Episode 7

1210 Words
Episode 7 #Struggle_and_Love Membulatkan Tekad. Saat bangun di pagi hari, Luna terkejut mendapati dirinya berada dalam pelukan Bayu. Entah sejak kapan dan bagaimana. Karena begitu kaget, Luna malah mendorong Bayu hingga laki-laki itu terjatuh. "Argh" Teriak Bayu sembari memegangi kepalanya. "Kenapa kakak memelukku?" Tanya Luna dengan tangan menyilang di d**a. Bayu tersenyum kecut sebelum kembali merebahkan diri di dekat Luna. "Sudah ku bilang jangan terlalu percaya diri bocah. Semalam kau mengigau, menangis, dan kedinginan." Luna mencoba mengingat-ingat. "Apa iya semalam aku menangis?" Tanyanya pada diri sendiri. "Kau juga menyebut-nyebut nama seseorang, Lando atau siapa ya, aku juga tidak terlalu ingat." Tambah Bayu sambil memejamkan mata. Mendengar nama Lando keluar dari mulut Bayu, Luna jadi percaya kalau semalam dia memang mengigau. Pasalnya Luna tidak pernah menyebut nama kakaknya di depan Bayu. Luna juga baru menyadari kalau Bayu menyelimuti kakinya menggunakan Hoodie yang semalam dia pakai. "Terima kasih kak." Ucap Luna kemudian. Berbarengan dengan itu, pintu apartemen Rista terbuka. Ternyata tuan rumah yang pulang. Rista tampak heran melihat Bayu menginap di rumahnya, terlebih saat melihat Luna duduk di belakang laki-laki itu. "Kalian tidur bersama?" Tanya Rista spontan. Bayu hanya mengangguk dengan mata masih terpejam. Luna langsung menggelengkan kepala agar Rista tidak berpikir macam-macam. "Ini tidak seperti yang kak Rista pikirkan. Kak Bayu..." "Sudahlah, tidak perlu dijelaskan. Rista mengenalku dengan baik. Dia tau aku tidak mungkin 'tidur' dengan bocah sepertimu." Ucap Bayu memotong penjelasan Luna. Rista tersenyum lega sembari memasuki kamar. Di dalam kamar, gadis itu menatap satu-persatu fotonya dan Bayu yang terpajang rapi di dinding. Ya, Rista sengaja menyembunyikan kamarnya dengan baik agar Bayu maupun orang lain tidak mengetahui seperti apa perasaan gadis itu pada Bayu. *** "Kalian sudah menemukannya?" Tanya Lando saat salah seorang anak buahnya menelpon. Pagi-pagi sekali Lando sudah memerintahkan anak buahnya untuk mencari Luna. "Jangan hubungi aku kalau kalian belum berhasil menemukannya sialan." Umpat Lando sebelum membanting ponselnya. Bu Ningsih yang terkejut, segera menghampiri putranya. "Apa yang kau lakukan Lando?" Tanya beliau saat melihat ruang kerja Lando yang berantakan. "Jangan tanyakan apapun Ma." Geram Lando. "Kau sudah seperti orang gila sejak kemarin, bagaimana mama tidak khawatir." Ujar Bu Ningsih. "Kalau mama tau akan seperti ini, lalu mengapa mama paksa Luna untuk menikah? Sekarang, setelah dia pergi, apa mama tidak khawatir? Luna tidak pernah pergi tanpa penjagaan. Gadis itu bahkan tidak tau bagaimana cara naik angkot. Lalu, kalau dia di culik dan di perkosa di luar sana... Argh aku tidak bisa berpikir jernih." Ujar Lando putus asa. Bu Ningsih tak bersuara. Dia juga cemas memikirkan keadaan Luna. Meski Luna bukan anak kandungnya, tapi dialah yang menjaga dan mengasuh Luna sejak umur 10 tahun. "Kita akan menemukan Luna, Lando. Jadi mama mohon kendalikan dirimu. Kita akan mencarinya sampai ketemu." Bu Ningsih memberi semangat pada Lando. Lando tak menjawab. Laki-laki itu meraih kunci mobil dan meninggalkan ibunya. Bu Ningsih hanya bisa menangis. Dia sungguh tidak tau apa yang sebaiknya dia lakukan untuk Lando dan Luna. *** Bayu tertawa saat melihat Luna keluar dari kamar mandi menggunakan baju yang baru saja Mimin beli. Luna benar-benar nampak seperti gadis kampung. Baju terusan longgar motif bunga-bunga dengan kancing di bagian depan, membuat penampilan Luna sangat culun dan kampungan. Tak lupa gadis itu memakai kacamata besar yang dia pinjam dari Rista dan mengepang rambut panjangnya. Luna berpenampilan begitu agar tak ada yang mengenalinya. Ada tempat yang harus Luna tuju sebelum menetap di rumah Bayu. "Hei bocah kau benar-benar cocok berpenampilan seperti itu." Ledek Bayu. "Sayangnya aku masih tetap cantik." Ucap Luna bangga. "Memangnya kau mau kemana Ruri? Kenapa harus berpenampilan seperti itu?" Tanya Mimin. "Aku harus ke tempat kursus dulu kak. Aku menyembunyikan pakaianku disana." Jawab Luna. "Ngobrolnya sambil jalan saja Min, keburu siang." Perintah Bayu. Luna hendak pamit pada Rista yang sejak pulang tidak keluar dari kamar. Tapi Mimin menarik tangan wanita itu agar segera pergi. Mimin tau Rista pasti tidur seperti kebiasaannya selama ini. Jika dia pemotretan sampai pagi, maka siang hari digunakannya untuk istirahat. "Kau benar-benar bisa jadi pembantu?" Tanya Bayu setelah mereka berada di dalam mobil. Mimin yang mengemudi, mencuri dengar pembicaraan Bayu dan Luna. "Kenapa tidak?" Luna tersenyum percaya diri. "Lihat tanganmu." Perintah Bayu sembari menarik tangan Luna. Luna menyodorkan telapak tangannya ke hadapan Bayu. Laki-laki itu meraba tangan Luna yang halus. Melihat tangan Luna, Bayu mulai meragukan kemampuan gadis itu. "Aku tidak terlalu yakin kau bisa bertahan Ruri. Aku yakin kau pasti orang kaya." Selidik Bayu. "Aku menjalani kursus IRT selama 2 tahun kak. Dari mulai memasak, mencuci, beres-beres rumah, sampai membersihkan kebun. Mama memintaku ikut kursus IRT agar aku punya sesuatu yang bisa dibanggakan di depan calon mertuaku kelak." Ujar Luna sembari menarik tangannya dari Bayu. "Memangnya ada kursus seperti itu?" Tanya Bayu lagi. "Tentu saja ada. Sama seperti kursus mengemudi, kursus memasak dan lainnya juga ada. Hanya saja kursus seperti itu tidak terlalu banyak peminat. Sebenarnya aku juga tidak mau, tapi mama memaksa. Memangnya aku bisa apa?" Ujar Luna sedih. "Dari semalam kau hanya menyebut kata mama, memangnya kemana papamu?" Tanya Bayu penasaran. Luna menghela napas panjang. "Papa sudah meninggal. Tepatnya 3 tahun yang lalu. Karena papa meninggal, aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama kakak. Dia yang menemani dan menghibur saat aku sedih. Mungkin itulah alasan mengapa kakak menyukaiku lebih dari saudara." Luna menunduk sambil memainkan jemarinya. "Sorry aku tidak bermaksud mengungkitnya Ruri." Bayu tampak tidak enak karena sudah membuat Luna sedih. "It's ok kak. Aku baik-baik saja kok." Ucap Luna sembari tersenyum manis. Setelah berkendara cukup jauh, mereka sampai di tempat yang di tunjukkan oleh Luna. Tempat kursus yang cukup sepi. Hanya beberapa orang yang terlihat lalu lalang di gedung 5 lantai tersebut. Ditemani Mimin, Luna mengambil pakaian yang selama ini dia sembunyikan. Mulanya Luna tampak takut, tapi setelah menatap dirinya di cermin, Luna percaya tidak ada orang yang akan mengenalinya. Termasuk satpam yang berjaga di pintu masuk. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Luna bergegas kembali ke mobil. Perasaannya tidak enak. Benar saja, setelah di dalam mobil, Luna melihat mobil Lando. Buru-buru Luna merebahkan diri dan pura-pura pusing kepala. "Aku boleh tidur kan?" Tanya Luna sambil memijat kepalanya yang tidak pening. "Kau sakit kepala?" Tanya Mimin yang mulai menjalankan mobil keluar dari area parkir. Luna mengangguk sembari memejamkan mata. Bayu yang duduk disebelah Luna, bersikap tidak peduli. Laki-laki itu sibuk dengan ponsel di tangannya. Setelah cukup jauh, barulah Luna duduk kembali. "Katanya pusing, kenapa bangun?" Tanya Bayu sambil menarik kepala Luna agar rebahan lagi. "Sakit tau." Luna menepis tangan Bayu yang menarik rambutnya. "Hei bocah sampai kapan kau mau berpenampilan seperti ini? Mama pasti syok kalau melihatku membawa calon pembantu dengan tampilan norak begini." Ujar Bayu. "Apanya yang salah? Kau datang membawa calon pembantu Bayu, bukan calon menantu." Seloroh Mimin. "Iya juga sih." Bayu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Luna melepas kepang dan menggulung rambutnya seperti biasa. Tak lupa wanita itu melepas kacamatanya. "Seperti itu lebih baik." Ucap Bayu sambil mengarahkan kamera ke wajah Luna. Luna langsung protes saat Bayu beberapa kali mengambil fotonya tanpa izin. "Hapus kak!" Perintah Luna. "Tidak akan. Foto ini akan ku gunakan untuk jaminan kalau-kalau kau mencuri atau menipu keluargaku." Ucap Bayu. Luna berusaha merebut ponsel Bayu, tapi tentu saja dia kalah cepat. Bayu sudah lebih dulu memasukkan ponselnya ke saku celana. "Ingat kak, jangan pernah memposting fotoku ke sosial media apapun. Kakakku orang yang ahli dalam bidang IT." Ucap Luna yang akhirnya mengalah. Bayu tak menanggapi. "Kalian berdua benar-benar masih bocah." Mimin menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Bayu dan Luna dari kaca spion. "Dia yang bocah." Protes Bayu. Luna tak lagi bicara. Pikirannya masih tertuju pada Lando. Kakaknya pasti khawatir. Ini pertama kalinya Luna pergi tanpa pengawasan. Haruskah dia memberi kabar pada laki-laki itu kalau dia baik-baik saja? Tapi bagaimana caranya? To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD