LOVE FROM AMSTERDAM KARYA ASMARA MANIEZ

1046 Kata
Listy sempat sarapan bersama Mama Papa dan kakaknya karena dia tadi tiba jam 04.00 pagi di stasiun dan tiba di rumah pukul 06.13, tentu waktu sarapan Bersama keluarga masih keburu. “Wah hebat banget ini pagi-pagi sarapannya nasi gudeg lengkap,” kata Sutikno. “Iyalah, demi istri Papa nih aku bawa-bawa gudeg,” ucap Listy memamerkan jasanya. “Alah bisa saja demi istri Papa,” ejek Anto. “Ya kalau bukan demi istrinya Papa, demi siapa lagi? Memang menantunya eyang pada mau dibawain gudeg, makanan kampung, apalagi kalau dibawain geplak atau apalah pokoknya yang eyang suka bawain buat Mama,” ucap Listy yang dijawab hanya dengan senyuman oleh mama dan papanya. “Mereka tidak menghargai apa yang eyang berikan. Itu yang Mama tidak suka. Padahal juga makanannya enak kok, halal pula, kenapa jadi nggak mau bawa dengan alasan di sini sudah banyak. Begitu tetap saja rasanya beda.” “Teman Mama di Jogja suaminya ngamuk-ngamuk karena ibunya ngirim duku satu keranjang hasil kebunnya di Condet, dan beberapa makanan khas lainnya misalnya oncom dan ikan peda.” “Teman Mama tentu saja marah kepada suaminya karena suaminya tidak suka kiriman mertuanya atau orang tua si suami.” “Teman Mama bilang duku di Jogja banyak dan harga ongkos kirim dari Condet ke Jogja itu lebih mahal dari harga duku di Jogja. Tapi duku yang mertuaku kirim itu duku dengan penuh cinta. Di Jogja tidak ada duku seperti itu.” “Akhirnya suaminya sadar kalau orang tuanya itu mengirim duku sebagai bukti cinta pada anak-anak dan cucunya. Sejak itu teman Mama itu nggak pernah ribut lagi sama suaminya soal kiriman dari mertuanya.” “Untungnya dari dulu Papa nggak pernah marah apa pun yang eyang bawakan dan Mama juga mendukung itu.” “Kenapa harus marah? Kita dikasih loh bukan kita minta, kita nggak ngemis. Eyang sudah mengada-adakan bukan mengadakan dalam arti cari utangan sana-sini buat beli, enggak, tapi eyang menyuruh orang beli. Dia menyuruh orang pergi ke mana-mana untuk cari barang buat kita. Itu kan mengadakan dari sesuatu yang tidak ada. Di adakan oleh eyang dan kita tidak menghargai itu. Itu sifat yang kelewatan. Untungnya Mama dan Papa sejak dulu sejalan kalau hal ini,” jelas Sutikno. “Iya benar Pa. Aku kemarin dapat teman seperjalanan cerita seperti itu. Katanya temennya marah-marah karena dibawain beras, gula merah kelapa dan semua barang dari hasil kebun. Istrinya untung seperti Mama. Dia bilang terima saja dulu kalau nanti di jalan kamu buang orang tuamu nggak tahu. Yang penting jangan lukai hati orang tua. Hebat banget itu istrinya. Aku salut,” kata Listy. “Ya memang seperti itu kan. Orang tuanya ngasih kok dicela. Ngerasa sudah jadi orang kota lalu malu bawa kelapa dari kampung, malu bawa beras dari kampung. Aneh saja. Kayak dia dulu nggak pernah hidup di kampung.” “Benar banget. Aku juga bingung sama orang-orang seperti itu,” kata Anto. “Merasa mereka sudah paling metropolis karena tinggal di kota metropolitan.” Sutikno Prabu hanya tersenyum melihat bagaimana anak dan istrinya sangat rukun. Memang seperti itu mereka dari dulu. “Eh nanti kita jalan jam berapa? Ceritanya bagaimana?” tanya Anto tentang pesta kejutan yang Listy tentukan mereka semua harus hadir. “Nanti acaranya itu jam 03.00 Ma, Pa, Mas, jadi kita berangkat jam 01.00. Pakai baju resmi tapi nggak resmi juga sih, tapi setidaknya yang pantas lah, bukan baju santai. Aku takutnya kita jadi sorotan utama sehingga jangan pakai kaos lah. Itu saja sih.” “Nanti kejutannya di sana. Acaranya jam 03.00, kita berangkat jam 01.00. sampai sana kan sekitar jam 02.30. Pokoknya aku berharap Mama Papa sama Mas Anto bangga sama aku,” ucap Listy penuh rahasia. “Habis ini aku tidur dulu, karena sepanjang malam aku nggak tidur benar. Ternyata hari ini tuh long weekend. Aku nggak sadar. Pas aku minum di cafe baru temanku bilang dia nggak dapat tiket pesawat, adanya tiket pesawat hari Senin. Lalu akhirnya aku kalang kabut cari tiket kereta hari Jumat. Memang nggak banyak, cuma ada satu kereta Senja Utama Jogja yang masih ada seat, lainnya sudah full, penuh.” “Senja Utama Jogja pun tinggal 68 seat dari berapa ratus seat yang tersedia. Alhamdulillah aku masih bisa. Kalau enggak mungkin aku Jumat pagi naik bus. Aku enggak berani Jumat malam, takut terlambat. Aku benar-benar enggak sadar kalau hari ini long weekend,” ucap Listy sambal menyuap sarapannya. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ngapain kita ke sini?” tanya Widuri. Karena tempat yang mereka datangi adalah bioskop besar dengan penjagaan ketat dan persiapan untuk acara seremonial. Aneh saja putrinya ngajak ke bioskop siang-siang. “Mama lihat judul film yang akan tayang premiere perdana Ma,” ucap Listy menunjuk banner besar judul film. “Itu aku buat berdasarkan inspirasiku, tentang perkenalanku dengan Galih. LOVE FROM AMSTERDAM, itu alasan aku ke tempat Galih, ingin memberi kejutan undangan VIP film ini, sehabis aku dapat undangan VIP ini Ma,” Listy cerita terbata-bata di depan bioskop. “Aku ingin membuat kejutan pada Galih bahwa n****+ yang aku tulis bisa di filmkan!” “Kamu yang nulis itu?” kata Anto tak percaya, adiknya seorang penulis n****+. “Ini bukan n****+ pertamaku Mas. Ini sudah n****+ ke-14, tapi n****+ perdana yang difilmkan. Kalau tidak di filmkan tentu aku nggak pernah cerita bahwa aku penulis n****+,” jelas Listy. “ASMARA MANIES. Itu nama penaku, atau kalau zaman dulu disebut nama samara, kalau sekarang disebut nama pena. Orang nggak ada yang tahu siapa aku sampai nanti acara launching.” “Itu sebabnya aku minta Papa sama Mama jangan pakai baju asal-asalan karena biar bagaimanapun nanti kita akan disorot media.” Widuri langsung memeluk putrinya dia tak percaya putrinya mencapai sukses itu. “Kalau kamu tidak ingin mengantar undangan tersebut ke apartemen Galih kamu nggak akan lihat kan pengkhianatan yang dia lakukan selama ini,” kata Prabu. ”Iya Pa. n****+ yang aku tulis terinspirasi dari perkenalanku dengan dia di Amsterdam adalah juga n****+ yang membuat aku melihat bukti bahwa dia ternyata selingkuh dariku.” “Tragis memang. Tapi alhamdulillah aku mengetahuinya sebelum aku menikah. Tak terbayangkan kalau itu aku ketahui sesudah kami menikah karena aku sama sekali tak ingin ada perceraian. Yang aku tahu kalau terbiasa seperti itu, tentu wakau sudah menikah sekali pun tak akan tobat. Lebih parah bila aku tahu setelah menikah,” ucap Listy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN