Fajar kini menunggu Lara, perempuan yang baru pertama kali ia lihat dan ia temui tapi sudah mampu membuatnya ingin selalu berada di dekatnya. Ya memang ajaib menurutnya karena ia tidak pernah seperti ini sebelum ini.
Sekarang ini Yesaya sudah ada di dekat pintu UKS, ia pun langsung membukanya dan ia kini berjalan ke dalam melihat Lara masih pingsan dengan Fajar yang menemaninya di kursi yang ada di dekatnya tersebut. Sebenarnya Yesaya sedikit heran dan tidak percaya karena Fajar mau menemani seseorang, biasanya Fajar selalu meninggalkan seseorang itu dengan Beryl dan Geo. Namun sekarang malah ia yang meminta untuk ditinggal dan ia ingin menjaga adiknya tersebut. Sekarang ia ada disana.
"Jar, Lo masih disini?" tanya Yesa yang mana itu merupakan pertanyaan bodoh yang tidak perlu jawaban karena jawabannya sudah ada di depan mata.
"Iya. Lo kenal sama ini cewek?" tanya Fajar kepada Yesa tersebut saat ini.
"Iya, Senja anak baru di kelas gua. Baru masuk hari ini." ujar Yesaya.
"Lo kalo mau ke kelas ga papa, biar gua yang jaga Senja disini Jar." ujar Yesa kepada Fajar tapi Fajar menggelengkan kepalanya untuk sekarang ini.
"Enggak, gua bakal disini." ujar Fajar kepada Yesa dan Yesa pun mengangguk meskipun beberapa detik yang lalu ia sangat terkejut dengan jawaban dari Fajar. Ia curiga bahwa Fajar mulai menyukai Lara sekarang ini.
"Jar, dia tadi ada di taman belakang sekolah dari jam berapa?" tanya Yesa ingin memastikan sesuatu. Ia memang tahu bahwa teman-temannya ada di taman belakang sekolah karena memang dirinya sebenarnya juga diajak kesana tapi tidak jadi ia lakukan karena ia mengajak Duka ke kantin.
"Sekitar lima menit setelah bel istirahat bunyi dia udah ada di taman belakang." jawab Fajar dan kini Yesa yakin bahwa tadi Lara hanya beralasan ketika di ajak ke kantin olehnya, Fara dan Duka. Namun kenapa ia beralasan? Kenapa Lara tidak ikut saja ke kantin dan berkumpul dengan mereka tadi?
Yang Yesa tidak tahu bahwa semua jawaban dari segala pertanyaan Yesa itu seharusnya sudah terlihat dari tas dan segala perlengkapan yang digunakan oleh Lara. Harusnya Yesa tahu bahwa Lara bukan berasal dari keluarga berada. Namun mungkin Yesa yang belum peka dengan keadaan yang ada maka dari itu ia masih saja bingung memikirkannya sekarang ini.
Mereka masih ada disana sekarang, Lara masih belum juga terbangun padahal tadi mereka juga sudah mengolesi minyak kayu putih ke hidung Lara tapi tetap saja Lara belum kunjung bangun. Mereka jadi takut jika terjadi apa-apa dengan Lara nantinya. Namun mereka harap tidak terjadi apa-apa nanti.
"Ga kita bawa ke rumah sakit aja nih Jar?" tanya Yesa yang khawatir.
"Dia ga papa, cuman shock aja tadi." jawab Fajar kepada Yesaya, dan sesuai dengan perkataan Fajar itu tak beberapa lama kemudian mata Lara mengerjap. Ia pun akhirnya membuka kedua matanya dengan sedikit meringis karena kepalanya masih terasa sakit. Kemudian ia menatap ke kanan dan kiri. Disana terdapat Yesaya dan yang satu lagi ia masih belum tahu itu siapa, tapi yang jelas dia tadi adalah salah satu orang di Genk yang membuatnya pingsan.
"Senja, Lo ga papa? Astaga maafiin temen-temen gua ya Senja." ujar Yesa yang kini tampak khawatir. Sementara Fajar menempi untuk mengambilkan minum. Ia datang lagi dengan membawa segelas air putih.
"Minum dulu, Senja." ujar Fajar kepada Lara dan kini Fajar menolong Lara agar ia bangun. Sekarang Lara sudah bangun dan meminum air putih itu.
