MDILY 09

1509 Words
Erica berdiri sambil menatap jam di tangannya, ia melihat ke arah sahabatnya yang tak kunjung selesai."Anti plis deh jangan lama, lu udah cantik," ucap Erica, sedangkan Rianti yang baru mengoleskan lipbalm ke bibirnya mendengus kesal mendengarnya namun seketika tersenyum ketika kata cantik di ucapkan. Rianti menyela, "Ri ini baru setengah 7 ya, kita ada jadwal jam 8." "Macet!" Erica duduk di sofa sambil menunggu Rianti yang belum juga kelar berdandan. Rianti kini sudah berada di hadapan Erica. "Ayuk." Wnita tersebut yang mendengar perkataan sahabatnya lalu beranjak berdiri dan keluar dari apartemen sahabatnya. "Ini sebenarnya yang numpang siapa si?" tanya Rianti ketika memandangan Erica sudah berada di luar pintu. "Lama deh!" cetus Erica ketika menoleh Rianti masih saja terdiam, tanpa pikir panjang Rianti berjalan menuju sahabatnya. Erica kini melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, melewati ruas jalan yang cukup ramai dan sedikit macet. Di lampu merah ia membuka kaca mobilnya, untuk menikmati udara yang segar walau sedikit bercampur asap kendaraan. Wanita tersebut melihat kesana kemari dan kini pandangannya menuju kepada laki-laki dengan memakai motor matic. "Itukan cowok yang nubruk gue di resto," gumam Erica. Rianti menoleh ketika Erica berfokus entah kemana. "Ri, ada apa si?" tanya Rianti. "Nti, lu lihat deh tuh cowok. Kaya yang waktu di resto enggak si?" tanya Erica sambil menunjuk laki-laki tersebut, yang tanpa sadar yang di tunjuk menoleh sekilas. Rianti menjawab, "Iya. Kok lu hafal aja si mukanya." "Gue hafal muka-muka yang nyari masalah sama gue," ketus Erica yang asih terus memandang laki-laki tersebut dengan tajam. Rianti tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Di lihatin mulu, nanti naksir tahu rasa lu," ujar Rianti. Erica jelas langsung menoleh ke arah sahabatnya yang kini tertawa. "Doa lu ancur banget!" seru Erica. Rianti menyela, "Eh kita mana ada yang tahu soal perasaan, bisa jadi dia jodoh lu yegak." Erica menyela, "BIG NO!" Rianti jelas tertawa terbahal, Erica menaikkan kaca mobilnya agar tidak membuat malu karena ketawa sahabatnya. Sebelum lampu hijau menyela laki-laki tersebut menoleh sekilas ke arah mobil Erica dan bergumam, "Wanita itu lagi." Ia lalu tersenyum menyeringai sebelum melajukan motornya. Kini Erica telah sampai di kampus, tak lama kemudian wanita tersbeut keluar dari mobil dengan gaya yang selalu membuat orang terkagum akan kecantikannya. Senyum yang melekat di bibirnya ia tebarkan. Sejak semalam Erica sudah berstatus single, ia sudah putus dengan semua pacarnya. "Gue ke sana dulu, lu jangan kemana-mana," ucap Rianti, sedangkan Erica hanya mengangguk. Ia menunggu didepan mobilnya, dengan memainkan hapenya menscroll sosial medianya yang tak pernah sepi terlebih ketika semua tahu kalau ia berstatus sendiri. "Hai Erica." "Erica udah sarapan belum?" "Erica kekantin bareng yuk." "Ada jadwal apa hari ini Ri?" Erica hanya tersenyun mendengar pertanyaan dari mereka atau sapaan dari mereka, sesekali ia menjawabnya. Sedang asiknya ia menscroll handphonenya, tangan kekar memegang erat tangannya. "Ka aku enggak mau di putusin," ucap Ringgo, salah satu korban dari Erica yang baru saja di putusin. "Aku masih sayang banget Ka sama kamu." Erica hanya diam menatap malas, ia membuka kaca mata hitamnya dan berkata,  "Kita udah enggak cocok, lagi juga bukannya lu lagi kencan buta sama mahasiswa baru?" Sambil mengeluarkan smirknya. Ringgo menyela, "Aku enggak ada hubungan apa-apa Ka, dia yang deketin aku. Plis, aku enggak mau kehilangan kamu, aku sayang sama kamu." "Bacot banget nih cowok," batin Erica meronta. Erica menyeringai kecil lalu membuka galeri, ia menunjukkan foto laki-laki tersebut sedang kissing. "Jelas sekarang?! Lu bilang lu sayang sama gue?! Hah? Ini apa breng-sek!" ujar Erica emosi, semua memperhatikan mereka berdua terutama Erica yang sedang meluapkan emosinya. "Aku bisa jelasin, itu enggak seperti yang kamu lihat, aku enggak ada apa-apa sama Jesi," jawab Ringgo. "Basi! Enggak usah ganggu gue lagi. Pengkhianat enggak pantes sama gue," cetus Erica, ia lalu jalan meninggalkan Ringgo yang terlihat menyesal karena kelakuannya di belakang wanita tersebut. Ringgo menatap kesemua orang yang menjadikan ia tontonan. "APA LU LIHAT-LIHAT, MAU MATA LU ENGGAK BIA LIHAT LAGI!" seru Ringgo. Sedangkan Erica berjalan dengan smirk-nya, sakit hati? Tidak. Jesi adalah orang yang ia bayar untuk memperlancar misinya untuk memutuskan salah satu pacarnya. Licik? Namun itu salah satu caranya. Wanita tersebut lalu menelepon seseorang. "Halo Jes, udah gue transfer yak. Thanks ya." "Kalau butuh jasa gue lagi kabarin ya." "Siap." Erica lalu mematikan teleponnya. Senyum yang merekah di bibir tipisnya membuat ia terlihat sangat cantik, seolah magnet yang berada di dirinya setiap kali ia melewati lorong kampus semua mata tertuju padanya bahkan memberinya jalan untuk lewat. Semua jelas tahu soal bagaimana sosok Erica menghonta-ganti pacar, namun tak mengurangi rasa kagum dan ingin mendapatkan sosok gadis tersebut. "Erica!" Erica balik badan mengarah ke sumber suara, Rianti lah yang memanggilnya ia berlari untuk menghampiri sahabatnya Erica bertanya, "Kenapa Nti?" "Lu mah ninggal mulu, kan gue suruh tunggu," balas Rianti. "Lu lama si," ujar Erica, mereka lalu kembali berjalan untuk menuju ruang kelasnya. Rianti berkata, "Lu buat ulah apa lagi?" Erica menoleh ke arah sahabatnya sambil mengernyitkan dahinya. "Buat ulah apa si Nti, gue kan enggak pernah buat ulah, catetan gue di mata dosen baik-baik semua kok," ungkap Erica, sedangkan Rianti memutar bola matanya dengan jengah. Rianti menyela, "Iya di mata dosen lu baik, di mata mantan lu dukjul!" Erica tersenyum tipis menanggapinya. "Siapa lagi yang lu buat nangis kali ini," ucap Rianti sambil menoleh dengan lekat ke arah sahabatnya. Erica jelas tertawa pelan "Gemess deh sama Anti," ucap Erica lalu mencubit pelan lengan Rianti yang membuat ia sedikit meringis, dan menatap nyalang ke arah sahabatnya Rianti berkata, "Sakit Ri! Astaga." Erica kini merangkul sahabatnya. "Maaf, deh maaf," ucap Erica sambil menaikkan kedua alisnya. "Jadi siapa?" tanya Rianti. "Ringgo." Wanita tersebut mengangguk setelah mendengar jawaban dari sahabatnya, tidak heran jika para laki-laki yang di pacari Erica akan menangis pasalnya Erica akan berlaku baik sebaik-baiknya mungkin agar ada kesan mendalam di hati semua pacarnya. Rianti bertanya, "Udah lu putusin semua?" "Sebenarnya si masih ada satu yang belum," balas Erica. Rianti jelas menghentikan langkahnya yang membuat erica menoleh sambil mengerutkan kening. "Anti! Kenapa kok tiba-tiba berhenti?" tanya Erica. Rianti berkata, "Kali ini apa alesan lu enggak putusin?" "Dia enggak ada kabar." Rianti yang mendengar langsung menoleh lekat ke arah sahabatnya. "Ya lu chat aja, mau dia ada kabar kek mau enggak kek kan yang penting lu udah putusin," ungkap Rianti. Erica terdiam mendengar perkataan sahabatnya, yang di katakan Rianti ada benarnya juga namun hatinya seperti tak rela jika satu pacarnya ini pergi. "Gue maunya telepon sebenarnya," ujar Erica. "Yaudah telepon." Tanpa pikir panjang Erica menoyor kepala sahabatnya yang membuat Rianti menoleh sambil memegang kepalanya. Rianti merajuk, "Ish! Kenapa si Ri?! "Lagi lu kalau nyuruh benaran dikit gitu, kan gue bilang dia enggak ada kabar, handphonenya enggak aktif," jelas Erica. "Oh gitu toh, bilang dong dari tadi." Erica hanya memutar bola matanya dengan jengah. Mereka melanjutkan langkah kakinya menuju lift, kebetulan ruang kelas mereka untuk pelajaran yang satu ini ada di lantai 7. Kini mereka sudah berada di dalam lift, dan hanya ada mereka berdua. "Eh tapi siapa yang belum lu putusin?" tanya Rianti. "Noval." Rianti menoleh dengan tatapan terkejut. "Noval yang kemarin habis transfer lu?" tanya Rianti, Erica mengangguk untuk menjawabnya. "Gue harus giaman Nti?!" tanya Erica, Rianti menghela nafasanya oerlahan seolah sedang berfikir untuk pertanyaan seru sahabatnya. Rianti menyela, "Ya enggak gimana -gimana sebenarnya. Semua keputusan ada di lu si!" Tak lama kemudian ia mengacak-ngacak rambutnya sebentar. "Lu yang jalanin hidup tapi berasa gue yang ribet!" seru Rianti seolah frustasi. Mereka sudah berada di ruang kelas kini, dosen juga sudah hadir yang berarti kelas akan di mulai. Waktu berjalan begitu cepat seolah tidak terasa 2 jam pelajaran telah selesai. Erica melihat jam di tangannya dan bergumam, "Satu, dua, tiga." Yaps ia menghitung ketika dosen keluar dari kelas. "Kita makan yuk Nti," ucap Erica. Rianti mengangguk lalu beranjak berdiri dan melangkah menuju kantin. "Ri, tapi lu udah ngasih tahu kalau lu nerima perjodohan itu kan?" tanya Rianti. Erica jelas terdiam dan menoleh ke arah sahabatnya. "Kayanya si belum, tapi masa bokap enggak ngerti sama kode gue," cetus Erica. Rianti menepuk jidatnya pelan dan menyela, "Heh maemunah! Lu pikir bokap lu anak muda ngerti kode-kodean." Erica jelas langsung menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Biardeh, biar kejutan juga," balas Erica. Rianti hanya tersneyum miring menanggapi perkataab sahabatnya. Kini langkah mereka sudah berada di kantin yang lumayan ramai akan mahasiswa yang sedang menunggu pelajaran berikutnya. "Lu mau makan apa?" tanya Rianti. Erica memperhatikan kedai-kedai yang tersedia di warung kantinya. "Apa ya?" tanyanya sambil melirik kesana kemari. "Gue mau bakso," ucap Rianti. "Gue siomay aja deh," balas Erica. Mereka berdua kini melangkah ke kedai pilihan masing-masing, kebeteluan siomay yang di beli Erica tidak terlalu ngantri jadi dia melangkah mencari bangku untuk duduk terlebih dahulu. Sapaan demi sapaan di balas ramah oleh Erica, ia belum memakan siomaynya ia maish menunggu kehadiran sahabatnya yang masih sedikit mengantri. "Erica yak?" tanya seseorang, wanita tersebut jelas menatap dari atas hingga bawah seseorang yang memanggilnya. "Iya." Ia membalas dengan senyuman di wajahnya. "Kenalin, gue Rio dari teknik tingkat 5," ucap Rio. Erica hanya mengangguk dan berkata, "Erica." "Boleh minta nomor teleponnya enggak?" tanya Rio. Baru saja Erica ingin menjawab tapi Rianti keburu menyahut, "Sorry ya ngusir. Kita berdua mau makan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD