MDILY 08

1450 Words
Kini mereka sudah berada di dalam mall, mereka berdua melangkah sambil melirik kesana-kemari entah apa yang mereka cari. "Nonton yuk Nti, tapi ada yang seru enggak ya?" tanya Erica. "Mau lihat atau nanti aja nih?" tanya Rianti sambil menaikkan kedua alisnya. "Nanti aja deh, sekarang kita makan aja dulu kali ya," cetus Erica. Rianti menoleh ke arah sahabatnya dan menatap dengan lekat. "Lu serius mau makan?" tanya Rianti, wanita tersebut hanya mengangguk dan menyengir kuda ke arah sahabatnya. Tanpa ijin Erica langsung menarik ke restaurant yang akan ia kunjungi untuk menyicipi makanan, Rianti hanya menghela nafasnya dan mengikuti saja langkah sahabatnya. Mereka melangkah masuk ke restauran, dan Erica tidak sengaja menubruk bahu seseorang. "Awksssh." "Maaf." Erica mendongak dengan raut wajah yang meringis, ia menatap lekat ke arah orang yang ada di hadapannya kini ternyata laki-laki dengan badan tegap. Erica mencetus, "Maaf, Maaf, sakit tahu!" Ia menatap lekat ke arah laki-laki tersebut dengan tatapan sinis. "Iya, saya minta maaf." Rianti berbisik, "Ri udah!" "Sakit Nti!" seru Erica sambik memegang bahunya yang memang sedikit sakit, ia kembali menatap laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. Erica mencetus, "Jangan sampai ya gue ketemu lu lagi!" Wanita tersebut langsung menubruk laki-laki tersebut dengan sengaja. Laki-laki tersebut menatap langkah kaki wanita tersebut yang sudah menjauh darinya, ia tersenyum tipis dan kembali melanjutkan langkah keluar restaurant. Raut wajah wanita tersebut masih saja kesal sesekali ia memegang bahunya. "Udah si wajahnya jangan kek gitu, nanti makannya malah enggak habis," cetus Rianti. "Gue masih kesal Nti, sakit tahu bahu gue, lagi tuh laki badan tegap amad si," ujar Erica. Kini mereka berdua duduk saling berhadapan di bangku yang empuk seperti sofa. Rianti memanggil pelayan dan memesan beberapa menu, Erica masih saja menekuk raut wajahnya. "Ri, udah deh gue enggak suka ya kita lagi makan muka lu kaya gini," cetus Rianti. "Iya, iya." Ia lalu tersenyum walau dengan terpaksa, Erica hanya menghela nafasnya. Wanita dengan rambut panjang bewarna hitam pekat terurai bergelombang mengutak-ngatik handphonenya lalu tersenyum yang membuat Rianti menoleh sambil mengernyitkan dahi, dan seketika notifikasi sosial medianya berbunyi tiada henti. "Ri!" Erica hanya berdehem lalu melihat ke arah sahabatnya sambil menaikkan kedua alisnya. Rianti berkata, "Lu berulah apa lagi? Notif gue enggak berhenti-henti ini." Erica yang mendengar hanya menyengir kuda sambil menaikkan kedua alisnya. Tak lama kemudian makanan mereka telah disiapkan di hadapan mereka berdua, Erica dan Rianti lalu meletakkan handphonenya untuk segera menikmati makanan yang menggiurkan tersebut. "Ri, angkat dulu itu telepon." Erica menghentikkan sejenak aktifitas makannya dan menoleh ke arah handphonenya. Rianti melihat lurus ke arah sahabatnya seolah ingin mengetahui siapa yang menelepon. Erica berkata, "Noval." Rianti yang sudah mendengar hanya ber Oh ria lalu melanjutkan kembali makannya. Sedangkan wanita tersebut lalu mengambil handphonenya dan tanpa pikir panjang mengangkatnya. "Halo sayang." "Kamu dari mana kok baru angkat." Erica bersusah payah menelan makanan yang masih ada di mulutnya. "Maaf sayang, aku lagi makan sama Anti di X." "Ya udah kalau kamu lagi makan, lanjutin