Begitu sampai kantor, Ariana menghampiri ruangan Anka. Setelah mengetuk dan memastikan dirinya bisa masuk, dengan kasar diletakkannya kontrak di atas meja. "Saya tahu Bapak enggak suka dengan cara lama, tapi seenggaknya tolong konfirmasi saya dulu kalau Bapak offering penambahan unit, jadi kontrak yang saya buat enggak sia-sia kayak gini." Anka menatap matanya, mencari amarah di sana. "Kamu sulit ditemui akhir-akhir ini." "Itu enggak bisa jadi alasan dong, Pak. Bapak bisa email dan cc ke saya, atau telepon langsung. Jadi saya enggak kayak AM yang makan gaji buta karena enggak tahu ada penambahan unit dari proyek yang saya pegang awalnya!" Ariana menatap Anka dengan berani, biar bosnya itu tahu dengan siapa dia berhadapan. "Kalau kamu cukup tanggung jawab dan peka dengan kebutuhan klien