Amarah membuat Ayu Nayaka bukan hanya gelap mata, tapi juga gelap hati. Padahal orang yang bermasalah dengannya adalah suami dan selingkuhannya, tapi karena merasa belum puas membalas sakit hatinya dia jadi bertindak ngawur. Melihat keberadaan Elina disana semakin membuatnya kalap. Dia sangat yakin sekretaris anaknya itu memang ingin mendekati dan menggoda Athaya.
"Dasar perempuan murahan!"
Sial bagi Elina, mana dia kira kalau wanita yang sudah seperti banteng mengamuk itu justru kemudian datang menghampirinya. Dia turun dari mobil karena mengkhawatirkan keadaan Atha, tapi malah mengundang kemarahan Ayu Nayaka yang melihatnya.
“Ma! Mama mau apalagi?!” teriak Atha panik begitu mamanya melangkah cepat ke arah El.
Otak Elina seketika langsung blank. Sedetik kemudian rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai sudah dijambak kuat oleh Ayu Nayaka.
“Kamu juga sama saja murahannya dengan gundik itu. Kenapa terus menempel seperti lintah ke anakku, ha!” umpat mama Atha geram sambil menarik kuat rambut Elina dengan mata melotot penuh dendam, seolah sedang membalas wanita selingkuhan suaminya.
"Lepas! Sakit" desis El kesakitan.
Atha kalang kabut. Ditampar dan dimaki mamanya, dia masih bisa bersabar. Namun, melihat El dijambak sampai mendongak meringis menahan sakit membuat emosinya tersulut.
“Mama apa-apaan! Lepas, Mama menyakiti Elina!”
Dia mencekal tangan mamanya, mengurai cengkraman di rambut El, lalu menghempasnya kasar. Atha buru-buru menarik Elina ke belakang punggungnya, menjadikan dirinya tameng saat tangan mamanya kembali melayang menampar keras dan mencakar wajahnya.
“Perempuan murahan! Beraninya kamu menggoda anakku! Sini kamu sialan! Muka sok polosmu itu benar-benar menjijikkan!” teriaknya semakin tidak terkendali hingga Atha sampai kewalahan.
“Cukup Ma!” seru Atha.
Lebih keterlaluan lagi Indra Nayaka justru hanya menatap datar anaknya yang tengah menjadi bulan-bulanan kekalapan istrinya. Dia tersenyum sinis menertawakan kelakuan wanita bar-bar yang seperti orang sedang kumat penyakit gilanya.
“Kamu lihat sendiri kan Tha, mamamu memang sudah tidak waras! Dia lebih pantas dikurung di rumah sakit jiwa, supaya tidak seperti anjing gila yang asal menggonggong dan menggigit orang!” cibirnya kasar.
Iya, kata-kata papa Atha memang kasar dan keterlaluan, tapi sepertinya itu sudah sangat tepat menggambarkan kondisi Ayu Nayaka yang benar-benar sudah lepas kendali. Merasa telah dihina, wanita itu menoleh menatap sengit pria yang sudah tiga puluh tahun lebih menjadi teman hidupnya itu.
“Mulutmu sama busuknya dengan hati dan kelakuanmu, Ndra. Terkutuk kamu dan gundik juga anak-anak haram itu! Sebentar lagi kalian sekeluarga pasti akan menuai karma, mati dan membusuk di neraka!"
Sambil menuding Ayu Nayaka menyumpahi suami dan keluarga barunya. Namun, pria itu bahkan sama sekali tidak menggubrisnya. Bertengkar sudah biasa bagi mereka, jadi Indra Nayaka juga tidak kaget lagi melihat kelakuan kelewat kasar wanita yang sudah memberinya seorang anak itu.
“Kutukanmu tidak akan mempan, karena kamu sendiri sama busuknya. Darahmu kotor, pendidikan tinggi dan derajat tidak akan pernah bisa merubah takdirmu yang terlahir sebagai manusia hina. Bukankah begitu?!”
“k*****t kamu, Ndra!”
Atha hanya mematung dengan tangan terkepal kuat saat melihat mamanya berlari ke arah papanya dengan emosi yang meledak. Dia tidak lagi berusaha mencegah, karena papanya sudah lebih dulu naik ke mobil dan meninggalkan mamanya yang berteriak seperti orang gila mengejar di belakang.
“Berhenti! Jangan pergi, sialan!” makinya dengan nafas tersengal setelah mobil suaminya melaju jauh.
Miris, Atha benar-benar sudah tidak tahu lagi bagaimana menghadapi kelakuan kedua orang tuanya. Dia sudah muak harus terjebak diantara hubungan keduanya yang tak pernah akur sejak dulu.
Elina meraih tangan Atha yang gemetar, melepas kepalannya dan menggenggamnya erat. Dia tahu sekarang, seberat dan sesakit apa hidup seorang Athaya Nayaka. Benar-benar berbanding terbalik dengan sikapnya yang biasa terlihat riang dan ceplas-ceplos saat bersama para sahabatnya.
“Maaf,” ucapnya menoleh dengan raut bersalahnya.
“Tidak apa-apa. Kamu urus dulu mamamu, aku tunggu di mobil.” kata Elina.
“Hm,” gumam Atha mengangguk.
Sayangnya lagi-lagi kedekatan mereka tertangkap mata Ayu Nayaka. Wanita yang masih terbakar emosinya itu kembali melangkah lebar ke arah Elina. Melihat itu Atha segera menghadang mamanya dengan wajah tak kalah marah.
“Mama mau apalagi, Ma?! Cukup! Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat kelakuan kalian!”
Suara tamparan terdengar keras sampai membuat pipi Elina ikut berdenyut sakit. Baru kali ini dia melihat ada orang tua yang begitu kasar ke anaknya sendiri. Bahkan meski mereka sedang di depan banyak orang, Ayu Nayaka tetap tega mempermalukan anaknya.
“Dasar tidak berguna! Bagaimana bisa aku punya anak yang bodoh tidak punya otak sepertimu!”
“Terbalik Nyonya, Pak Atha yang sial sampai punya orang tua kasar dan egois seperti kalian!” sahut El yang sudah tidak tahan lagi melihat bosnya diperlakukan seperti itu.
“Tutup mulutmu! Jangan lancang ikut menyela apa yang bukan urusanmu! Kamu pikir aku tidak tahu siapa kamu. Gembel panti yang dibuang keluarga Pratama karena mandul.”
Justru Atha yang terkejut karena yakin mamanya sengaja mencari tahu soal sekretarisnya itu. Sedang Elina sendiri tampak tenang, sama sekali tidak ambil pusing dengan ucapan pedas Nyonya Pratama.
“Yang lancang itu Mama karena mencari tahu soal El. Kalau Mama bikin ulah lagi seperti ke Rena, aku tidak akan peduli jika Ibra sampai turun tangan membalas kelakuan Mama.” ujar Atha sebelum kemudian merangkul bahu Elina pergi dari hadapan mamanya. Dia justru seperti sengaja menunjukan kedekatannya dengan sekretarisnya itu.
“Dasar murahan! Jangan harap aku akan diam saja membiarkanmu mendekati anakku, wanita sialan!”
Atha menutup pintu samping setelah Elina duduk di bangku penumpang, lalu memutar dan masuk ke belakang kemudi. Ayu Nayaka masih melotot marah dengan tatapan menusuknya. Bertemu suaminya dengan istri mudanya saja sudah membuatnya naik pitam, Atha malah sengaja datang memamerkan perempuan yang menurutnya tidak pantas meski untuk sekedar dekat dengan anaknya.
Suami? Bukan lagi, karena dia sudah ditalak oleh Indra Nayaka. Namun, hingga detik ini mama Atha masih tidak mau menerima kenyataan statusnya yang sudah menjanda secara agama. Sifatnya yang begitu keras dan dominan mana mungkin akan terima begitu saja dicampakkan, sedang dia yang selama tiga puluh tahun berjuang bersama pria itu hingga sesukses sekarang.
“El …”
“Hm …”
“Maaf,” ucap Atha setelah sepanjang perjalanan keduanya diam membisu.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan,” sahut El menatap iba wajah bosnya yang muram dengan beberapa luka bekas cakaran di sana.
Atha menghela nafas panjang. Membayangkan permasalahannya yang pasti akan semakin runyam setelah ini membuat kepalsnya berdenyut sakit. Entah hal gila apa lagi yang akan mamanya lakukan saat melihat kedekatannya dengan Elina.
“Kamu naik dulu, aku beli makanan sebentar.” ucapnya, tapi El malah menggeleng.
“Tidak usah, aku masak sendiri saja.” sahutnya sambil membuka pintu, lalu beranjak turun.
Namun, El tidak langsung menutup pintu mobil. Dia berdiri menatap Atha yang masih duduk terpaku dengan muka lelahnya.
“Turun!”
Atha menoleh, membalas tatapan Elina yang sedang menunggunya untuk ikut naik ke apartemennya. Tadinya dia ingin ke Mirror mencari Xena dan teman-temannya yang lain, tapi sepertinya menemani Elina yang sedang tidak begitu sehat jauh lebih baik daripada dia berakhir mabuk.
“Buruan!”
“Iya Yang, iya.” sahutnya melepas sabuk pengaman dan menyusul turun.
Tanpa menunggu bosnya, Elina melangkah lebih dulu masuk ke lobi. Atha yang datang dari belakang meraih tangan Elina, lalu mereka bergandengan menuju ke arah lift.
“Tidak usah repot-repot masak, aku pesan saja ya?”
“Aku bikin nasi goreng saja biar cepat, di kulkas masih ada sisa nasi putih kayaknya.” jawab Elina.
“Kamu lagi nggak enak badan, El!”
“Kalau begitu kamu saja yang masak!” lontar Elina sambil masuk ke dalam lift.
Atha yang sempat melongo buru-buru menyusul masuk. Yang benar saja, mana bisa dia bikin nasi goreng.
“Kalau aku yang masak bukannya kenyang, malah kita keracunan.”
Elina tertawa terkekeh teringat cerita Freya saat ngidam nasi goreng buatan suaminya yang juga tidak bisa memasak. Dan Satria yang justru ketiban sial sampai muntah juga sakit perut gara-gara dipaksa makan nasi goreng bikinan Ibra.
“Masih pusing?” tanya Atha mengelus kepala El. Masih tersisa amarahnya saat melihat ibunya yang seperti orang kesurupan menjambak rambut Elina.
“Nggak, kan tadi sudah tidur.”
Atha merangkulnya keluar saat lift berhenti di lantai lima belas. Saat hendak membuka pintu seorang wanita cantik datang menyapa Elina.
“El ….”
“Lho Vick, katanya kemarin sudah boyongan?” tanya Elina.
“Ada barang yang tertinggal,” jawabnya menunjukkan tas yang ditentengnya.
“Terus apartemenmu jadi dijual?”
“Nggak, penuh kenangan itu!” jawabnya tertawa lebar.
Tak ingin mengganggu obrolan mereka, Atha lebih dulu masuk. Meski tidak kenal, tapi wajahnya tidak asing lagi karena Atha pernah melihatnya saat di ulang tahun anak Bian. Tak hanya itu, Vicky Fara adalah model yang juga sahabat karib Lovia. Sekaligus ambassador terpilih untuk produk LinZone.
Rasa penat membuat Atha memilih duduk menyandar dengan mata terpejam. Ponsel sengaja dia matikan karena mamanya tidak berhenti menerornya. Bukannya durhaka, tapi kadang dia berpikir apakah mungkin ada yang salah dengan kondisi kejiwaan mamanya. Sifatnya yang memang temperamental, semakin menjadi-jadi sejak ditinggal pergi oleh papanya.
“Capek?”
Mata Atha perlahan membuka saat merasakan pijatan di kedua bahunya. Dari bawah wajah cantik Elina dan tatapan lembutnya terasa begitu menenangkan. Atha tersenyum, lalu meraih tangan El dan membawanya duduk di pangkuannya.
“Mulai sekarang hati-hati kalau bertemu mamaku. Menghindar sebisamu, karena kondisi mentalnya sejak ditalak dan ditinggal papa semakin tidak terkontrol. Seperti yang kamu lihat tadi. Dia sama sekali tidak mau mendengar apapun penjelasan orang lain, karena baginya dia adalah yang paling benar.”
“Hm,” gumam El mengangguk.
Jemari Elina mengusap lembut luka bekas cakaran di wajah dan leher Atha. Pipinya juga masih memerah setelah menerima beberapa tamparan dari mamanya.
“Mandi dulu, nanti aku obati luka kamu. Aku bikin nasi goreng sebentar,” ucapnya hendak turun dari pangkuan Atha, tapi pelukan di pinggangnya malah semakin erat.
“Tha …”
“Aku pasti sebisa mungkin melindungimu. Tidak akan membiarkan mamaku menyakitimu lagi seperti yang tadi. Maaf kalau aku malah membuatmu ikut terseret dalam urusan pelik keluargaku, El.” lontar Atha dengan raut bersalahnya.
“Berhenti terus-terusan meminta maaf, Tha. Lagi pula aku tidak selemah itu. Dari keluarga Pratama aku sudah belajar banyak bagaimana harus menghadapi orang-orang seperti mereka. Jadi mana mungkin akan diam saja kalau memang mamamu datang lagi mengusikku.” sahut Elina dengan senyum di wajahnya.
Atha mengangguk lega, mencium bibir Elina sebelum membiarkannya pergi ke arah dapur. Dia sendiri kemudian juga bergegas bangun dan masuk ke kamar untuk mandi. Namun, tak lama terdengar suara teriakannya dari dalam sana.
“Yang, baju gantiku mana?”