Lisa mengangguk dan berekspresi sombong, lalu berkata penuh senyuman, "Benar, dia ingin berlagak, maka aku mau lihat bagaimana nanti. Hehe, Martina, bukan aku yang mempermainkan dia, tapi si bodoh ini yang sedang mempermainkan diri sendiri. Kamu kali ini nggak bisa menyalahkan aku, 'kan?"
Lisa melirik Martina. Barusan sahabat baiknya ini membela Welly. Lisa sangat marah, jadi sengaja berkata sinis pada Martina untuk menunjukkan rasa tidak puasnya.
Lili juga tersenyum dan cemberut berkata, "Iya Martina, kita sudah berteman begitu lama, kamu malah demi si miskin itu menyalahkan Lisa. Oh, jangan-jangan kamu suka pada Welly Jardian itu ya? Hehe, kalau begitu seleramu sungguh bagus ya, bisa suka pada orang seperti itu, kamu sungguh ... hehe ...."
Wajah Martina merah dan sedikit marah karena kata-kata Lili.
Dirinya selalu memandang berdasarkan kebenaran dan bukanlah orang. Welly melakukan apa pada kalian, kalian selalu membicarakan orang lain. Sekarang Martina mengatakan kebenaran, kalian malah berbalik membidiknya.
Martina melihat sosok Welly dan berkata kesal, "Aku memang suka Welly Jardian, kenapa? Kenapa sih dengan Welly, apakah dia pernah menipu atau mencelakai kalian sehingga kalian begitu kesal padanya? Iya, dia memang miskin, tapi itu juga bukan disebabkan oleh dirinya sendiri. Siapapun nggak bisa kaya seumur hidup, juga nggak bisa miskin seumur hidup. Apakah kalian tahu setelah dua puluh tahun, Welly nggak akan menjadi orang di atas? Dua puluh tahun kemudian, kalian akan berjaya?"
"Kalian sekarang bisa memerintah Welly, apakah mengandalkan kemampuan kalian sendiri?" Martina menatap Lisa dan berkata, "Lisa, kalau bukan karena papamu, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku rasa kamu sendiri lebih jelas dariku. Kalian merasa lebih kuat dari Welly, itu hanya karena generasi Ayah kalian yang membangun pondasi lebih tinggi untuk kalian saja. Kalian lihat diri sendiri, apakah belajar lebih baik dari Welly, atau kualitas kalian lebih unggul dari dia? Hehe ...."
Setelah mengatakan ini, Martina merasa lebih rileks. Sebenarnya kata-kata ini sudah lama terpendam di hatinya. Terhadap Lisa, dia sebenarnya sudah lama tidak suka, hanya saja hari ini akhirnya bisa mengutarakannya.
Selesai mengatakannya, Martina juga tidak lagi menghiraukan Lisa dan Lili, dia langsung menghampiri Welly.
Dia tahu, Welly bagaimanapun juga tidak mampu membeli sepatu ini. Kebetulan kemarin malam papanya memberikannya sepuluh juta. Tadinya berencana menyuruhnya untuk membuat SIM, mending hari ini digunakan untuk membantu Welly saja.
Lagi pula Lisa tadi sudah mendorong dirinya ke sisi Welly, maka dia benar-benar berdiri di pihak sini saja. Bagaimanapun juga, dia ingin Welly menang sekali saja dan tidak diremehkan oleh mereka lagi.
Lisa melihat sosok Martina, semakin cemberut dan berkata dengan tidak terima, "Entah apa yang diberikan si miskin itu padanya, membuat Martina begitu membelanya."
"Martina ini juga, sudah berteman lama, nggak menyangka dia mengatakan ini padamu demi Welly Jardian. Hehe, sungguh terlalu, aku lihat dia sudah berubah!" Lili mengkeling dan berkata, "Lisa, aku rasa, kedepannya masih mau atau nggak berteman dengan Martina, kamu harus pikirkan dengan baik. Kalau dia bersikeras bersama dengan Welly Jardian ini, harga diri kita juga akan ikut turun."
Lisa berpikir sejenak, di mulut tidak mengatakan apa pun, tapi dalam hati semakin tidak senang.
Di kasir toko, penjual menyerahkan sepatu sneaker yang sudah dibungkus kepada Welly dengan hormat. Welly sedang bersiap menggesek kartu, lalu melihat Martina dan Lisa bertiga datang.
Lisa memandangi Welly dengan kegirangan, cibiran di sudut mulutnya sangat jelas. Dia tertawa berkata, "Lihat apaan, bukankah kamu mau beli sepatu? Cepat bayar! Orangnya sedang menunggu, hehe, nggak mampu bayar, 'kan? Kalau begitu buat apa kamu sok-sokan."
Welly tidak bersuara, dia bahkan tidak ingin memedulikan Lisa. Dia merasa kalau wanita ini konyol dan kekanak-kanakan. Dia mengeluarkan kartu dan langsung menyerahkannya pada kasir toko.
Tapi disaat itulah, sebuah tangan mendadak muncul dan merebut kartu Welly, kemudian menjejalkan kembali ke tangan Welly.
Welly kaget, kemudian melihat Martina mengernyitkan alis menatapnya.
"Welly Jardian, jangan berakting lagi. Apakah kamu nggak lihat mereka sedang menonton leluconmu?" Martina menghela napas dan berkata, "Mereka tau kamu nggak punya uang dan ingin melihat kamu malu karena nggak bisa membayarnya. Apakah kamu sengaja ingin orang menertawakanmu?"
Welly menggaruk kepalanya dan tersenyum canggung, "Martina, terima kasih atas kebaikanmu, tapi aku beneran mampu membeli sepatu ini."
Selesai bicara, Welly kembali menyerahkan kartu namun kembali direbut oleh Martina. Martina sedikit marah dan menyalahkannya, "Aduh, kenapa denganmu? Kamu suka ditertawakan orang ya? Cepat simpan kartumu ini, bukankah kamu suka sepatu ini? Aku belikan untukmu."
Martina selesai bicara, tidak hanya Welly, bahkan Lisa dan Lili di samping juga kaget.
"Kamu, kamu belikan untukku?" Welly berkata terkejut, "Kenapa?"
Martina cemberut dan melihat Lisa berkata, "Demi harga diri!"
Welly masih belum bereaksi, Martina sudah menyerahkan kartunya pada kasir.
Meskipun Martina terlihat tidak ragu-ragu, tapi ekspresinya tetap terlihat empati. Harus diketahui, dirinya sendiri saja tidak pernah memakai sepatu jutaan rupiah.
"Martina Sujaya, apakah kamu gila?" Lisa yang sadar langsung meledak setelah Martina selesai membayar. Dia menunjuk Martina dan meraung, "Kamu buat apa bayar untuknya? Orang sok yang miskin dan nggak mampu membeli barang, aku menertawakan dia sangat normal, apa yang kamu lakukan? Menunjukkan diri begitu royal dan berduit ya? Hehe, kamu sungguh konyol, tahu nggak?"
Welly juga segera berkata, "Martina, kebaikanmu sudah aku terima, tapi bagaimana bisa aku membiarkanmu membayarnya. Aku, aku kembalikan uang itu padamu ...."
Welly selesai bicara hendak mengambil uang, tapi dia mendadak menyadari kalau ketika keluar hari ini, dia lupa membawa uang tunai. Dia hendak mengatakan mentransfernya, namun mendadak ditampar oleh Lisa.
"Kembalikan nenekmu!" Lisa langsung mengumpat dan berkata keras, "Welly Jardian, kamu sengaja, 'kan? Kamu mengeluh miskin di sini, tahu Martina baik hati, jadi semua ini sudah kamu rencanakan, 'kan? Orangnya sudah bayar kamu masih pura-pura akting, mana uangmu? Keluarkan."
Dalam waktu dua hari, ini adalah tamparan kedua dari Lisa padanya. Darah Welly langsung mendidih dan hampir mengamuk, "Aku lupa bawa uang tunai, aku transfer bisa, 'kan? Lisa Zulnadi, aku lihat kamu wanita jadi nggak ingin membuat masalah denganmu, tolong kamu lebih jaga diri, oke? Jangan jadikan kebaikan orang sebagai kelemahan."
Saat bicara, Welly mengeluarkan ponsel mentransfer uang untuk Martina.
Welly merasa dirinya tertindas sekali. Dia hanya ingin membeli sepatu, tidak menyangka, akhirnya malah menjadi seperti ini.
"Baik, kamu transfer, hari ini kalau kamu nggak transfer maka aku tetap menamparmu, menampar kamu pria licik nggak tahu malu ini!"
Percikan api terbang di antara dua orang itu dalam sejenak. Martina tadinya berbaik hati, tidak menyangka akhirnya malah seperti ini. Dia langsung menarik dua orang dan berteriak, "Sudah! Kalian ada habisnya nggak? Lisa Zulnadi, aku bersedia menghabiskan uang, nggak perlu kamu ikut campur. Aku memang nggak suka dengan sifatmu yang meremehkan orang lain, kenapa?"
Martina berbalik berkata keras pada Welly, "Juga kamu Welly Jardian, aku berharap kamu jangan bicara lagi. Semua tahu dengan kondisimu. Kalau memang aku bilang aku yang belikan sepatu ini untukmu, maka aku tentu saja nggak akan menyesal. Aku juga berharap kamu jangan mengatakan apapun lagi, karena kamu, aku sudah bertengkar dengan teman baikku, apakah kamu nggak melihatnya?"
Melihat Martina beneran marah, Welly langsung diam. Benar kata dia, demi dirinya, dia sudah ribut dengan Lisa dan Lili. Welly menghela napas, tadinya masih banyak yang ingin dia katakan, tapi kembali menelannya.
Hanya saja Lisa sepertinya tidak punya kesadaran seperti Welly. Melihat dia tidak bersuara kembali berkata sinis, "Lihat, nggak bicara, berarti mengakui apa yang aku katakan tadi. Sungguh menarik, si miskin, dulu mengira kamu hanya miskin, nggak menyangka, kamu juga begitu licik!"
Lisa kembali menatap Martina, dia beneran kesal sekali, ada perasaan dikhianati dan berkata, "Martina Sujaya, kamu hari ini sengaja, 'kan? Baik, aku tanyakan terakhir kalinya, kedepannya kita masih akan berhubungan nggak? Aku sarankan kamu pikirkan dengan jelas baru menjawab. Kalau kamu masih mau dengan aku temanmu ini, maka segera kembalikan sepatu ini. Aku begini demi kebaikanmu. Si bodoh ini sedang menipumu, hanya kamu yang dibohongi olehnya."
Lisa jelas tidak ingin kehilangan teman baik ini, tapi dia hari ini harus menyuruh Martina membuat batasan yang jelas dengan Welly.
Martina tentu saja tidak ingin putus hubungan persahabatan dengan Lisa, tapi pihak lawan mengancam dirinya dengan hal ini, dia tetap merasa tidak terima.
Juga di saat itulah, Lili yang menonton kehebohan di samping tersenyum dan berkata, "Lisa, apakah kamu perlu begini? Sekarang sudah sangat jelas, sepatu saja sudah dibeli, apakah kamu merasa Martina akan mengembalikannya? Juga, apakah kamu tidak menyadari satu hal? Martina hari ini bisa menghabiskan enam juta lebih untuk Welly membeli sepatu tanpa ragu, tapi kemarin di Gang Kelon, kamu tidak punya uang untuk membayar, dia masih ragu untuk mengeluarkan dua juta lebih. Heh, sungguh sahabat baik ...."
Kata-kata Lili membuat Lisa mendadak sadar, dia mengangkat kepala dan memelototi Martina, di matanya penuh dengan amarah.
"Martina Sujaya, hebat ya kamu!" Lisa berkata marah, "Kamu sungguh mengecewakanku!"
Martina bengong dan hendak menarik Lisa untuk menjelaskan, tapi Lisa malah menamparnya, "Pergi kamu! Hidup dengan b******n tengik itu saja!"