Dia mencoba membangunkan Lisa dari tidurnya. Namun, Lisa tak kunjung terbangun dari tidurnya. Rasa khawatir, mulai menghantuinya. Leo memutuskan untuk menghubungi sahabatnya yang seorang dokter. Dia meminta Pier datang ke Villanya.
"Tempat itu sangat jauh dari tempat aku berada saat ini. Lebih baik kamu bawa saja ke rumah sakit terdekat. Jangan menundanya! Nanti dia keburu mati. Memangnya, dia itu siapa?" Ujar Pier.
Bukannya menjawab, Leo justru langsung mengakhiri panggilan telepon dengan Pier. Dia menjadi bertambah panik, mengingat kata-kata Pier yang mengatakan kalau Lisa bisa mati. Tanpa berpikir lebih lama lagi, dia langsung menggantikan pakaiannya, dan memakaikan Lisa pakaian. Kemudian menggendong tubuh Lisa keluar. Dia hendak membawa Lisa ke dokter.
"Cepat, siapkan mobil! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit terdekat!" pekik Leo sejak keluar dari kamar.
Keadaan di Villa, menjadi sibuk. Pelayan berlari memanggil sang supir, untuk menyiapkan mobil. Sang supir langsung mengambil kunci mobil dan menghidupkan mesin mobilnya. Kini mobil sudah terparkir, dan siap pergi membawa Leo. Leo membawa Lisa ke dalam mobil. Dia pun ikut duduk di sebelah Lisa.
"Cepat jalan! Kita harus segera sampai di rumah sakit!" Titah Leo kepada sang supir.
Sejak tadi Leo terus menatap wajah Lisa yang terlihat pucat. Bibirnya terlihat biru, karena dia sudah terlalu lama berendam kedinginan.
"Aku mohon bertahanlah!" Leo memberi semangat. Dia juga terlihat menyentuh pipi Lisa dengan lembut.
Mereka baru saja sampai di rumah sakit. Leo langsung menggendong tubuh Lisa ke IGD, untuk mendapatkan pertolongan pertama. Rumah sakit yang didatangi Leo saat ini, bukanlah rumah sakit besar, rumah sakit ini cukup jauh dari pusat kota.
Paling tidak, dia sudah melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan menyelamatkan nyawa Lisa. Wajah Leo terlihat begitu tegang, dia khawatir kalau nyawa Lisa tak dapat tertolong.
Dokter langsung memasangkan selang oksigen, karena pasokan oksigen Lisa berkurang. Sang perawat juga langsung memasangkan selang cairan infus ke tangan Lisa karena Lisa mengalami dehidrasi juga. Hal itu membuat tubuhnya terasa lemas, hingga akhirnya dia jatuh pingsan.
"Bagaimana, Dok? Apa nyawanya bisa diselamatkan?" Leo bertanya. Leo menatap sang dokter dengan tatapan yang serius, menanti jawaban dari sang dokter.
"Semoga saja. Saya belum bisa memastikannya. Kita tunggu saja perkembangannya! Saat ini pasien belum melewati masa kritisnya. Semoga pasien segera sadar. Pasien mengalami dehidrasi, membuat tubuhnya melemah," Leo menyimak penjelasan dokter.
Leo menunggu Lisa di luar. Dia berniat menghubungi asistennya untuk segera datang.l, untuk membelikan Lisa makanan dan juga pakaian ganti. Saat ini Lisa hanya memakai kemeja panjang miliknya dan juga gaun yang dia berikan. Dia tak ingin tubuh indah Lisa dinikmati laki-laki lain, termasuk sang dokter. Dia terlihat begitu posesif.
Leo sudah mengakhiri panggilan telepon dengan asistennya. Dia masih harus menunggu Lisa sadar dari pingsannya. Sebenarnya, dia ingin memindahkan Lisa ke rumah sakit yang lebih besar, yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap dari rumah sakit sekarang. Namun, jarak mereka ke kota membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam, dia takut Lisa tak mampu bertahan.
"Sebenarnya, apa terjadi padamu? Mengapa kamu sampai begitu nekat melakukan itu? Betapa paniknya aku, saat mengetahui kamu terbaring lemah tak berdaya di dalam bathub. Aku mohon segeralah sadar! Aku akan menjaga kamu, sampai kamu benar-benar pulih," ucap Leo. Leo tak menyadari perasaannya saat ini kepada Lisa.
Setelah mendapatkan cairan infus satu botol dan pasokan oksigen dari hidung. Perlahan akhirnya Lisa membuka matanya. Dia tampak bingung melihat sekeliling, tempat dia berada saat ini. Dia pun melihat tangannya yang kini terpasang selang infus, hidungnya terpasang selang oksigen, Sampai akhirnya dia tahu, di mana dia berada saat ini.
"Apa aku masih hidup?" batin Lisa.
Tak lama kemudian sang perawat datang dan melihat Lisa yang sudah sadar. Dia sudah melewati masa kritisnya. Sang perawat langsung memanggil dokter jaga, untuk memeriksa keadaan Lisa. Sang perawat pun langsung memanggil Leo, dan memberitahu kalau saat ini Lisa sudah sadarkan diri. Tentu saja hal itu membuat Leo merasa senang. Dia langsung bergegas menghampiri Lisa.
"Puji Tuhan, akhirnya kamu sudah sadar," ucap Leo.
