Serangan di Istana Kerajaan

1087 Words
           Suara petir terdengar bersahutan di atas langit dengan langit cerah seakan tidak ada tanda-tanda hujan. Angin badai pun, ikut memunculkan diri membuat Eternal makin terasa seperti kutub utara— bagi manusia seperti Theodoric. Namun, tidak bagi bangsa asli Eternal Ice. Suhu dingin seperti ini adalah hal yang normal bagi mereka. Kalau mendadak panas terik sampai menyengat, tandanya kiamat bagi Eternal Ice. Karena saat itu terjadi, seluruh kerajaan akan hancur. Semua yang beku akan mencair dan menenggelamkan apa-apa yang ada di kerajaan es abadi itu. “Yang mulia, anda memanggil saya?” Seseorang berdiri di ambang pintu ruangan kerja raja, menundukan kepala memberi hormat. “Hm, kemarilah.” Ucap sosok yang tidak lain adalah Virga itu— melambaikan tangan memanggil penasehat kerajaan yang sudah sesepuh dan sangat dihargai oleh semua anggota kerajaan, termasuk Raja Samuel sendiri. “Saya akan mulai menyerang kerajaan tetangga, dimulai dari kerajaan Vale—“ “Raja Samuel tidak pernah mau melakukan perang antar kerajaan,” potong penasehat kerajaan—Alexander—berambut perak dengan jenggotnya yang seputih salju. “Apakah begini attitude di kerajaan Eternal? Memotong seenaknya ucapan raja?” Tanya Virga menaikan alis tinggi, sengaja menyinggung Alexander di depannya yang langsung merunduk meminta maaf. “Saya tidak bermaksud yang mulia, saya hanya ingin menyampaikan apa yang selama ini Raja Samuel lakukan.” Jelasnya dengan kepala merunduk samar. “Hm, kalau begitu … jelaskan apa yang biasa Raja Samuel lakukan dulu.” Alexander terdiam beberapa saat, mengambil napas lalu mendongak pelan menatap Virga yang kini duduk angkuh di kursi kebesarannya. “Raja Samuel sangat tidak menyukai peperangan, sekali pun ada … sebisa mungkin yang mulia akan mencari cara agar tidak ada rakyat Eternal Ice atau pun tetangga yang menjadi korban antara konflik antar kerajaan.” Jelas Alexander dengan kembali merunduk samar membuat Virga mengangguk-nganggukan kepala paham. “Jadi, menurutmu lebih baik kalau aku tidak menyerang kerajaan lain?” Tanya Virga dengan tersenyum kecil, “benar, yang mulia.” Jawab Alexander mengiyakan. Virga terkekeh pelan, kemudian menunjuk Alexander dengan dagu pada pasukan kerajaan yang berjaga di ambang pintu ruangan. “Sekarang yang menjadi raja Eternal Ice adalah saya, bukanlah Raja Samuel yang sekarang terbaring sakit.” Kata Virga tersenyum miring, “terima kasih atas dedikasimu selama ini, Alexander. Sekarang kau hanya perlu memantau kerajaan dari dalam tahanan.” Lanjut pemuda itu dengan mengibaskan tangan membuat Alexander membulatkan mata kaget. Kedua lengannya ditarik kasar keluar dari ruangan meninggalkan Virga yang tersenyum lebar kini melihat dia yang sudah terseok pasrah. Akan dibawa ke tahanan di bawah tanah bersama para penghianat kerajaan lainnya. Virga melangkah keluar dari ruangan menuju altar istana kerajaan. Ia melewati puluhan anggota kerajaan yang berjejer memberinya hormat. Pemuda itu berjalan angkuh dengan dagu terangkat tinggi. Jubah putih panjangnya menyentuh altar menjadikan ia pusat perhatian. Sampailah ia di singgahsananya, mendudukan diri dengan mengibaskan jubahnya sesaat. Tatapannya menyusuri setiap sudut istana memperhatikan anggota kerajaan yang datang menemui panggilannya. “Besok, kita akan mulai menyerang kerajaan Valeria.” Ujarnya kini berdiri membuat semua orang saling pandang dengan kebingungan. “Kalau masih ada yang bilang, Raja Samuel dulunya tidak melakukan ini dan itu … saya akan langsung menyeret kalian semua ke penjara bawah tanah.” Lanjut Virga tidak memberi kesempatan pada anggota kerajaan untuk bicara. “Kerajaan Valeria juga akan datang menyerang kita sebelum bulan purnama terjadi,” jeda Virga sesaat, “oleh karena itu, sebelum kerajaan mereka menyerang kita lebih dulu. Alangkah lebih baiknya kita yang harus menyerang Valeria saat mereka lengah.” Sambungnya dengan menajamkan tatapannya. “Diserang dari pada menyerang itu adalah salah satu ciri penakut.” Kata Virga memprovokasi orang-orang yang bersamanya di dalam altar istana. “Apalagi hanya kerajaan Valeria yang selalu mendapat bantuan dari kerajaan kita. Bukankah memalukan kalau kita dihancurkan oleh Valeria yang selama ini mendapat semua pasokan pangan dan lain sebagainya dari Eternal Ice?” Virga menuruni singgahsananya dengan berdiri di hadapan puluhan orang yang kini menatapnya hormat. “Besok … kita ratakan Valeria,” “Baik, yang mulia Raja Virga.” Jawab mereka serempak. “Bunuh mereka semua tanpa terkecuali, yang tua, muda, perempuan, atau pun anak kecil. Harus kalian eksekusi di tempat, tidak ada yang namanya rasa kasihan karena pada dasarnya Valeria adalah musuh bagi kita.” Ujar Virga menggebu-gebu, “membiarkan salah satu dari mereka untuk hidup, sama saja membiarkan Valeria untuk suatu saat nanti Berjaya kembali.” Semua orang yang berdiri berjejer rapi itu saling pandang sesaat, masih merasa asing dengan perintah dan penuturan sang raja. Berbanding terbalik dengan apa yang Raja Samuel himbaukan sebelum terjadinya perang. Tidak membunuh orang tua, orang yang sedang sakit, anak kecil dan juga perempuan. Raja Samuel bahkan, sebisa mungkin menghindari yang namanya peperangan. Tapi, raja baru mereka yang menerima tahta baru beberapa hari itu sudah mulai berbeda tujuan dengan raja terdahulu. “Kalau kalian semua menolak apa yang saya katakan, angkat tangan … dan tinggalkan istana sekarang juga. Karena Eternal ice, tidak butuh rakyat pecundang seperti kalian.” Tutur Virga penuh penekan. Saat semua sedang sibuk mencerna apa yang Virga katakan, mereka dikagetkan dengan teriakan seseorang dari lantai atas kerajaan. Dimana ada Raja Samuel di sana yang sedang sakit. Semua memekik kaget saat tubuh salah satu tabib kerajaan terlempar tepat ke depan singgahsana raja. Tubuh yang sudah berlumuran darah dengan sesuatu cairan berwarna hijauh yang terlihat di sekitar bekas luka yang menganga itu. Virga mengernyitkan dahi melihat apa yang terjadi di depan matanya, ia kemudian melangkah mendekat dengan merunduk samar memeriksa tabib yang sudah kaku. Tiba-tiba tubuh tabib yang sudah tidak bernyawa itu bergerak-gerak menggeliat dan mulai bergerak kuat. Perut dan lehernya yang menukik lebih dulu, baru kepala dan anggota tubuhnya yang lain berdiri dengan normal. Semua orang masih menahan napas, apalagi melihat tabib itu bergerak perlahan maju mendekati Virga yang berada di depan. Sesuatu keluar dari mulut tabib, seperti lidah panjang yang ujungnya tajam bak mata pedang. Kalau saja Virga tidak menghindar, mungkin langsung menembus tubuh sang raja. Karena singgahsana yang mengenai serangan lidah tabib atau monster itu langsung hancur retak terbelah banyak. Orang-orang di dalam istana makin panik melihat kejadian aneh itu, mereka sontak menepi dan berusaha melarikan diri. Walau monster itu berbalik dan menyerang mereka satu-persatu. Dan orang-orang yang diserang dan mati tadi sesaat kembali hidup dan bergerak menyerang anggota kerajaan yang masih hidup. Seperti monster yang haus akan darah. Virga masih memandangi kejadian mengerikan di hadapannya kini. Pemuda itu malah membatu dengan tatapan tajamnya. Kepalanya bergerak pelan, mendongak ke lantai atas dan melihat seseorang seperti monster tadi menatapnya seperti mangsa. Virga mengerjapkan mata kaget, mengenali sosok di lantai atas. “Itu kan, Raja Samuel?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD