"Eh maaf, Pak. Saya gak maksud mengkritik dasi bapak, tapi mata saya sakit kalau lihat barang-barang miring begini," jawab Dara setelah membenarkan dengan tepat dasi Adi.
"Kamu yang miring," ucap Adi mendorong kepala Dara untuk menjauh dari tubuhnya.
Adi mengamati gadis di hadapannya yang sangat pendek. Bahkan Adi menafsir tinggi gadis itu tidak lebih dari seratus lima puluh tiga centi meter.
"Saya gak miring, Pak. Bapak aja yang mungkin miring, buat design batik kok jelekk gitu. Kok herannya kenapa laku?" oceh Dara.
"Kamu anak bau kencur tau apa? Kalau kamu bisa, cepat design kan buat saya. Yang original, jangan plagiat dari internet!"
"Saya bisa, kok," jawab Dara dengan penuh percaya diri.
Adi mengamati Dara, sungguh menarik gadis itu di matanya. Baru magang sudah buat ulah dengan para staffnya, dan saat ini sudah berani mengatai batiknya juga membenarkan letak dasinya. Adi saja merasa kalau dasinya baik-baik saja. Huff, gadis mana lagi yang berani mendekatinya terang-terangan?.
Seketika bayangan Adi kembali pada bibir Dara yang sangat ranum. Adi berani bertaruh kalau bibir Dara sangat alami tanpa pernah dipoles lipstik ataupun lipsglos. Sudut bibir Adi berkedut, dia ingin tertawa membayangkan betapa nikmatnya bibir itu bila dia cium.
"Pak!" tegur Dara membuat Adi tersentak. Adi menetralkan ekspresinya biar terlihat tidak terlalu mesuum.
"Oh ayolah Adi, ini bukan dirimu sendiri. Kenapa kamu berubah jadi mesuum setelah melihat bibir seorang gadis?" tanya Adi pada dirinya sendiri.
"Pak!" tegur Dara lagi menusuk dadaa Adi dengan jari telunjuknya.
Olivia dan yang lainnya kompak terkejut saat melihat jari telunjuk Dara berada di dadaa Adi. Adi pun begitu, dia tidak menyangka kalau Dara memang seberani ini. Adi menatap jari Dara yang menusuk-nusuk dadanya. Dara bahkan tidak merasa sungkan atau canggung.
"Saya dengar, dan bisakah kamu melepas jari telunjukmu dari tubuhku?" tanya Adi.
"Tentu saja bisa," jawab Dara langsung menurunkan tangannya.
"Ikut ke ruangan saya!" titah Adi.
"Siap, Komandan!" jawab Dara membungkukkan badannya kecil. Adi menatap heran anak magang di hadapannya itu, laki-laki itu menggeleng pelan sebelum melenggang pergi. Dara pun langsung mengikuti Pak Adi.
Dara tidak ambil pusing kenapa disuruh mengikuti Adi. Yang dia tau Adi adalah CEO dan saat ini memerintahnya, jadilah dia menurut.
Olivia dan senior lain menengadahkan tangannya layaknya orang berdoa. Mereka memohon keselamatan semoga Dara keluar dari ruangan Adi dengan keadaan baik-baik saja. Dan semoga Adi dalam mood baik dan tidak ada niatan menyakiti Dara. Meski Dara sangat menyebalkan, mereka para senior sangat menyayangi Dara karena sikap ulet dan cekatan gadis itu.
Adi berjalan dengan penuh wibawanya, sesekali laki-laki itu akan melirik ke belakang, melirik Dara yang berjalan mengikutinya. Tak jarang selama perjalanan ke lantai atas, Dara akan tiba-tiba berhenti dan membenahi apa saja yang dia lihat kurang cocok.
Seperti saat ini contohnya, Dara rela menghampiri sudut lorong untuk membenahi pot bunga hias yang tampak miring. Adi yang melihat itu hanya menggeram pelan, ingin rasnya dia membanting bocah ingusan itu. Setelah selesai, Dara segera menghampiri Adi lagi. Adi menatap Dara tajam, sedangkan yang ditatap sama sekali tidak merasa bersalah sedikit pun.
"Kamu kenapa sih terus membenahi hal-hal yang sepele? Ini bukan tugas kamu. Ada office boy yang bisa menata bunga-bunga itu!" omel Adi.
"Bukan begitu, Pak. Saya hanya risih kalau ada barang-barang yang letaknya gak sesuai tempat gitu," jawab Dara.
"Oh iya ini juga, bolpoin bapak tampak miring di saku. Harusnya tempatnya agak ke tengah biar lebih enak dipandang," tambah dara membenahi letak bolpoin yang tersemat di saku Adi yang sedikit condong ke kanan.
Adi menarik napas dalam dalam-dalam untuk meredakan emosinya ketika melihat tingkah aneh Dara. Adi pikir Dara saat ini mengalami semacam gangguan mental.
"Kamu pernah nyoba ke psikologi?" tanya Adi memicingkan matanya.
"Ibu pernah menyeret saya ke psikologi, tapi saya kabur. Saya malas sama psikolog, orangnya sok pintar," jawab Dara. Adi menepuk keningnya dengan pelan. Sungguh abnormal sekali kelakuan Dara.
"Ayo jalan lagi! Kalau kamu masih membenahi barang-barang yang kamu lihat, siap-siap saja kening kamu yang saya batik!" ancam Adi.
"Gak bisa, Pak. Tangan saya gatal pengen benahi apapun yang saya lihat," jawab Dara.
Dengan kesal Adi menyeret leher Dara dengan lengannya. Adi membawa Dara dengan sedikit kasar untuk menuju ruangannya. Setengah perjalanan Adi menghentikan langkahnya. Adi menatap Dara yang kepalanya masuk di ketiaknya, kenapa gadis itu tidak berontak? Pikir Adi.
"Kamu masih sadar, kan?" tanya Adi.
"Saya suka di ketek bapak, soalnya wangi," jawab Dara.
Napas Adi naik turun mendengar jawaban polos dari Dara. Kenapa dara ini sangat jujur sekali? Kalau caranya begini, bagaimana Adi bisa marah dengan gadis yang saat ini ada di ketiaknya?
"Kamu suka sama wangi tubuh saya?" tanya Adi memancing.
"Suka, wangi banget beda dengan yang lain," jawab Dara.
"Emangnya kamu pernah cium bau ketek siapa?" tanya Adi memelototkan matanya.
"Ada temen sekelas yang usil pernah lempar baju olahraga kena wajah saya. Buiih keringetnya kayak buah mengkudu," jawab Dara.
Adi mengangguk-anggukkan kepalanya. Sesaat kemudian dia mengusung senyumnya. Adi merasa bangga saat dikatai wangi. Tanpa melepas rangkulannya pada leher Dara, Kukuh membawa Dara untuk menuju ruangannya. Orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan Adi pun menatap Adi dan Dara dengan pandangan aneh. Beberapa dari mereka memicingkan matanya dengan heran. Seorang CEO dengan anak magang tengah bergandengan mesra.
Sampai di ruangannya, Adi memaksa Dara untuk duduk di kursi depan meja kerjanya. Adi mengambil kertas juga pensil dan meletakkan di meja depan Dara.
Brakkk!
Adi meletakkan kertas itu dengan keras hingga membuat Dara tersentak, "Kerjakan design itu di sini!" titah Adi.
"Kok di sini, Pak? Saya gak boleh bawa kerjaan ini pulang?" tanya Dara.
"Gak! Saya takutnya kamu plagiat. Bisa-bisa saya kena masalah nanti," jawab Adi.
Dara mengangguk-anggukkan kepalanya. Perempuan itu segera mengambil pensilnya dan mulai menggambar di kertas yang diberikan.
Dara nampak tenang sembari tangannya menari-nari di atas kertas. Adi menatap wajah Dara dengan seksama. Wajah Dara sangat kecil, chuby dan menggemaskan. Lagi-lagi pandangan Adi mengarah pada bibir Dara.
"Berhentilah bersikap memalukan, Adi!" jerit batin Adi. Adi mendudukkan dirinya dengan kasar di kursi kebesarannya. Hanya dengan melihat gadis polos di depannya, kenapa hatinya sudah kocar-kacir?
Awalnya Dara sangat tenang, hingga tanpa sengaja mata Dara melihat ke arah tempat bolpoin Adi yang sangat berantakan. Dengan spontan Dara berdiri, perempuan itu membereskan alat menulis Adi yang sangat acak-acakan.
"Astaga, apa yang kamu lakukan?" pekik Adi kaget saat kotak bolpoinnya dibalik Dara sampai isinya tumpah semua.
"Beresin ini, Pak. Mata saya sakit lihat yang berantakan," jawab Dara.
"Duduk di tempatmu atau kamu yang saya beresin!" bentak Adi dengan menggelegar.
"Saya pusing lama-lama lihat kamu yang beresin ini itu. Bagaimana jadinya nanti setelah malam pertama ranjangnya berantakan, hah? Pasti dengan telanjang bulat kamu akan memberesi nya, sungguh kurang kerjaan!"