"Kondisi pasien saat ini masih lemah. Disarankan hari ini pasien di rawat dulu di rumah sakit untuk dilakukan tindakan observasi. Bagaimana, apa Tuan setuju? Jika setuju, perawat kami akan menyiapkan ruangan rawat inap untuk istri Tuan," jelas sang dokter.
Ada perasaan yang berbeda, saat mendengar sang dokter menyebut kata istri kepadanya.
"Bagaimana Tuan, apa Anda setuju?" sang dokter bertanya kembali untuk memastikan.
"Em, iya, saya setuju. Lakukan yang terbaik untuk i-istri saya," jawab Leo gugup.
Baru kali ini dia merasakan di posisi seperti ini. Berat rasanya dia mengucap kata istri, karena Lisa memang bukan istrinya. Dia terpaksa harus berbohong, mengakui kalau Lisa adalah istrinya.
Lisa saat ini sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Suasana terasa canggung. Tiba-tiba saja Leo merasa kikuk berada di dekat Lisa. Bahkan rasa ini sungguh berat, melebihi dirinya berhadapan dengan seorang klien.
"Em ...."
"Tu ...."
Mereka membuka pembicaraan bersamaan.
"Kamu saja duluan yang bicara!" Leo berkata.
"Te—terima kasih, Tuan. Terima kasih, karena Tuan sudah menyelamatkan nyawa aku. Jika Tuan tak membawa aku ke sini, pasti saat ini aku sudah tak ada lagi di dunia ini. Maaf, jadi merepotkan Tuan," ucap Lisa. Suara Lisa masih terdengar lemas.
"Sudah, tak perlu berterima kasih! Semua ini sudah menjadi tanggung jawab aku kepada pelayanku. Bagaimana keadaan kamu sekarang? Apa sudah merasa lebih baik?" Ujar Leo, untuk menghilangkan perasaan canggungnya saat itu.
Padahal mereka sudah sering bercinta. Keduanya sama-sama sudah melihat semua, dan merasakan apa yang dimiliki mereka. Namun kali ini, ada perasaan yang berbeda dari keduanya.
Hati Lisa terasa sakit, saat mendengar penuturan Leo tentang status dia. Dia harus sadar posisinya, di hidup Leo. Perhatian yang Leo lakukan selama ini, hanya karena Lisa adalah pelayan yang bekerja kepadanya. Dia hanyalah seorang ja*lang yang dibayar Leo.
Untungnya saat itu Mark datang, menghilangkan kecanggungan diantara mereka.
"Permisi, maaf Tuan. Saya datang untuk membawa pesanan Anda," ujar Mark. Mark menjadi tak enak hati, berada di antara mereka.
Leo langsung mengambil paper bag dan juga kantong plastik berisi makanan dari tangan Mark. Setelah tugasnya selesai, Mark memutuskan untuk pergi kembali meninggalkan bosnya. Memberi ruang waktu untuk mereka berdua.
"Aku sudah membelikan makanan untuk kamu. Kamu harus makan yang banyak, agar tubuh kamu cepat sehat kembali!" Ujar Leo.
"Terima kasih, Tuan. Atas kebaikan yang Tuan berikan kepadaku," sahut Lisa.
"Sudahlah! Kamu ini sejak tadi bilang terima kasih terus. Bukannya, sudah saya katakan kalau kamu ini pelayan aku? Sudah sepatutnya aku menolong kamu dan membuat kamu sembuh. Agar kamu bisa segera bekerja kembali," Leo berkata sinis. Lisa tak berani melanjutkan pembicaraan lagi dengan Leo.
Lain di mulut, lain di hati. Leo justru menjadi perhatian. Namun, sepertinya dia tak menyadari apa yang dilakukan pada Lisa. Sikapnya tak akan sama, dengan pelayan lainnya. Dia akan menyiapkan makanan untuk Lisa, mengeluarkan kotak makan berisi ayam kriuk dan juga sup hangat dari dalam kantong plastik.
"Ayo bangun! Kamu harus makan dalam posisi duduk. Agar aku mudah menyuapi kamu," titah Leo.
Lisa tersentak kaget, mendengar penuturan Leo. Dia terlihat melongo tak percaya, karena Leo berubah menjadi sosok yang perhatian kepadanya.
"Hei, mengapa kamu jadi bengong? Aku ini lagi bicara padamu, apa kamu tak mendengar?" Tegur Leo, membuat Lisa tersadar.
"Tuan, aku makan sendiri saja. Tuan tak perlu menyuapi aku," ucap Lisa. Dia merasa tak enak, rasanya tak pantas seorang majikan menyuapi pelayannya.
"Sudah, jangan membantah! Anggap saja, ini sebagai bentuk permintaan maaf aku. Nikmati saja!" Leo berkata ketus, wajahnya tampak dingin tanpa ekspresi.
Tak ada perkataan dari Lisa lagi. Dia memilih menuruti ucapan bosnya itu. Menikmati, apa yang akan dilakukan bosnya itu.
Leo mulai menyuapi Lisa sup hangat, dan juga ayam kriuk berikut nasi ke dalam mulut Lisa. Dia begitu telaten, menyuapi Lisa. Hal itu membuat Lisa tampak malu-malu. Suasana tampak hening, tak ada sepatah katapun terlontar dari bibirnya. Lisa menerima suapan demi suapan yang diberikan oleh Leo.
"Kamu harus makan yang banyak! Besok, kita pulang ke Mansion. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Aku tak mungkin meninggalkan kamu sendiri di sini. Segeralah sehat, agar kamu bisa bekerja seperti biasanya!"