Rianti menatap sengit ke arah yang dengan sangati mengunyah cemilan dan sesekali menyeruput minuman bersodanya. "Kenapa si lu? Gue tahu gue cantik," cetus Erica ketika menoleh ke arah sahabatnya.
Tidak segan-segan Rianti melemperkan bantal ke arah Erica tanpa aba-aba, dan itu mengenai tepat wajah sahabatbya. "Aduh Anti kenapansi?!" seru Erica.
"Kenapa, kenapa? Lu belom ngasih tahu berita heboh apa yang bakal bikin gue kaget," ujar Rianti.
Erica memandang sahabatnya lalu tersenyum simpul. "Oh jadi masih penasaran toh sama cerita gue," ujar Erica dengan santainya.
Rianti menyela, "Bodo amad Ri, bodo amad!" Wanita tersebut jelas tertawa mendengar nada marah dari perkataan sahabatnya.
"Gue nerima perjodohan itu," cetus Erica. Beberapa detik tidak dapat respon dari sahabatnya, wanita tersebut menoleh dan mengernyitkan dahinya menatap sahabatnya.
"Heh! Malah diam, tadi gue nyuruh kasih tahu," cetus Erica.
Rianti tersadar dan menoleh ke arah sahabatnya. "Tadi lu bilang apa? Lu nerima di jodohin?" tanya Rianti, Erica hanya mengangguk untuk menanggapinya, Rianti mengusap kupingnya beberapa kali seolah ia berharap tak salah dengar.
"Lu serius?"
"Iya Anti, astaga. Lu kenapa si enggak percayaa banget," ujar Erica.
Rianti tiba-tiba memeluk Erica yang membuat wanita tersebut menatap heran. "Lah lu kenapa? Kesambet?" tanya Erica.
"Eh tapi kenapa lu tiba-tiba nerima perjodohan ini?" tanya Rianti bingung.
Erica membalas, "Sebenarnya si gue terpaksa, cuman gue mau jadi anak berbakti aja." Rianti menoleh menahan ketawanya yang membuat Erica mengerutkan kening.
Tawa Rianti meledak yang membuat Erica menoleh ketika sedang mengambil cemilan. "Lu ketawain gue?" tanya Erica sambil menaikkan kedua alisnya.
"Gue enggak nyangka aja akhirnya lu mau nerima perjodohan yang lu bilang konyol itu," cetus Rianti.
Erica menyela, "Badung-badung gini gue mau berbakti Ri, gue mau bahagiain orang tua gue." Rianti yang sedang meminum tersebut tanpa sengaja tersedak karena ucapan sahabatnya.
"Lah lu kenapa?" tanya Erica, Rianti yang mendengar pertanyaan tersebut langsung menetralisirkan karena kagetnya.
Rianti menyela, "Gue kaget anjir! Enggak nyangka sahabat gue bisa punya pikiran sedewasa ini, gue kira lu bakal ngebrontak terus ngedrama-drama kabur dari rumah."
"Yeh emang gue queen drama," ujar Erica lalu memutar bola matanya dengan malas.
Rianti tertawa pelan lalu berkata, "Maasya Allah akhirnya sahabat hamba tobat dari dunia fakgirlnya." Rianti menoyor kepala sahabatnya.
"Doanya kenapa harus begitu dukjul!" seru Erica, sedangkan Rianti memegang kepalanya dan menatap sambil bermenye-menye ke arah sahabatnya.
"Lah emang gue harus gimana? Berdoa suapaya lu enggak tobat gitu?" tanya Rianti dengan santai. Erica hanya menghela nafasnya lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan mendengar sahabatnya.
Erica berkata, "Nti laper! Delivery kek." Rianti yang mendengar hanya berdehem saja lalu mengambil handphone-nya dan membuka aplikasi online untuk memesannya.
"Mau apaan?" tanya Rianti lalu menoleh ke arah sahabatnya yang sibuk dengan handphone-nya, notifikasi dari handphone Rianti berbunyi, ia membuka dan jelas membuatnya melotot.
Rianti mencetus, "Apa ini maksudnya?" Lalu memperlihatkan transferan dari sahabatnya, Erica jelas tertawa melihat wajah kesal sahabatnya.
"Buat beli makanan lah," jawab Erica dengan santainya.
"Gue enggak suka ya kaya gini! Besok-besok awas kalau kaya gini lagi," cetus Rianti.
Erica hanya berdehem saja menanggapi ocehan sahabatnya, ia sangat tahu betul Rianti tidak suka jika dirinya selalu transfer duit walau itu buat kebutuhannya, namun Erica tetaplah Erica. Ocehan seperti apapun dari sahabatnya ia tidak akan menggubris. "Yaudah kita pesan apa nih?" tanya Rianti.
"Bebas," balas Erica.
Rianti lalu menyeringai kecil menanggapi perkataan sahabatnya. "Cewek emang gitu ya, kalau enggak terserah ya bebas," sindir Rianti.
Erica menatap sahabatnya dengan lekat, ia tersenyum kecil mendengar sindiran dari sang sahabat. "Yaudah, yaudah lu lagi bm apa? Yaudah pesan aja, gue ikutin lu aja," balas Erica.
Rianti memutar bola matanya dengan jengah, lalu memesan beberapa makanan untuk mereka berdua. Erica sesekali menatap sahabatnya yang seolah tiada henti memencet layar handphonenya. "Lu pesan apasi? Kok belum kelar-kelar," cetus Erica.
"Berhubung lu udah transfer jadi gue habisin aja duitnya." Erica menoleh dengan mata yang melotot.
"Lu habisin semua?" tanya Erica.
Rianti mengangguk sambil terus memesan makanan, sedangkan Erica hanya menggelengkan kepalanya dan menepuk jidatnya ia benar-benar tak habis pikir oleh pikiran sahabatnya, uang yang ia transfer pasalnya bukan sedikit. "Terserahlah lu dah Nti, sesuka lu, asal lu bahagia," ujar Erica.
Wanita tersebut menyenderkan tubuhnya di sofa sahabatnya. "Udah, tinggal tunggu datang aja," kata Rianti ia lalu menyenderkan tubuhnya mengikuti sahabatnya.
Erica menoleh ke arah sahabatnya dan berkata, "Udah?" Rianti mengangguk sambil menaikkan kedua alisnya membuat sahabatnya hanya menggelengkan kepala.
"Oh iya Ri, terus pacar-pacar lu gimana?" tanya Rianti.
Wanita tersebut terdiam sejenak, ia menatap langit-langit atap apartemen, sahabatnya menoleh ke arah Erica mengerutkan keningnya karena tidak ada respon dari sama sekali. "Heh?! Ngelamun aja anjir," cetus Rianti mengkagetkan.
"Gue lagi mikir aja gimana cara mutusin mereka," cetus Erica.
Rianti menghela nafasnya dan berkata, "Lu belum rela kehilangan mereka?" Erica menyengir kuda menanggapi pertanyaan sang sahabat yang membuat Rianti menatap tajam.
"Gila emang lu, udah putusin semua pacar lu tuh. Jangan sampai ada masalah pas nanti lu nikah," cetus Rianti.
Erica menoleh dan berkata, "Iya iya Riantikuuuuu."
"Sekarang."
Wanita tersebut menoleh ke arah sahabatnya dan berkata, "Iya jangan sekarang juga dong Nti, belom ada persiapan. Masa iya gue ganti nomor lagi nanti."
"Makanya jadi cewek jangan serakah," sindir Rianti.
"Sakit Nti, nusuk banget kata-kata lu," balas Erica sedikit mendrama yang membuat Rianti hanya menoleh sekilas saja terhadapnya.
"Jangan drama deh!" seru Rianti.
Erica tertawa pelan dan berkata, "Menikmati peran menjadi serakah untuk bermain itu menyenangkan."
"Mudah-mudah calon suami lu sabar ngehadapin lu," ujar Rianti seraya berdoa yang membuat sahabatnya menoleh.
"Aamiin." Baru saj Rianti ingin membalas perkataan sang sahabat, bell apartemennya berbunyi yang membuat Erica menaikkan kedua alisnya.
Rianti berkata, "Awas lu!" Ia lalu beranjak berdiri dan melangkah ke arah pintu untuk mengetahui siapa yang menekan tombol bell tersebut.
"Sebentar." Rianti lalu membuka pintu dan ternyata makanan yang mereka pesanlah yang datang.
"Atas nama mba Rianti."
Rianti menjawab, "Iya Bang." Abang pengantar makanan lalu memberi beberapa kantong makanan yang telah ia pesan.
"Terima kasih bang."
