Selama kelas delapan, Olin bisa merasakan kalau hubungan pertemanannya dan Rafka merenggang.
Memang mereka masih berteman seperti biasa, masih bertegur sapa, dan seringkali bercanda bersama. Hanya saja, semuanya tidak sama seperti sewaktu mereka kelas tujuh dulu. Rafka tidak pernah lagi mengajak Olin bercanda berdua, tidak pernah lagi minta diajari oleh Olin tentang suatu pelajaran yang tidak dimengertinya.
Rafka baru mau bercanda atau mengobrol dengan Olin hanya jika mereka sedang berkomunikasi dengan teman-teman yang lain. Rafka pun tidak pernah minta diajari lagi karena dia lebih memilih untuk menyontek pekerjaan Olin secara langsung, murni menyontek. Entah itu menyontek PR, tugas, bahkan saat ujian sekali pun. Karena itu, kadang-kadang Olin merasa bahwa Rafka hanya memanfaatkannya saja saat itu. Namun, Olin pun tidak mampu untuk protes. Sebab hanya itu jalan satu-satunya bagi mereka untuk berkomunikasi.
Di tahun ini, secara fisik cukup banya perubahan yang terjadi pada Rafka. Lelaki itu tumbuh lebih tinggi dari sebelumnya dan tubuhnya yang kerempeng perlahan mulai berisi. Wajahnya juga bertambah manis, apalagi jika ia sedang tersenyum. Sudah bisa ditebak, semakin banyak perempuan yang menyukai Rafka. Terlebih lagi ada adik-adik kelas sekarang. Farah juga kelihatannya belum menyerah untuk mendapatkan Rafka.
Karenanya, Olin merasa tersingkir dan tak bisa melakukan apa-apa untuk ikut ke dalam kompetisi merebut hati Rafka itu. Sebab Olin tahu bahwa dirinya sudah kalah bahkan sebelum dirinya memutuskan untuk berjuang atau tidak. Olin hanya bisa menyukai Rafka dalam diam dan entah sampai kapan dirinya akan melakukan itu.
Di penghujung kelas delapan, interaksi antara Olin dan Rafka semakin berkurang dikarenakan Rafka seringkali dispensasi mengikuti turnamen futsal yang mulai aktif digelutinya. Rasanya sedih, tentu saja. Olin seolah sedang menghitung hari kapan interaksi di antara mereka benar-benar berhenti.
Dan ternyata, interaksi terakhir mereka saat kelas delapan terjadi di hari terakhir ujian akhir semester genap. Saat itu, bangku Olin digoyangkan sedikit oleh Didi yang duduk di belakangnya.
Olin yang duduk di barisan paling depan terlebih dahulu memastikan bahwa pengawas tidak melirik ke arahnya sebelum menoleh pada Didi dan memberi tatapan penuh tanya pada temannya itu.
Didi hanya menjawab dengan mengedikkan dagu ke arah Rafka yang duduk di barisan sebelah deretan nomor tiga.
Olin pun melirik Rafka dan ini adalah kali ketiga Rafka memanggilnya selama ujian berlangsung. Dan sudah tidak terhitung lagi berapa kali lelaki itu memanggilnya selama masa ujian mereka seminggu ini.
Ketika pandangan mereka bertemu, Rafka memberi gestur pada Olin untuk mengangkat lembar jawabannya supaya Rafka bisa melihat dan menyamakan jawaban yang ada di lembar jawabannya dan lembar jawaban Olin.
Sejujurnya, saat itu Olin agak berat hati untuk melakukan apa yang diminta oleh Rafka. Karena apa yang dilakukan Rafka membuat Olin merasa bahwa lelaki itu benar-benar sedang memanfaatkannya. Bahkan Olin juga sempat berpikir bahwa mungkin saja selama ini Rafka berteman dengannya karena memang ingin memanfaatkan Olin dengan cara seperti itu.
Tetapi, Olin berhasil mengenyahkan pertanyaan tersebut dan pada akhirnya menuruti permintaan Rafka dengan mengangkat sedikit lembar jawabannya yang sudah terlebih dahulu dilapisinya dengan lembar soal supaya tidak menimbulkan kecurigaan dari pengawas yang ada di depan.
Setelah memeriksa dan memastikan jawabannya, Rafka mengangguk dan tersenyum pada Olin.
“Udah,” katanya waktu itu tanpa suara.
Seusai jam ujian berakhir, Rafka berjalan menghampiri Olin sebelum keluar dari dalam kelas. Lantas laki-laki itu tersenyum lebar padanya dan berkata, “Makasih banyak ya, Lin.”
Olin balas tersenyum dan mengangguk. “Iya. Sama-sama, Ka.”
Dan itu adalah obrolan terakhir yang terjadi di antara mereka di masa SMP ini. Setelahnya, tidak ada lagi interaksi lain. Mereka pun tidak pernah mengobrol saat classmeeting sedang berlangsung.
Pada akhirnya, liburan tiba.
Setelah liburan, datanglah tahun ajaran baru.
Kabar buruknya, di kelas sembilan Olin dan Rafka tidak lagi berada di kelas yang sama. Jarak di antara mereka semakin terasa nyata. Dan doa Olin di tahun kemarin terasa sia-sia saja.