Keduanya baru saja selesai mandi. Lisa keluar dengan menggunakan bathrobe. Sedangkan Leo memakai handuk yang dililit di pinggangnya. Tak ada pilihan lain, dia terpaksa harus menggunakan lingerie yang disiapkan Leo. Leo hanya memberikan dia lingerie dan juga gaun yang seksi, agar Lisa selalu tampil seksi di hadapannya.
"Jangan pakai apapun!" pekik Leo saat dia hendak memakai pakaian dalam.
"Tapi Tuan, saya kedinginan kalau tak pakai apapun," sahut Lisa.
"Aku bilang, jangan pakai apapun! Aku paling tak suka dibantah," Leo menegaskan kembali.
Padahal tadi Leo bersikap manis padanya, dan kini bersikap kasar kembali. Hingga akhirnya, mau tak mau dia menuruti perintah Leo. Setelah itu, Lisa naik ke ranjang, dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia tampak kedinginan, meskipun dia sudah memakai selimut.
Melihat Lisa sudah berbaring, Leo pun ikut naik ke ranjang, dan memeluk tubuh Lisa. Wangi tubuhnya begitu memabukkan Lisa. Dia pun mengusap kepala Lisa dengan penuh kelembutan, membuat Lisa akhirnya tertidur.
Wajah Lisa terlihat lelah, saat Leo menatapnya. Membuat dia tak tega. Terlebih, terdengar dengkuran halus Lisa. Baru malam ini dia bisa tertidur nyenyak. Setelah apa yang terjadi padanya.
Leo memilih membiarkan Lisa tidur. Dia hendak menghubungi Elena-istrinya. Dia beranjak turun dari ranjang, dan mengambil ponselnya. Tapi sayangnya, Elena tak menjawabnya.
"Sesibuk itu 'kah kamu, Sayang? Sampai-sampai kamu tak mengingat aku sama sekali," Leo berkata lirih.
Padahal dia sangat merindukan istrinya, yang sudah pergi selama enam bulan. Sudah dua kali Elena berbohong padanya, berjanji akan kembali. Hal itu membuat Leo memendam rasa kecewa.
"Sayang, suamiku menghubungiku. Aku angkat dulu ya telepon darinya," Elena berkata saat Ernesto menggagahi tubuhnya. Terus memompanya.
"Aahhh, Sayang. Aku mohon, hentikan!" pinta Elena diiringi desa*hannya.
"Aku ingin lihat, apa kamu masih bisa bicara saat kamu merasakan nikmat," ucap Ernesto.
Ernesto mencabut miliknya, dia kira Ernesto mengerti kalau dia ingin menerima panggilan telepon dari suaminya. Tapi ternyata, dia salah. Tanpa dia duga, Ernesto justru menjilati area sensitifnya. Membuat dia tak berdaya. Telepon genggam yang dia pegang saat itu, akhirnya terlepas. Dia justru mende*sah keenakan, menikmati permainan Ernesto.
"Berkali-kali aku bilang padamu! Selama kamu di sini, kamu adalah milikku," Ernesto berkata, dan Elena hanya menganggukkan kepalanya. Dia tak mampu berkata-kata, merasakan nikmat yang luar biasa.
Leo tampak kecewa. Dia langsung melempar telepon genggamnya ke sofa. Wajahnya terlihat sangat kecewa. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk minum. Dia ambil wine dan menenggaknya. Dia pun tampak mere*mas gelas yang dia pegang, meluapkan kekesalannya. Entah berapa sloki yang dia tenggak. Hingga akhirnya dia kini mulai terlihat mabuk. Inilah satu-satunya cara yang bisa membuat dia melupakan permasalahannya sejenak.
Dia menatap sinis wanita yang kini sedang tertidur nyenyak di hadapannya. Dia mengira, kalau wanita itu adalah istrinya. Lagi-lagi, Lisa menjadi pelampiasan rasa kecewanya kepada istrinya. Dengan jalan sempoyongan, dia berjalan menghampiri ranjang.
"Ternyata kamu sudah tertidur. Pantas saja, kamu tak mengangkat panggilan telepon dariku. Elena, aku sangat merindukanmu. Aku sangat menginginkan kamu," Leo meracau.
Hal itu membuat Lisa terbangun dari tidurnya. Dia begitu terkejut. Saat melihat Leo yang menatapnya dengan tatapan yang tak biasa. Mata Leo terlihat merah, dan wajahnya begitu menakutkan bagi Lisa. Leo langsung menarik selimut yang Lisa gunakan saat itu dengan kasar, membuat Lisa ketakutan.
"Aku ingin bercinta denganmu, Elena," ucap Leo.
Leo mengusap wajah Lisa dengan penuh kelembutan. Bukan itu saja, dia juga merapikan rambut Lisa ke daun telinga. Lisa yakin, kalau saat ini bosnya sedang mabuk. Tercium bau alkohol menyeruak dari mulut bosnya itu.
Lisa memohon agar Leo menghentikan kegilaannya. Dia begitu ketakutan. Bukannya menghentikan, Leo justru membentak Lisa. Meluapkan kekesalannya kepada Elena.
Tanpa punya hati sedikitpun, dia langsung menghujam miliknya ke area sensitif Lisa. Tanpa adanya pemanasan terlebih dahulu. Hal itu membuat Lisa meringis kesakitan, meneteskan air matanya.
Namun, dia tak peduli dengan apa yang Lisa rasakan saat itu. Baginya yang terpenting, dia bisa terpuaskan. Dia terus menghujami senjatanya tanpa ampun. Tak peduli Lisa yang menjerit kesakitan.
"Sakit—" Lisa berteriak kesakitan, saat Leo menggigit put*ingnya, kemudian menariknya dengan kasar.
Ternyata tidak sampai situ saja penderitaan Lisa. Leo masih belum merasa terpuaskan. Dia mencabut miliknya, dan membalikkan tubuh Lisa. Kemudian dia benamkan kembali miliknya dari belakang. Dia hujami dengan kasar.
"Aahh, Elena. Aku merindukanmu sejak dulu. Ini benar-benar sangat gila! Rasanya begitu nikmat, Sayang."
Sakit luar biasa yang dirasakan Lisa saat itu. Bukan hanya area sensitifnya saja yang merasa sakit, tetapi hatinya juga. Karena Leo menganggap sedang bercinta dengan istrinya.
Dia pun semakin mempercepatnya, karena hampir mencapai titik kli*maks. Hingga akhirnya dia berhasil menumpahkan cairan hangat ke rahim Lisa. Lagi-lagi, dia tak memakai penga*man kembali.
Leo langsung ambruk di ranjang tak sadarkan diri. Sedang Lisa justru menangis. Dia terlihat begitu terpukul, mendapatkan kekerasan dari Leo.
"Sampai kapan aku harus merasakan seperti ini? Tapi, aku butuh uang untuk bertahan hidup. Aku hanyalah wanita ja*lang yang menjual tubuhnya demi uang," Lisa berkata lirih.
Lisa beranjak turun dari ranjang, dan merasakan sakit di area sensitifnya. Leo melakukan dengan kasar, tanpa perasaan. Dengan tertatih, Lisa berjalan ke kamar mandi. Dia langsung mengguyur tubuhnya, membersihkan tubuhnya yang terasa kotor. Air matanya terus mengalir deras. Perasaannya begitu hancur saat itu.
Kakinya terasa tak kuat untuk berpijak. Dia terlihat mere*mas rambutnya, meluapkan perasaannya saat itu. Kini dia masuk ke dalam bathtub, untuk berendam. Tubuhnya gemetar, dia sudah tak kuasa lagi menahan tekanan di dalam dirinya, hingga akhirnya dia jatuh pingsan. Dia teringat, saat Leo menggagahi tubuhnya dengan kasar.
Matahari menyelusup masuk menembus tirai. Membuat Leo terbangun dari tidurnya. Perlahan, dia membuka matanya. Alangkah terkejut dia, saat dirinya tak melihat Lisa di sampingnya. Dia langsung turun dari ranjang, dan mencari keberadaan Lisa. Leo terlihat begitu ketakutan, dia takut kalau Lisa akan pergi meninggalkan dirinya lagi.
"Breng*sek! Ke mana wanita itu? Berani-beraninya dia mencoba kabur dariku," Leo menggerutu.
Dia langsung memakai pakaiannya, dan keluar dari kamarnya, kemudian berteriak memanggil semua pekerja di Villa tersebut.
"Dimana wanita itu? Cepat kalian cari wanita itu!" pekik Leo. Wajahnya begitu menakutkan.
"Wanita mana yang Tuan maksud?" tanya sang pelayan untuk memastikan.
"Dasar bodoh! Wanita mana lagi? Memangnya saya membawa banyak wanita ke tempat ini? Saya mencari wanita jal*ang yang sedang bersama saya sejak kemarin," Leo berkata dengan berapi-api.
"Bukannya, wanita itu bersama Anda sejak kemarin? Dia 'kan di kamar bersama Anda sejak malam," sahut sang pelayan lagi.
"Kalau dia bersama saya, saya tak akan bicara sama kalian. Dasar bodoh! Cepat kalian cari sampai dapat! Jangan kembali sebelum kalian menemuinya!" Leo berkata ketus.
"Apa Anda sudah mencarinya di kamar mandi? Mungkin saja dia sedang mandi," ujar sang pelayan.
Leo mengerutkan keningnya. Ada benarnya juga apa yang dikatakan salah seorang pelayan yang bekerja di sana. Dia tak terpikir sebelumnya.
Dia pun akhirnya bergegas mencari keberadaan Lisa di kamar mandi. Benar saja. Alangkah terkejutnya dia, saat melihat Lisa yang kini sedang berendam di bathtub dalam keadaan mata terpejam.
Leo langsung menghampiri Lisa, dia mengira kalau Lisa saat ini sedang tidur. Dia goyangkan tubuh Lisa dengan kasar. Namun, Lisa tak juga membuka matanya. Melihat hal itu, Leo langsung terlihat panik. Dia langsung menggendong tubuh Lisa dan memakaikan Lisa handuk, kemudian membawanya ke ranjang.