"Jangan lupa bintang 5 ya kak." Rianti mengangguk dan menutup pintunya setelah abang pengantar makanan berlalu dari hadapannya.
Rianti membawa beberapa kantong makanan yang membuat Erica melotot tajam. "Ini pesanan lu semua?" tanya Erica, Rianti menaruh kantong makanan tersebut di meja.
"No! Ini pesanan kita berdua," cetus Rianti.
Erica menyela, "Astaga Anti! Lu mau perut kita meledak gara-gara makan segini banyaknya."
"Ya buat nanti malam kan bisa, lu kan enggak mungkin cuman sampe siang doang di apart gue," jelas Rianti.
Erica menaikkan kedua alisnya lalu menyengir kuda, sedangkan Rianti sedang membuka kantong makanan yang ia letakkan di atas meja. Erica mengambil handphone-nya dan membuat story.
"Jadi dia gais yang pesan segini banyaknya makanan." Ia mengarahkan handphonenya ke Rianti yang membuat wanita tersebut menutup mukanya dengan satu telapak tangannya.
Erica menyudahi videonya lalu memostimg dan tidak lupa mentag sahabatnya tersebut. "Pasti ngtag gue nih," cetus Rianti.
"Iyalah biar lu terkenal," balas Erica.
"Ish ogah, pusing gue kalau terkenal, takut lu kalah saing." Rianti lalu tertawa, begitu juga dengan Erica.
Mereka berdua akhirnya menikmati dengan lahap makanan yang di pesan oleh Rianti. "Richesse emang enggak obat," ujar Erica, Rianti hanya mengangguk seolah mengiyakan perkataan sahabatnya.
Beberapa menit kemudian Erica menyenderkan tubuhnya di sofa dengan nafas yang berat. "Maasya Allah kenyang banget!" seru Erica.
"Cuci tangan sana lu, jorok banget nanti sofa gue kena lagi," ujar Rianti, Erica bermenye-menye lalu melangkah ke arah dapur mini untuk mencuci tangannya. Tak lama kemudian Rianti menyusul untuk mencuci tangan sekaligus membuang sampah bekas makanan mereka.
Erica kini sudah duduk kembali di sofa. "Nti ini mau taruh mana sisanya," kata Erica.
Rianti menyahut, "Taruh situ aja biarin, itu yang belum kesentuh sama kita kok." Erica hanya mengangguk saja tanpa membalas perkataan sahabatnya.
"Gue ngantuk, mau tidur." Erica lalu melangkah ke arah kamar tidur Rianti dan meninggalkan pemilik kamar menatap melongo ke dirinya.
Rianti bergumam, "Perasaan gue yang punya kamar, kok dia yang seenaknya sendiri." Sambil menggelengkan kepalanya, tanpa pikir panjang kini ia merebahkan dirinya di sofa.
"Mending ngedrakor," cetus Rianti, ia lalu menyetel drama korea yang belum tuntas karena kehadiran Erica tadi.
Sedangkan di satu sisi, Erica sudah tertidur lelap di kamar sahabatnya deringan telepon dan notifikasi jelas berbunyi terus di handphone Erica, namun mata wanita tersebut seolah tidak bisa terbuka karena rasa kantuk yang begitu berat.
Sedangkan di sisi lain, laki-laki dengan wajah yang terlihat manis, kulit yang tidak terlalu putih namun bersih masih berada di salah satu restaurant yang ada di dalam salah satu mall besar, sesekali ia melirik ke arah jam di tangannya. Baru saja ia ingin berdiri, wanita cantik bak model duduk di hadapannya membuatnya ia mengurungkan dirinya untuk pergi.
"Maaf ya telat, macet soalnya." Laki-laki tersebut hanya mengangguk dengan senyuman tipis, wanita tersebut menatap dengan lekat penampilan yang sangat biasa dari laki-laki tersebut.
"Pasti bukan orang kaya nih," batin wanita tersebut seolah meremehkan.
"Dirga."
"Eselyn." Laki-laki tersebut menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan, namun wanita tersebut seolah tidak menggubris ia malah melihat menu-menu makanan membuat Dirga menarik tangannya.
"To the point aja, lu punya apa?" tanya Eselyn, Dirga hanya mengerutkan kening seolah tidak mengerti atas pertanyaan wanita yang di hadapannya.
Dirga berkata, "Maksudnya?"
Wanita tersebut menghela nafasnya dan memutar bola matanya dengan malas. "Maksudnya lu punya rumah enggak? Punya mobil enggak? Atau gaji lu berapa?" tanya Eseylin yang membuat Dirga sedikit terkejut.
"Enggak ada pertanyaan lain?" tanya Dirga.
Wanita tersebut menjawab, "Enggak. Ya gue enggak mau aja nanti gue hidup sengsara yekan, kebutuhan gue banyak, make up gue mahal, biaya hidup apa lagi. Jadi lu tinggal jawab aja pertanyaan gue, biar bisa gue pertimbangin."
"Enggak punya rumah, enggak punya gaji juga," jawab Dirga dengab santai, wanita tersebut jelas melotot tidak percaya ia lalu beranjak untuk berdiri.
Eseylin mencetus, "Sorry kita enggak cocok." Wanita tersebut lalu pergi begitu saja dari hadapan laki-laki yang masih terdiam, ia tersenyum miring lalu menggelengkan kepala.
Ia memesan makanan karena sudah terlanjur berada di restaurant tersebut. "Wanita jaman sekarang cuman lihat dari penampilan saja," gumam Dirga. Yaps, penampilan ia bida terbilang sangat sederhana dengan pakai baju hitam polos, celana levis , namun sayangnya para wanita yang sering ia ajak kencan tidak melihat isi rekening dan dompet Dirga sesungguhnya.
Dirga sangat beruntung jika wanita meninggalkannya karena penampilan dan perihal gaji, karena yang ia cari calon istri bukan pacar.
Ketika ia sedang menikmati makanan pesanannya deringan telepon berbunyi, tanpa pikir panjang ia langsung mengangkat dengan helaan nafasnya ketika sang ibulah yang menelepon.
"Halo Bu, ada apa?"
"Gimana?" Dirga terdiam sejenak seolah mengetahui apa yang di maksud oleh sang ibu.
"Enggak gimana-gimana Bu, dia udah pergi. Aku lagi makan sendiri."
"Sudahlah Nak, terima saja tawaran ibu."
"Bu, Dirga makan dulu ya nanti kita omongin lagi." Driga langsung mematikan teleponnya secara sepihak dan meletakkan kembail di atas meja, ia menghela nafasnya namun setelahnya ia melanjutkan kembali aktifitas melahap makanan.
Erica sudah terbangun dari tidur siangnya, ia merentangkan tangannya dan terduduk di kasur, ia melihat ke sekelilingnya dan mengernyitkan dahi namun setelahnya ia menepuk jidatnya. "Oh iya gue kan lagi di apart Anti," kata Erica.
Wanita tersebut lalu berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas, ia meminum air dingin untuk menyegarkannya setelah itu ia terduduk di sofa dan melihat ke arah sofa panjang yang ada sahabatnya sedang terlelap dengan drama korea yang maish tersetel. "Anti, Anti." Ia menggelengkan kepala lalu tersenyum simpul.
Beberapa menit kemudian, Rianti terbangun dari tidurnya ia mengucek matanya perlahan dan melihat sudah ada sosok sahabatnya yang terduduk. "Lu udah bangung?" tanya Rianti dengan nada serak.
"Baru," jawab Erica singkat.
Erica berkata, "Nti ke mall yuk, bosen gue. Mau beli shilin, boba, banyak dah." Rianti jelas yang baru saja mau memejamkan matanya kembali melotot dengan segar, ia langsung terduduk menatap sahabatnya.
"Gaskeun." Erica kini tersenyum lalu beranjak berdiri membuat Rianti mengernyitkan dahi bertanya-tanya.
Erica berteriak, "Gue mandi duluan." Rianti menatap jengah dan kembali merebahkan tubuhnya di sofa.
"Emang apartemen gue rasa juga milik lu," cetus Rianti.
"Boleh tuh!" sahut Erica yang membuat Rianti melotot karena sahutan sahabatnya.
Setelah beberapa lama mereka berdandan, mengganti baju dan tentunya Erica meminja baju sahabatnya karena ia tidak membawa baju dan mall sebenarnya tidak ada di dalam rencananya. "Ayuk."
"Nti, kita foto miror dulu dong," ujar Erica.
Rianti menyela, "Harus banget?!" Erica hanya mengangguk dengan antusias lalu menatap seolah berharap untuk di turuti.