aja." "Ada apa emang?" "Aku kira kamu tadi lagi free, mau aku ajak jalan." "Maaf ya sayang, lain kali ya." "Kamu mau belanja juga?" Erica kembali menyuap makanan. "Kalau ada yang bagus kemungkinan aku belanja si, kenapa sayang?" "Enggak kok, enggak papa. Ya udah have fun ya baby." Erica hanya berdehem saja, lalu mematikan telepon tersebut dan kembali meletakkan handphonenya, ia kembali berfokus melahap makanannya dengan nikmat. Tak selang berapa lama notifikasi pesan berbunyi yang membuat Erica mengernyitkan dahi dan tanpa pikir panjang ia langsung melihat. Wanita tersebut tersedak yang membuat Rianti menyodorkan minum dan berkata, "Kenapa si Ri? Kaya abis dapat duit segepok lu." Erica memperlihatkan handphonenya, jelas membuat Rianti melihat dan terkejut hingga mereka menatap satu sama lain. "Ini gue enggak salah lihat?" tanya Rianti. "Kayanya si enggak Ri," balas Erica, ia perlahan membuka notifikasi tersebut. Erica berkata, "Nti, dia beneran kirim gue lima juta." "Gila, seroyal itu cowok lu yang satu ini," ujar Rianti. "Gimana kalau gue kasih pengecualian untuk dia," ucap Erica sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat Rianti menatap tajam, dan menjitak kepaal sahabatnya. Rianti menyela, "Jangan belajar gila lu! Ingat berbakti sama orang tua!" Erica lalu menatap dengan raut wajah cemberut ke arah sahabatnya. "Terus ini gimana duitnya? Apa gue balikin?" tanya Erica. "Lu tanya ini ngasih apa minjemin," cetus Rianti. Erica hanya mengangguk-ngangguk dan mengetik sesuatu ke laki-laki yang barusan saja mengirim uang kejutan tersebut. "Makin sudah deh putusin doi," ungkap Erica sepenuh hati. Rianti menyela, "Terus lu berharap dia jadi selingkuhan gitu?" "Boleh tuh." Rianti menatap tajam yang membuat Erica meliriknya lalu menyengir kuda. Erica membalas, "Ya ilah bercanda Nti, gue enggak bakal selingkuh nanti kalau udah nikah mah." "Awas ya lu! Cukup pacaran aja lu begajulan, nikah mah jangan! Gue tampol bolak-balik nanti," ujar Rianti. "Iya Antiku sayang," balas Erica. "Terus gimana nih duit? Dia bilang ikhlas dan emang buat gue belanja," lanjut Erica. Rianti menjawab, "Yaudah gas belanjain. Jangan lupa screenshoot biar jadi bukti kalau sewaktu-waktu dia nagih." "Ahh benar juga lu, gue screenshoot dulu." Erica lalu mengscreenshoot chat tersebut seperti perintah dari Rianti, yaps sewaktu-waktu kalau doi tersebut meminta kembali uang yang telah di kirim atau menuntutnya soal uang chatnya bisa menjadi bukti. Erica kembali meletakkan handphonenya dan melanjutkan makannya yamg tinggal sedikit. Beberapa saat kemudian mereka berdua telah selesai dengan makannya, Erica membayar tagihan p********n walau dengan raut wajah Rianti yang menekuk. "Kebiasaan banget deh lu!" seru Rianti. Erica menjawab, "Bagi-bagi rejeki Nti, sekarang waktunya kita shopping." Sambil menaikkan kedua alisnya, ia lalu menggandeng tangan Rianti dan melangkah keluar dari restaurant tersebut. Mereka berdua menjelajahi segala toko baju, tas, sepatu, dan sebagainya keperluan wanita. "Ini bagus enggak Nti?" tanya Erica ketika mencocokkan baju ke dirinya. "Okehlah." Erica lalu memasukkan kedalam keranjang, sudah berapa tumpuk baju di dalam keranjang tersebut Rianti bahkan menggelengkan kepaalnya ia hanya membeli beberapa baju sedangkan Erica seperti hampir memborong. Rianti langsung menarik tangan Erica ketika ia ingin mengambil dan mencocokan baju kembali. "Udah, udah bayar, udah sore," ujar Rianti. Erica menatap cemberut ke arah sahabatnya dan berkata, "Kan gue masih mau belanja Nti." "Lu lihat tuh udah numpuk, bilang masih mau belanja, astaga! Gue enggak bisa bayangin gimana tersiksanya calon suami lu nanti," ungkap Rianti yang membuat Erica hanya mendengus kesal. Dengan terpaksa Erica membayar belanjaannya, temtunya juga ia membayar belanjaan sahabatnya. Uang dari pacar-pacarnya paling enak di bagi-bagi. "Pulang nih?" tanya Rianti. "Pulang ajalah, mau nonton juga udah keburu mager gue," jelas Erica, Rianti hanya mengangguk-ngangguk saja. Mereka berdua kini melangkah ke arah parkiran. Erica berkata, "Lu yang bawa nih." Sambil memberikan kunci mobilnya. Rianti melajukan mobil dengan kecepatan standart keluar dari mall tersebut. Erica menyetel lagu untuk menemani mereka selama di perjalanan. Setelah beberapa lama kemudian dan menempuh kemacetan yang terbiasa terjadi, Rianti memarkirkan mobilnya di parkiran atas yang langsung berada di lantai apartemen tempat ia tinggal. Mereka berdua berjalan melewati.lorong apartemen dengan membawa banyak kantong belanjaan. "Ahh akhirnya." Erica merebahkan dirinya setelah meletakan belanjaannya begitu juga dengan Rianti. "Gue nginep ya," ucap Erica. Rianti membalas, "Ijin dulu sana sama orang tua lu." Erica lalu menghela nafasnya dan kini menatap langit-langit kamar tidur Rianti. "Mereka juga tahu sekalipun gue enggak telepon," ungkap Erica. "Bodo amad, intinya lu harus ijin dulu," balas Rianti. Erica menghela nafasnya lalu terduduk di atas kasur yang membuat Rianti hanya melihatnya sekilas. Wanita tersebut mengambil handphonenya dan mencari nomor sang Ibu yang akan ia telepon. Suara bahwa telepon tersebut tersambung membuat Erica sedikit gugup, ia sesekali menatap sahabatnya yang hanya menoleh sambil tersenyum penuh arti. "Halo Bu." "Iya ada apa Kak?" "Aku nginep di rumah Anti Bu, jangan nungguin aku pulang ya." "Benar kamu nginep di rumah Anti." "Benar Bu, kalau enggak di rumah Anti dimana lagi emangnya." Rianti hanya melirik seolah penarasan apa yang di tanyakan ibu sahabatnya. "Ya sudah ibu percaya, besok pulang ngampus kamu langsung kerumah ya Nak." "Iya Bu," "Ya sudah kalau gitu." Erica hanya menjawab seperlunya atau berdehem saja, setelah itu ia mematikan teleponnya. Rianti kini terduduk menyamai Erica sambil menoleh dan menaikkan kedua alisnya ketika melihat raut wajah Erica cemberut. Rianti bertanya, "Kenapa? Enggak di bolehinkan? Apa gue bilang." Erica lalu tertawa dan membalas, "Kata siapa? Sejak kapan gue enggak boleh ketika pakai nama lu?" "Yahhh gue berharapnya enggak boleh padahal," cetus Rianti yang jelas mendapat tatapan sengit dari sahabatnya, Erica mengambil guling lalu memukuk pelan Rianti. Waktu semakin berlalu, kini sore sudah berganti malam, udara dingin yang masuk juga kini mulai terasa di kulit. Mereka berdua masih setia di balkon apartemen menikmati pemandangan malam yang penuh lampu-lampu. "Kayanya mau hujan deh," ujar Erica. "Sotoy banget lu bambank!" seru Rianti lalu tertawa setelahnya. Erica menyela, "Yeuh enggak percaya sama gue." "Kalau hujan berarti alam berkehendak sama lu untuk putus sama pacar-pacaru," balas Rianti. "Mana ada hubungannya anjrot!" seru Erica. Mereka berdua sesekali menyeruput minuman bersoda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD