini negara tropis. Meskipun saat ini adalah diwaktu malam. Tapi Dina tak merasakan dingin. Namun alasan ia memesan teh tarik hangat bukan itu. Menurutnya, menyantap teh tarik itu memang enak disaat sedang hangat-hangatnya. Hihihi. Setelah ia pikir-pikir lagi, ternyata bahagia itu sederhana ya? Buktinya, ia duduk sendiri saja sudah menyenangkan. Meski tak ada yang menemani. Namun setelah ia pikir-pikir lagi, sepertinya ia salah jika tak ada yang menemani. Ia salah karena Allah selalu bersama hamba-Nya. Iya kan? Ia menghela nafas kemudian melirik sekitar. Pengunjung cukup ramai di sini. Maksudnya, mulai agak ramai. Mungkin karena mulai agak larut? Hahaha. Entah lah. Tapi sepertinya yang sendirian seperti ini hanya ia. Eh atau ada orang lain lagi kah? Kemudian matanya teralihkan pada sosok perempuan yang juga sendirian di bangku di pojok restoran. Namun dalam beberapa detik saja, perempuan itu dihampiri oleh seorang laki-laki. Aaah Dina mengalihkan tatapan dan rasanya ingin tertawa sendiri. Sungguh membosankan hingga ia malah kepoterhadap urusan orang. Akhirnya, karena bosan menunggu lama, ia membuka tasnya. Kemudian bermain dengan ponselnya sembari menunggu pesanannya datang. Barangkali pikirannya akan teralihkan dan memang benar. Di dalam grup cucu-cucu Opa, Rain baru saja mengirim foto kebersamaan para sepupunya di dalam mobil. Ia tersenyum kecil. Padahal ia hanya meminta dijemput oleh Ferril tapi Fasha mengotot untuk ingin menjemput. Kalau sudah begini, ia tak yakin kalau yang datang hanya Fasha dan Ferril bukan? @@@ "Nih bocah kagak dicariin bokap lo?" tanya Ferril yang kali ini sudah menyetir ditemani Ando di sebelahnya. Dibelakangnya, ada Farras, Tata dan Fasha. Di bangku paling belakang, ada Rain dan Anne tentu saja. Awalnya, Fasha mengira kalau Farras dan Ando menginap di rumah Tante mereka, Sara. Tapi ternyata di rumah Om-nya. Jadi lah ia datang ke sana sekalian menjemput Ferril. Niat hati mengajak Anne, ia sebetulnya menargetkn Farras. Hihihi. Biar semakin ramai saja. Lagi pula, memang lebih seru begini. Selain itu, ia merasa jika akhir-akhir ini mereka jarang berkumpul. Dina apalagi. Semenjak populer jadi presenter, gadis itu semakin sibuk dengan berbagai pemotretan lah, juga membawakan berbagai acara. Fasha menunggu-nunggu kapan Dina akan syuting main sinetron atau film. Gadis itu cocok untuk pekerjaan yang seperti ini dibandingkan dengannya yang kaku. Dan lagi, akhirnya ia sadar jika masing-masing orang memang memiliki kelebihan dan kekurangan dan juga rezekinya masing-masing dalam bidang pekerjaan. Awal mendengar Dina menjadi presenter saja ia kaget. Ia kira, gadis itu hanya akan fokus mengurus bisnisnya dan asti kesulitan mendapat izin dari Om-nya. Karena menurut Fasha, pekerjaan ini justru lebih berat daripada berada di kantor seharian. Namun ternyata, ia salah. "Bokap gue lagi di Surabaya kaliii!" Rain yang menjawab dengan teriakan dari belakang. Tadi sebenarnya, ia dan Fasha ingin berangkat diam-diam. Tapi tahu-tahu si Tata sudah berkacak pinggang di depan kamar. Ia sudah hapal gerak-gerik kakaknya yang ingin pergi tanpa mengajaknya. Jadi lah ia ikut pergi meski sekarang, ia sudah menguap beberapa kali. Ia memang suka sekali ikut berjalan-jalan bersama orang-orang dewasa dibandingkan dengan bermain ala bocah bersama Eline, anak tetangganya atau geng krucil cucunya Opa Adhi yang lain. Mungkin karena kebersamaannya dengan Rain lebih sering dibanding dengan Eline. Ia hanya bisa bermain dengan gadis itu ketika pulang sekolah dan saat ayahnya tak di rumah. Ketika ayahnya sudah pulang, memanggilnya untuk pulang juga ke rumah adalah rutinitas yang tak terlupakan. Ia sampai pernah mengomel saking sebalnya karena ayahnya membuatnya tak bisa banyak bercengkrama dengan orang. Tapi Fadli tetap lah Fadli. Katanya lebih enak kalau memantau anak bermain di rumah. Sementara Tata tahu betul kalau Eline takut pada ayahnya jadi selalu menolak tiap diajak bermain di rumahnya. Hihihi. Kalau bermain dengan Adel? Kepala gengnya krucil? Bah! Ia jadi kambing congek. Hihihi. Karena mulut bawelnya Adel mampu membuat semua orang tunduk termasuk kakak kembarnya, Adrian dan Adshilla yang malah mendengarnya alih-alih memberikan perintah. Kurang lebih, nasib mereka memang sama dengan Tata. Sebetulnya, ini masih jam delapan malam. Masih lama lagi untuk menjemput Dina. Tapi Farras mengajak untuk makan malam sambil nongkrong di luar. Sekalian menunggu penerbangan Dina. Farrel tidak ikut karena lelaki itu berada di Surabaya, menggantikan Papanya. Selain itu, alasan Fadlan ialah biar Farrel makin memahami pekerjaannya dan juga tidak perlu terlalu susah bekerja karena sudah ada anak yang membantu. Mumpung anak sulungnya itu masih muda dan jomblo, jadi.manfaatkan sebisa mungkin. Hihihi. Tadinya mereka berniat menjemput Agha. Tapi ternyata Agha tak jadi ikut karena ada ujian besok. Alhasil, mereka langsung saja menuju tempat tongkrongan, restoran Jepang yang jalannya searah dengan jalan menuju bandara. Biar gak muter-muter terlalu jauh saat akan berangkat menjemput Dina nanti. "Si Farrel kagak nyari cewek?" Sekalinya ngomong, itu pertanyaan yang keluar dari mulut Fasha. Tentu saja membuat para sepupunya terbahak. "Maksud gue, istri deh calon istri," ralatnya namun tetap saja tawa itu tak terhindarkan. Fasha bahkan menertawai dirinya sendiri. Ia jadi merasa lucu sendiri dengan kata-katanya barusan. Farras sih mengendikan bahu. Ia tak tahu menahu asmara Farrel sejak Zakiya yang terakhir. Setahunya, abangnya itu hanya kerja, kerja dan kerja. Tiap ditanya kapan cari calon istri? Tidak ada jawaban. Daripada kesal sendiri jadi biar kan saja lah. Toh kesendirian abangnya saat ini tak menganggu. Meski Farras berpendapat bahwa abangnya sudah cocok punya istri karena? Ya, wajah ganteng, soleh insya Allah, dan sudah mapan. Jadi, hanya kurang jodoh bukan? Sementara Ferril sih tak mendengar pertanyaan itu karena sedang di toilet. Tapi ia juga tak tahu jawabannya. Farrel kan misterius. Namun kalau sudah jatuh cinta, semua sepupunya pasti tahu. Orang yang paling peka melihat perbedaan Farrel yang biasa dengan Farrel yang sedang jatuh cinta adalah Farras. Dan dari mulut Farras lah akan tersebar semua ceritanya pada keluarga besarnya. Tapi sampai saat ini, belum ada tanda-tanda. Usai makan dan bercanda ria, mereka