"Makasih...." ujar Lara menggantung karena ia tidak tahu siapa namanya.
"Ini temen gua Senja, namanya Fajar." ujar Yesa seakan menjawab segala tanya dari Senja. Senja pun mengangguk sekarang ini. Ia masih disana.
"Emm kalian ngapain disini?" tanya Senja kepada Yesa dan Fajar karena ia tahu bahwa ini sudah jam masuk pembelajaran. Namun kenapa dua orang ini masih ada disana dan menemani dirinya. Apa mereka tidak takut ketinggalan pembelajaran? Jika Lara tidak pusing sekali juga ia pasti akan kembali ke kelas dan memilih untuk mengikuti pembelajaran yang ada lagi.
"Gua disini jagain Lo. Gua juga minta maaf atas apa yang udah dilakukan oleh Genk gua sama Lo tadi. Gua tahu itu ga seharusnya dilakukan." jawab Fajar dan Lara sekarang mengangguk. Entah kenapa berbicara dengan Fajar membuat dirinya menjadi kaku dan juga seperti semua perkataan dari Fajar akan ia iya-kan. Fajar seperti membawa sebuah magnet besar dan segala perkataannya seperti sebuah mantra yang membuat Lara menjadi terdiam.
"Kalo gua, tadi ketemu sama Berly dan Geo terus mereka bilang Lo ada disini. Ah tenang aja gua udah ngasih tahu ke kakak mahasiswa kok. Yang ada di kelas sekarang kakak mahasiswa karena gurunya lagi ga bisa berangkat. Sakit gurunya, jadi Lo tenang aja." ujar Yesa dan Lara pun mengerti.
"Lo kalo masih pusing istirahat lagi aja Ja, gua sama Fajar bakalan jagain Lo kok. Tenang aja." ujar Yesa kepada Lara sekarang ini. Lara mengangguk, ia ingin tidur kembali sebelum ruang UKS itu dimasuki oleh dua orang yang datang dengan salah satunya mengeluarkan darah dibagian kepala, tangan dan juga dengkul. Dia lebih terlihat seperti baru saja kecelakaan. Namun entah kecelakaan apa yang baru saja ia alami itu.
"Lo sabar dong, ga ada PMR nih disini." ujar cowok yang membawanya.
"Ya Lo cari lah b**o, sumpah ini gua sampe kapan harus merem kayak gini. Sakit banget ini woy." ujar cowok yang berdarah itu sekarang ini juga.
"Ya siapa suruh Lo tadi sok-sokan loncat padahal takut ketinggian. Kan jadinya kek gini. Dah tahu kalo Lo phobia sama darah juga. Nyusahin Lo, sebagai teman dekat lo gua merasa selalu susah." ujar cowok yang satunya.
"Ck mereka kenapa sih rame banget, gua deketin dulu ya biar pada diem." ujar Yesa tapi Lara menggeleng, ia menahan Yesa melakukan hal itu.
"Udah sana Lo cari PMR atau apa kek." ujar cowok yang satunya sembari masih meringis kesakitan. Mendengar itu Lara bangun dari tidurnya itu dengan hati-hati. Meskipun sudah berhati-hati tetap saja ia seperti akan limbung dan membuat dua orang disampingnya itu sedikit keras berbicara.
"Lo mau kemana sih Senja?" tanya Yesaya kepada Senja tersebut. Karena suara itu lumayan keras membuat dua orang yang tadinya mengira bahwa disana hanya ada mereka berdua sekarang ini menjadi saling tatap.
Cowok yang mengantarkan tadi itu pun membuka tirai yang tertutup disana dan ia menemukan ada satu cewek di tempat tidur UKS dan di sebelah kanan dan kirinya ada Yesa dan Fajar, yang memang ia kenal sebagai adik kelasnya. Cowok itu menatap ke arah mereka dengan pandangan curiga.
"Hayoo Lo pada abis pada ngapain?" tanya cowok tersebut saat ini.
"Ada apa sih woy ada apa?" tanya cowok yang berdarah itu sekarang.
"Ya elah Bang, ternyata Lo. Ga ngapa-ngapain ini temen gua sakit. Lo pasti habis bolos ya Bang Rak? Itu Bang Arnes kenapa?" tanya Yesaya itu.
"Iya, abis bolos terus tadi pas mau masuk dia gayaan mau lompat pagar padahal kan dia takut ketinggian ya akhirnya tuh lah darah dimana-mana padahal dia phobia sama darah." ujar Raka, kakak kelas mereka tersebut.
"Siapa sih itu? Lo ngapain malah ngobrol woy, cariin bantuan napa." ujar Arnes kepada Raka. Raka pun memutar bola matanya sekarang ini dia.
"Ini Yesa, Fajar sama temannya. Iya bentar napa, Lo ga bisa sabar apa gimana sih. Udah bersyukur gua mau cariin Lo bala bantuan." ujar Raka itu.
"Biar saya aja kak, itu lukanya kalo ga cepet-cepet ditangani bakalan infeksi." ujar Lara menawarkan diri membuat Fajar dan Yesa menoleh ke arahnya dengan pandangan terkejut karena mereka tahu Lara masih sakit.
"Tapi kan Lo juga masih sakit Ja." ujar Yesa memprotes ke Lara.
"Ga papa Yes, kalo cuman buat kesana ga papa. Takutnya nanti infeksi." ujar Lara dan akhirnya mereka mengijinkan. Lara pun berjalan ke tempat tidur UKS yang ada di depannya itu dan sekarang ini dirinya sudah mengambil beberapa peralatan P3K. Ia memang sudah terlatih dengan alat-alat seperti ini sejak ia sekolah SD karena sebenarnya dulu ia ingin sekali menjadi dokter.
Namun karena ia merasa bahwa mimpinya terlalu tinggi jadi ia urungkan untuk hal itu. Sampai sekarang ia belum tahu apa cita-citanya saat ini.
"Lo beneran bisa kan?" tanya Arnes yang takut jika cewek ini hanya sok-sokan bisa dan hanya cari perhatian mereka saja sekarang ini. Lara sedikit kesal kepada Arnes, padahal ia mau menolong dengan tulus tapi malah gini.
"Kalo Kak Arnes ga percaya sama saya, kakak bisa minta sama temennya buat cari bala bantuan lain. Saya permisi." ujar Lara yang sudah ingin pergi dari sana tapi masih dengan mata tertutup Arnes mencari tangan Larandan sekadang ini ia menghentikan Lara agar tidak pergi kemana-mana.
"Eh jangan pergi, iya gua percaya sama Lo." ujad Arnes tersebut. Kini Lara mengobati Arnes ia memberikan plester di tangan Arnes, kaki Arnes dan juga terakhir ia memberi plester di dahi Arnes yang memang terluka tadi. Selama Arnes diobati itu Arnes selalu memejamkan mata karena ia takut dengan darah. Ia phobia, jika melihat darah dengan lama ia bisa muntah dan bahkan bisa langsung pingsan begitulah saja. Memang seperti itu lah dia.
"Udah selesai kak." ujar Lara kepada Arnes. Kini Lara sudah kembali ke tempat tidurnya. Kepalanya masih sedikit pusing sekarang ini disana.
"Eh itu temen Lo kenapa ga bangun-bangun bang?" tanya Yesa itu.
"Kebiasaan dia kalo abis diobati atau habis merem lama emang suka langsung ketiduran gitu. Eh btw makasih ya Senja." ujar Raka tersebut. Lara tampak mengangguk sebagai jawaban dari Raka.
“Tidur aja Senja.” ujar Fajar dan lagi-lagi ada yang terasa berbeda dari diri Senja ketika ia mendengarkan perkataan dari Fajar itu. Senja mengangguk kepada Fajar.
“Iya, Fajar.” ujar Senja dan setelah itu Senja benar-benar tidur kembali.
Saat Senja sudah tidur, tinggal Fajar, Yesa dan Raka saja yang masih bangun karena memang Arnes pun juga sudah tidur sekarang ini.
“Eh gua belum pernah lihat dia, dia anak baru?” tanya Raka sembari menunjuk dengan dagu ke arah Lara tersebut.
“Iya bang, temen kelas gua. Baru masuk juga hari ini.” jawab Yesa kepada Raka itu.
“Oh pantes sih gua belum pernah ngeliat dia sebelumnya.” jawab Raka sekarsng ini.