HANYA TIGA ANAK, TANPA MENANTU

1103 Kata
Kemarin saat bicara tentang eyang mau ikut ke mana kalau rumah dijual. Eyang Kakung sama eyang putri juga sedih. Kalau rumah itu dijual berarti mereka harus ikut salah satu anaknya. Kalau mereka ikut Sutikno pasti yang lain akan ngiri. Menantu yang lain akan bilang eyang cuma mau ikut Sutikno. Tapi kalau eyang kakung dan eyang putri bergilir itu pun akan makan hati karena tak nyaman tinggal bersama menantu yang lainnya. Tadinya terbersit dalam pikiran, mereka akan bergilir tiap bulan sebulan di rumah Suparman, sebulan di rumah Suherlan, dan sebulan di rumah Sutikno, begitu terus bergilir. Tapi begitu Sutikno bilang lebih baik eyang tetap di situ barulah mereka tenang. Mereka benar-benar memikirkan kalau harus ikut anaknya yang lain. Anaknya tentu mengerti tapi menantunya sama sekali tidak ada kompromi. Jadi lebih baik mereka tidak kemana-mana. Tapi kalau rumah itu tak dijual sedang Sutikno tinggal bersama mereka tentu Sutikno akan dituduh ingin menguasai rumah itu agar hanya diwariskan pada Sutikno sendiri. Rencananya eyang akan memanggil Sutikno, Suparman dan Suherlan dua minggu lagi untuk membicarakan rencana menjual rumah dengan sudah merinci harga terendah dan tertinggi dari pasaran rumah tersebut. Itu sudah eyang akan canangkan dan eyang juga akan mengatakan isi rumah sama sekali tidak akan eyang jual. Kalau pun dijual itu semuanya milik eyang pribadi, tak dibagi ke siapa pun. Eyang hanya menjual rumah dan nanti dibagi empat jadi tidak boleh ada yang ribut tentang isi rumah karena itu semuanya milik eyang. Dua minggu lagi Sutikno akan diam. Seakan-akan tidak tahu niat kedua orang tua menjual rumah itu. Dan eyang juga menggariskan pertemuan dua minggu lagi tanpa menantu. Hanya tiga anak lelakinya saja. Kalau tidak datang ya sudah pokoknya eyang sudah memanggil ketiganya. ≈≈≈≈≈≈≈≈ Listy masuk rumah berbarengan dengan mobil yang habis jalan-jalan sekaligus makan siang. “Loh kowe pulang cepet Nduk?” tanya eyang putri yang baru turun dari mobil. Dua orang mbok dan seorang tukang kebun langsung berlari begitu tahu nyonya pulang. Mereka tahu kalau eyang Kakung pergi pasti belanja barang. Begitu pun kalau eyang putri keluar rumah, jadi semuanya langsung mengambil barang belanjaan eyang kakung dan eyang putri. “Iya Eyang, aku memang pulang cepat biar ketemu Papa sebelum Papa pulang,” balas Listy dengan tersenyum jahil. “Ada apa memangnya?” tanya Sutikno yang mendengar anaknya ingin bertemu dia sebelum dia pulang ke Jakarta. “Kali saja aku masih dikasih uang jajan dulu sebelum Papa pulang ke Jakarta,” kata Listy sambil menggoda sang Papa. Tentu saja semua terbahak karena memang walaupun sudah bekerja bahkan Listy sudah menghasilkan uang dengan membuat sketsa baju sejak SMA, tapi Sutikno sampai saat ini masih saja selalu memberi uang bulanan untuk kedua anaknya. Walau sudah berkali-kali Anto menolak tapi tetap saja uang itu ditransfer tiap bulan oleh Sutikno. Tidak berkurang sejak dulu. Kalau dia ada bonus tambahan kedua anaknya tetap dapat. Karena sudah prinsipnya dia kerja hanya untuk keluarganya. “Asyik, kalau kamu dapat, aku juga dapat loh. Aku ya nggak mau kalau kamu dapat aku nggak dikasih,” timpal Anto. Tentu saja itu makin membuat yang lain terbahak persis seperti anak kecil yang mau ditinggal kedua orang tuanya pulang lebih dulu. “Kamu sudah maem?” tanya Widuri. Dia habis menurunkan banyak belanjaan gudeg tadi pada mbok