beranjak pergi ke toko buku. Membeli beberapa karton dan spidol warna-warni. Berhubung kepulangan Dina adalah kepulangan pertama dari pekerjaannya, mereka ingin merayakannya. Biar Dina senang, apapun mereka lakukan. Lagi pula, momen-momen seperti ini kan langka dan suatu saat nanti akan mereka rindukan. Karena apa? Ya lihat lah sekarang. Farras dan Ando mungkin saat ini masih bisa diajak berkumpul karena belum memiliki anak. Jadi masih bisa dibawa pergi mendadak dan cukup lama seperti ini. Kalau kakak sepupu tertua mereka sudah jelas tidak akan bisa ikut lagi jalan-jalan malam seperti ini. Karena sudah berbeda prioritasnya. Walau yak urung, ia juga mengomel di grup karena tak diajak berkumpul. "Pada ngapain siiih?" tuturnya ketika Farras berinisiatif untuk melakukan video call dengannya tapo tentu saja diganggu gadis kecilnya, Sherin. Gadis itu sudah duduk di pangkuannya. Hal yang membuat heboh karena sepupunya yang lain malah sibuk meladeni Sherin. Maklum lah, gadis kecil itu kan cicit Opa satu-satunya dan manusia paling muda di keluarga besar mereka. "Jemput Kak Dinaaaa kaaan! Heiiish!" seru Farras yang kemudian berdesis karena ponselnya diambil Ferril. Cowok itu, Rain, dan Fasha sibuk meladeni Sherin. Kadang mereka merasa gemas dengan tingkah gadis kecil itu. Rasanya, Sherin juga cepat sekali tumbuh hingga sudah empat tahun seperti ini. "Nanti sama Abang jalan-jalan yuuuk!" ajak Ferril yang kemudian kepalanya habis ditoyor Rain. "Abang dari Hongkong? Udah Om-Om juga! Tahu diri lo!" omelnya yang mengundang tawa Farras dan Fasha. Ando hanya geleng-geleng kepala kemudian fokus pada ponselnya lagi. Anne? Sama seperti Ando. Alih-alih merusuh seperti para sepupunya, ia lebih memilih duduk kalem sambil bermain ponsel yang kemudian malah berakhir dengan bermain games di ponselnya bersama Tata. Kadang ia bermain games seperti ini dengan Sherin. Ketika gadis kecil itu datang ke rumahnya. Sementara Dina baru saja masuk pesawat terakhir yang akan membawanya pulang kembali ke Indonesia. Ia menghela nafas panjang. Ia suka negaranya. Ia cinta negaranya. Tapi perjalanan ini membuatnya ingin bepergian lagi. Mungkin, bisa dibilang ini pelarian yang baik untuk seseorang dengan kegalauan hati sepertinya. Walau tak galau-galau amat. Namun terkadang itu mengusiknya hingga membuatnya gundah dan bersedih hati. Beberapa kali ia menatap jendela yang gelap. Tak ada apapun yang terlihat. Akhirnya, memilih untuk menutupnya saja. Memilih memejamkan mata seraya berpikir, hal yang sangat lumrah. Kini usianya menginjak 28 tahun. Seorang gadis yang belum menikah. Ia bukan merisaukannya. Apalagi keluarganya tak ada yang mengusiknya. Ia hanya ingin tahu, seberapa lama lagi ia akan seperti ini? Menuai kesendirian. Kini ia paham bagaimana perasaan Tiara dulu. Bahkan sepupunya itu baru menikah di usia 29 tahun. Tapi bagaimana pun, Dina tetap harus bersyukur. Toh apapun yang terjadi, ini hanya masalah waktu saja. Karena ia selalu yakin, bukan kah Allah sudah bilang bahwa manusia itu diciptakan berpasang-pasangan? Jadi untuk apa mengkhawatirkan hal yang sudah pasti? @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN