Adiyaksa Wijaya, pria berumur dua puluh tujuh tahun yang kini tengah merintis kariernya sebagai pengusaha Batik. Berawal dari kecintaannya kepada batik membuat Adi membuka usaha kecil-kecilan yang dia namai Batik Barong Jawa. Kini usaha yang sudah lama dia geluti berkembang pesat menjadi perusahaan besar. Bahkan yang dulunya Adi hanya mempunyai lima karyawan, sekarang sudah lebih dari lima ratus orang.
Perusahaan dengan nama yang sama yaitu Batik Barong Jawa sekarang menduduki peringkat tinggi, masuk dalam sepuluh besar perusahaan sukses di tanah air.
Meski sudah sukses, Adi tidak kunjung memikirkan pernikahan. Ibunya yang setiap hari menyodorkan perempuan untuk dia pilih, tidak Adi hiraukan. Ibunya yang keturunan keraton selalu menuntutnya untuk menikahi gadis yang baik perangainya, lembut tutur katanya, sopan unggah-ungguhnya, dan jelas bibit, bebet dan bobotnya.
Yang ada di pikiran Adi, tidak ada cewek seperti kriteria ibunya di jaman sekarang. Sekarang era emansipasi wanita, dimana seorang wanita yang dulunya hanya di dapur sekarang bisa pergi meniti karirnya. Laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama.
Begitupun Adi yang belum menemukan gadis yang cocok untuknya. Adi masih dalam mode sakit hati lantaran orang yang dia sukai malah menikah dengan kakaknya sendiri, Kukuh. Yang paling Adi sesali adalah tidak gercep dalam mengajak cewek nikah, alhasil dialah yang ditinggal nikah. Sungguh nelangsa.
Saat ini Adi tengah berdiri di depan pintu ruang membatik yang berada di lantai paling bawah. Laki-laki itu melihat para pekerjanya mengajari anak-anak magang dari SMK swasta seni budaya yang masuk satu minggu yang lalu. Adi menerima anak magang mulai dari SMK sampai yang kuliah seni. Bukan maksud menginginkan tenaga gratis, bahkan Adi pun membayar para anak magang. Adi hanya senang bila ada anak-anak muda yang tertarik dengan budaya Indonesia. Adi berdoa semoga budaya tanah kelahirannya tidak akan punah meski jaman terus maju.
Satu gadis berambut sebahu menarik perhatiannya. Sejak pertama kali masuk, gadis itu sudah membawa aura buruk padanya. Dia bernama Dara, bahkan Adi merasa nama Dara tidak cocok disandang gadis yang seperti barongan itu.
Pertama kali masuk sebagai anak magang, Dara sudah meresahkan pekerjanya karena sifatnya yang di luar batas manusia normal. Dara seperti orang yang phobia debu dan barang berantakan. Ada salah satu staf marketingnya lupa menaruh bolpoin tidak pada tempatnya, dan saat itu Dara yang melihatnya langsung ngomel-ngomel menyuruh stafnya meletakkan bolpoin yang benar dan pada tempat yang sudah disediakan. Anak magang mana yang berani memarahi atasannya? Mungkin hanya Dara yang berani.
"Kenapa batik-batik di sini sangat monoton, sih? Katanya ini perusahaan besar, tapi batiknya cuma gini-gini aja. Kalau cuma gini ibu-ibu kampung deket rumahku juga bisa," oceh Dara yang membuat semua orang meletakkan canting masing-masing. Canting adalah alat melukis yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangan.
"Hust, jangan keras-keras!" tegur Olivia, senior yang mengajari membatik anak magang.
"Kenapa gak boleh keras? Mbak Olivia juga, kenapa kerja tidak penuh cinta? Sudah tau kalau batiknya monoton, masih saja mengikuti aturan dan contoh dari bos. Huuh siapa sih Bosmennya? Menyebalkan" oceh Dara dengan berani.
"Apa dia gak tau kalau selera pasar bisa berubah-ubah?" tambah gadis itu lagi.
Adi mengetuk-ketukkan ujung sepatunya di lantai. Ternyata dia sudah seperti setan yang kehadirannya tidak disadari oleh karyawannya. Adi memang sadar kalau batiknya sudah Batik model lama. Adi sudah mencari beberapa designer untuk bekerja sama dengannya untuk membuat variasi model Batik, tapi dia belum menemukan orangnya.
Dan sekarang seorang gadis kecil dengan songongnya mengkritik batiknya, "Heem ... Sungguh menarik," batin Adi.
Dara Pramusita, seorang gadis remaja berusia tujuh belas tahun yang saat ini menduduki bangku kelas tiga SMK. Sebelum ujian nasional, dia harus melakukan pelatihan magang sesuai jurusannya. Dara tipe anak yang perfectionisme, ia ingin melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Dara phobia dengan barang-barang yang berantakan, tidak sesuai tempatnya dan acak-acakan. Dara akan cenderung uring-uringan bila melihat sesuatu tidak pada tempatnya. Bahkan anak itu mengalami gangguan kepribadian obsesif kompulsif (OCPD) walau masih masuk dalam kategori ringan.
Dara tidak pernah merasa ada yang salah dengan dirinya, dia hanya merasa rajin bersih-bersih. Namun orang-orang di sekitarnya lah yang risih dengan sikap perfectionisme gadis ingusan itu.
Dara menyesal sudah memilih tempat magang yang tidak menjunjung kerapihan. Dara merasa risih saat harus membatik di tempat yang memang bersih tapi barangnya berantakan. Padahal yang membatik para perempuan. Itu menyebabkan Dara harus datang pagi-pagi untuk memberesi barang-barang yang tergeletak asal. Meski tidak ada yang menyuruhnya dia tetap melakukannya walau dia sedikit kesal.
Namun karena Pramusita artinya kelapangan hati, Dara pun mencoba melapangkan hatinya dengan pilihannya sendiri. Dara selalu membanggakan namanya yang bagus, maka itu dia harus menyesuaikan namanya dan sikapnya.
Dara kesal dengan Batik yang menurutnya sangat monoton dan bisa dikatakan jelek. Gadis itu ingin membatik sesuai keinginannya, tapi tidak diperbolehkan oleh Olivia. Mbak-mbak cantik yang katanya sudah bekerja lama di sana.
"Mbak, aku mau membatik sesuai keinginanku!" ucap Dara merengek.
"Dara yang cantik seperti burung dara putih, ini perusahaan sudah mempunyai design paten yang harus kita turuti sebagai staff. Kita ini siapa hingga bisa membatik sesuai keinginan kita? Di perusahaan punya aturan, dan bawahan harus menurutinya," jelas Olivia dengan sabar.
"Ah gak seru!" jawab Dara sembari mengambil cairan Batik dengan canting.
"Kerjakan itu dulu! Nanti kalau kamu pengen membatik sesuai keinginanmu, kamu bisa membatik di rumah!"
"Aku pastikan hasil Batikku akan lebih baik dari ini!" ujar Dara dengan mantap.
"Buktikan!" ucap suara seorang laki-laki yang kompak membuat seisi ruangan menoleh ke pintu.
Dara membuka mulutnya lebar-lebar. Dara ingat laki-laki yang tampak berwibawa di depannya adalah CEO dari perusahaan ini. Mata Dara memicing saat melihat dasi Adi sedikit miring. Dengan secepat kilat Dara bangkit, perempuan itu berlari menghampiri Adi tanpa rasa takut sedikit pun.
Olivia dan yang lain sudah meringis, mereka ingin menahan Dara, tapi sayang Dara sudah berada tepat di depan Adi.
Tangan Dara meraih dasi Adi yang membuat laki-laki itu terkesiap, Adi memundurkan tubuhnya sedikit, tapi segera ditahan oleh Dara.
"Diam sebentar, Pak!" titah Dara. Adi mematung, apa-apaan ini? Biasanya dia yang memerintah, tapi kenapa sekarang dia yang diperintah? .
Dara mengurai ikatan dasi Adi yang terlihat sangat jelek di matanya. Gadis itu kembali menyimpulkan dasi dengan simpulan tangannya. Adi menatap wajah anak magang di depannya dengan intens. Wajah keduanya sangat dekat membuat Adi bisa melihat bibir ranum Dara. Adi menggelengkan kepalanya, jangan sampai dia berfantasi liarr dengan gadis ingusan yang menurutnya sangat abnormal.
"Beraninya seorang gadis kecil mengkritikku masalah dasi," sinis Adi dengan tajam.
*
*
*
*
Hallo bertemu lagi denganku ...
Cerita ini spin offnya cerita "Pelan-pelan, Mas!" ya.
Jangan lupa tekan tombol love untuk menyimpan cerita
Jangan lupa untuk komentar karena cerita ini masuk di event peringkat Ftw. Yang komennya banyak dan unik, akan mendapat hadiah khusus dari STARY
Salam sayang dari aku El Liana...