untuk dibawa masuk. “Belum Ma, tadi mau makan di luar kok kayaknya nanggung. Akhirnya aku pikir maem di rumah saja,” jawab Listy. “Ya wis kamu maem sendiri ya, nanti biar simbok yang beresin. Kami barusan makan di Wijilan,” Widuri menyuruh Listy makan sendiri saja. “Nggak usah disiapin simbok lah. Aku bisa ngambil sendiri kok di dapur. Janganlah, biar aku ambil sendiri saja Ma. Wong aku makan sendirian kok,” kata Listy menolak diladeni oleh simbok. “Ya wis. Kamu maem sendiri karena kami sudah maem semuanya.” “Ini tadi aku beli getuk trio banyak Ma. Karena lewat toko khusus yang jual oleh-oleh Magelang. Aku beli wajik week sama getuk trio kesukaan Mama.” Anto dan Listy terbiasa bila melihat kesukaan mama atau papanya mereka pasti akan belikan karena papa dan mamanya selalu melakukan hal itu bila melihat kesukaan anak-anak mereka. “Wah ini kesenangan eyang putri, juga ayo eyang kita makan getuk trionya,” kata Widuri . Sekarang sudah banyak getuk Magelang yang dibuat seperti getuk trio baik bentuk mau pun warnanya tapi tetap saja yang asli beda. Punya rasa khas dan itu memang sudah dibuktikan oleh Widuri yang penyuka kuliner dalam bentuk apa pun. Begitupun wajik week. Wajib juga sangat terkenal di Magelang banyak yang sama tetap saja beda kalau dapat beli yang aslinya. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Mas mau antar Papa dan mama ke bandara?” tanya Listy. “Tadi aku bilang aku mau antar pakai mobil eyang, lalu Irhan bilang pakai mobil dia saja lah begitu kan. Ternyata karena Papa nggak tahu aku bakal datang dari pagi tadi, papa sejak kemarin itu sudah pesan Paklek Juwarno untuk nganterin Papa ke bandara pakai mobilnya eyang.” “Papa bisa saja sih mbatalin tapi tetap bayar lek Juwarno, tapi kan paklek Juwarno pasti tersinggung dong. Orang nggak dipakai tenaganya tapi dibayar. Biar bagaimanapun kan nggak enak. akhirnya Papa bilang sudahlah nggak apa-apa tetap pakai tenaga lek Juwarno saja jangan bikin nama eyang nanti nggak baik di sini.” “Iya sih. Tetap kita harus mikirin nama eyang. Jangan nanti dibilang mentang-mentang sudah kaya di Jakarta, kita semena-mena. Nggak pakai tenaganya, tapi tetap bayar.” “Orang pasti kesinggung. Orang sini bukan senang dibayar tapi nggak kerja, bukan seperti itu. Orang sini malah merasa direndahkan nggak kerja kok dibayar.” “Mereka nggak mau. Beda sama orang pemalas.” “Orang sini tetap harus kerja dulu baru dibayar, kalaau tak kerja dibayar pasti kesinggung. Jadi lebih baik ya sudahlah ngikutin yang Papa sudah pesan,” Listy memberi penilaiannya. “Iya. Jadi aku nggak nganter kok. Tapi terus Irhan ngajakin bagaimana kalau kita lihat-lihat café saja. Aku juga punya sih bayangan cafe yang konturnya berantakan itu,” Anto memberitahu usulan Irhan tadi. “Bagaimana kalau kita jalan sekarang Mas? Kita lihat tanahmu, kita bisa bayangin apa, apa, dan apa, terus kita juga lihat tanah tempat aku, kita bisa ngobrolin di mana letak yang aku maksud Digambar, baru kita nongkrong di café?” “Wah begitu juga boleh tuh. Ayo kita pamit ke Papa dan mama saja. Mumpung masih siang begini. Jadi nanti mereka berangkat kita sudah nggak usah mikirin mereka.” Anto antusias menyetujui usulan Listy. “Ya wis aku makan dulu. Terus mandi, baru jalan. Mas pamit sama papa dan mama dulu saja. Nanti aku belakangan. Setidaknya mereka sudah tahu bahwa kita mau pergi habis aku makan dan mandi.” “Siap,” kata Anto.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN