LAMARAN PERTAMA DITOLAK

1062 Kata
“Sekarang aku belum milih buku sih. Baru bikin foto saja. Nanti mungkin aku akan cari buku. Paling buku tentang kamera, buku tentang objek foto. Gitu-gitu sih. Aku nggak terlalu sempat untuk baca n****+. Dulu aku suka n****+, tapi n****+ detektif. Baik dari terjemahan karena waktu aku masih kecil, juga n****+ yang aslinya dalam bahasa Inggris setelah aku mulai bisa bahasa Inggris, jawabku saat itu.” “Itu pertemuanku kembali dengan Listy dan saat itu kami mulai bertukar nomor telepon. Sebenarnya yang niat tukeran nomor telepon bukan Listy, tapi Maria. Dia yang meminta nomor teleponku lebih dulu lalu aku pun meminta nomornya Listy. Tentu saja nomor Maria langsung aku blokir.” “Itu awal kedekatanku dengan gadis yang aku anggap sebagai matahari hidupku. Tanpa dia duniaku gelap. Aku sering mengajaknya makan bakso, karena dia tidak mau aku ajak nonton. Bioskop tempat yang buat dia sangat menyeramkan. Mungkin kalau nonton di tempat gelap bersama seorang lelaki dia tidak mau.” “Dia mau makan siang saja di tempat terbuka dan aku hargai itu. Benar-benar seorang perempuan yang mempunyai jiwa murni dan prinsip yang kuat. Aku suka itu. Benar-benar kriteria istri idamanku.” ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Aku mengajaknya makan sore. Bayangkan dia tak pernah mau aku ajak dinner. Jam berapa pun tak pernah mau. Akhirnya aku mengajaknya makan sore. Tapi hari itu benar-benar aku arange agar lokasinya membuat dia tak bisa melupakan. Aku ajak dia makan di cafe kecil, tapi sore itu aku minta cafe itu tidak menerima siapa pun dalam tempo dua jam sejak aku menyewa.” “Aku minta diputarkan lagu-lagu yang aku atur. Saat itulah aku beri dia es krim sebagai menu pembuka.” “Apa ini? Katanya saat dia menyendok ada cincin di es krimnya.” “Cuci saja di sini, kataku karena memang aku sudah minta satu mangkok air untuk mencuci es krim itu. Itu memang sudah planning-ku. “Kok ada cincinnya katanya bingung. Dan aku sangat senang dengan wajah polosnya saat itu.” “Dia hendak memanggil pramusaji untuk mengembalikan cincin yang ada di mangkok tersebut. Aku mengambil cincin tersebut.” “Will you marry me? Tanyaku sore itu. Dia benar-benar tak bisa ku ajak makan malam. Jadi terpaksalah aku melamarnya sore-sore, untuk mengajak kami berhubungan lebih serius.” “Selama ini dia menganggapku sebagai orang dekat, tapi tidak menganggapku pacar apalagi lebih dari itu.” “Abang ngaco deh. Abang serius katanya.” “Ya pasti serius lah jawabku, dia menatapku tak percaya.” “Kalau serius, kenapa kemarin-kemarin sebelum melakukan ini Abang nggak kenalin aku ke orang tua? Abang nggak pernah cerita Abang itu siapa orang tuanya. Abang juga nggak pernah cerita punya adik berapa atau mungkin punya kakak. Aku kan nggak tahu. Kalau aku nggak kenal mereka mana mungkin aku terima Abang? Sungguh aku tak menyanagka dia tak gegabah menerima pinanganku.” “Karena bisa saja kan Abang sudah punya istri. Aku nggak mau. Aku nggak bisa terima, katanya.” “Kalau kita mau serius, kita kenalan dulu dengan keluarga. Bukan untuk memperkenalkan ini loh calonku. Bukan. Bukan itu.” “Itu nanti kalau sudah serius. Aku ingin aku tahu latar belakang Abang dan Abang tahu latar belakangku. setelah kita tahu baru kita mulai pendekatan. Tidak seperti ini, aku sungguh tak percaya dia sangat teliti menata hidupnya.” “Mohon maaf aku enggak bisa terima karena menikah itu bukan permainan atau game. Menikah itu untuk selamanya dan aku tidak ingin salah Langkah.” “Aku tidak ingin jadi pelakor. Mungkin Abang sudah pernah menikah lalu cerai itu enggak problem. Kalau seperti itu aku bukan pelakor. Tapi kalau saat ini Abang masih menikah atau Abang punya pacar, oh no way. Aku tidak bisa.” “Karena itu melekat seumur hidupku. Sampai kapan pun sebutan itu akan menjadi gelar buat aku dan itu aku tidak bisa menerimanya.” “Alhamdulillah, selama ini aku belum pernah tak punya pacar. Sejak aku SMP aqil balik, sampai aku selesai kuliah, sampai aku kerja seperti ini, aku belum pernah punya pacar, jelasku. Karena itu kenyataannya.” “Oke kalau saat ini kamu tidak mau terima. Jadi mulai sekarang kita berkenalan dengan orang tua masing-masing atau keluarga masing-masing. Kita mulai bercerita latar belakang kita ya. Aku anak kedua, aku punya satu kakak lelaki, sudah bertunangan tetapi satu bulan lalu tunangannya meninggal. Padahal mereka akan menikah empat bulan lagi. nama dia Taufik.” “Kalau ibuku mungkin kamu sering lihat di televisi atau di mana pun. Ibuku pengacara, namanya Seruni Harsana, kamu tahu itu dan ayahku Mahendra Harsana, dia seorang akuntan publik , Aku mulai menjelaskan siapa keluargaku.” “Wow ternyata aku berhadapan dengan anaknya singa podium. Hebat sekali. Oke nanti suatu saat kita akan berkenalan, kata Listy saat itu, taka da nada kagum berlebihan mendengar nama besar mamaku.” “Aku juga dua bersaudara, kakakku laki-laki namanya mas Anto dan kami pun akhirnya mulai bercerita tentang keluargannya. Ibu dan kakaknya arsitek sedang ayahnya pejabat di kantro kementrian agrarian. Dia punya butik tapi tak suka hunting pakaian dengan Maria karena hanya buang waktu seharian, dia lebih suka memanfaatkan waktu untuk haal positif. Dia lebih suka jalan di mall sendirian agar bisa mengamati mode sebagai referensi, bukan untuk cari barang.” ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Sejak itu dia mulai memintaku untuk mampir ke rumah berkenalan dengan ibunya atau bapaknya atau kakaknya bila mereka ada di rumah dan aku pun seperti itu pernah mengajaknya untuk bermain berkenalan dengan keluargaku.” “Empat kali dia main ke rumahku, barulah dia menerima cincin yang aku berikan. Itu masih lamaran personal belum lamaran resmi karena memang kami akan penjajakan dulu.” “Setelah kami merasa cocok baru nanti kami akan meneruskan ke jenjang yang lebih serius. Yang penting dia sudah tahu bahwa aku belum pernah punya istri atau aku sedang terikat dengan orang lain. Itu yang dia pegang kuat. Karena dia tidak mau menjadi pelakor.” “Aku juga senang karena memang sebutan pelakor itu sampai kapan pun tidak akan mungkin gugur walau dia sudah tidak dengan orang tersebut misalnya. Tetap saja predikat pelakor itu akan tetap melekat dinamanya.” “Akhirnya aku berhasil melamarnya secara resmi setelah sebelumnya tentu aku melamar lagi dan dia terima. Lalu aku minta kepada orang tuaku untuk melamar resmi. Sebelumnya Listy memang minta agar aku bicara dulu dengan mas Taufik, karena biar bagaimanapun aku harus minta izin melangkahi dia menikah lebih dulu, karena mas Taufik belum ingin menikah setelah tunangannya meninggal.” ≈≈≈≈≈≈≈≈
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN