9. Gas Terus

1257 Words
Malam harinya Adi gelisah sembari melihat hp yang sejak tadi dia genggam. Adi tengah mondar mandir di ruang tamu sembari sesekali bergumam tidak jelas. Hari ini Kakak dan kakak iparnya bertamu ke rumah ibunya, mereka berdua menatapnya dengan pandangan aneh. Namun Adi tidak peduli, Adi masih menantikan Dara yang mengiriminya pesan. Pasalnya tadi saat Adi memberikan bunga, di situ terselip note kecil yang bertuliskan ‘Untuk Dara, terimakasih desain yang sudah kamu berikan, tidak ingin memberiku hati sekalian?’ Menurut Adi, itu sudah masuk dalam kalimat tembakan. Kalau Dara peka, seharusnya Dara menghubunginya dan memberikan jawaban. Entah itu menerima cintanya atau menolaknya. Namun sudah hampir pukul delapan, Dara tidak menghubunginya. Padahal dia sudah mengantar Dara pulang sejak sore, seharusnya Dara sudah membuka note yang dia tulis. “Hah bocah itu kemana, sih?” tanya Adi menendang botol air yang ada di lantai. Botol itu  punya Valda, keponakannya. “Astaga Dara … kamu nyebelin amat, sih.” “Udah kecil, kayak upil, ngeselin lagi.” Adi terus mengoceh tanpa henti. Kukuh dan Eci yang merupakan pakarnya pakar dalam cinta, hanya menatap Adi yang tidak ada lelahnya mengumpat. Adi melihat hpnya saat ada bunyi notofikasi masuk. Namun setelah tau siapa yang mengirim pesan, Adi lantas mengumpat dengan kasar. Ternyata hanya pesan dari grub alumni kuliah. “Adi, kamu ngapain sih mondar mandir bergitu?” tanya Kukuh yang sudah bosan melihat adiknya. Dia saja merasa lelah saat melihat Adi wara wiri. “Gak lihat apa kalau aku sedang nunggu seseorang?” tanya Adi dengan ngegas. Bawaannya Adi ingin sekali marah. “Daripada kamu mondar mandir, lebih baik kamu hubungi dia saja. Kamu cowok gitu saja gak ngerti,” omel Kukuh. “Diam kamu!” hardik Adi dengan garang. “Kamu dikasih tau ngeyel. Jadi durhaka sama kakak sendiri tau rasa.” “Arghhh!” Adi mengusap rambutnya dengan kasar. Pria itu melenggang menaiki lantai dua menuju kamarnya. Adi membuka pintu kamarnya dan menutupnya dengan kasar. Saat Kukuh berbicara, entah kenapa telinga Adi rasanya sangat panas saja. Pria itu menuju balkon kamarnya dan menghirup udara dalam-dalam. Udara malam membuatnya dingin, tapi dingin itu tidak lebih dingin dari sikap Dara. Adi menatap hpnya, tangannya berselancar di layar pipih hpanya. Hingga matanya menelisik saat nama Dara yang berada di kontaknya mencuri perhatiannya. Dengan pertimbangan yang sangat penuh, Adi memencet ikon panggil di sana. Adi menunggu was-was hp yang dia pegang. Dirinya hampir berteriak saat Dara mengangkat panggilannya. “Hallo selamat malam, dengan Dara Pramusita, ada yang bisa saya bantu?” tanya Dara dari seberang sana. Mendengar suara Dara membuat hati Adi berbunga-bunga. Adi bersandar di pagar balkon kamarnya, kakinya seperti meleleh karena suara lembut itu. “Aduuh hatiku … tolong mau copot,” batin Adi mengedipkan matanya berkali-kali. Adi lemah karena suara Dara, Adi jatuh karena pesona Dara. Dara Pramusita, hadirnya seperti narkotikaa yang membuat candu hati Adi. “Pak Adi … Pak … Ada apa menelfon saya?” tanya Dara yang di seberang sana yang merasa Adi tidak menjawab sapaannya. “Eh iya, kamu lagi apa?” tanya Adi setelah bisa menetralkan ekspresinya. “Ini lagi makan coklat pemberian Pak Adi. Enak, ada almondnya. Bapak denger gak saya ngunyahnya?” oceh Dara. “Hanya dengar suara kamu, coba mana suara ngunyahnya?” tanya Adi. Dara menggigit coklatnya lagi dan mengunyahnya dengan keras sampai di telinga Adi. Adi tertawa, hanya dengan suara kunyahan dari bibir Dara, dirinya sudah terkewer-kewer begini. Suara Dara mengunyah coklat seperti alunan yang sangat merdu. Bahkan suara musik relaksasi yang berupa gemericik air, kalah merdu dengan suara gigi Dara yang bergesekan dengan coklat. “Dara, kamu harus tanggungjawab. Kamu merontokkan hatiku sampai menjadi puing-puing kecil,” ucap Adi yang kini menjatuhkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. “Hah? Apa, Pak? Saya gak dengar,” kata Dara. “Saya baru mendengar teriakan mama, jadi gak denger Pak Adi bilang apa,” tambah gadis itu lagi. Adi mengusap dadaanya dengan pelan. Bersabar dengan Dara adalah ujian. Kenapa saat mengode Dara, selalu tidak berhasil. “Oh iya lupakan. Kamu sudah membaca note yang ada di bunga yang tadi saya kasih?” tanya Adi. “Note apa, Pak?” tanya Dara balik. “Note yang terpasang di bunga lah. Saya menyelipkan tadi di sana,” jawab Adi. “Gak ada notenya, Pak.” “Mana bisa? Tadi saya selipkan di sana?” ujar Adi dengan nada yang mulai ngegas. Pria itu merasa naik pitam saat Dara mengatakan tidak ada Note. Jelas-jelas tadi Adi menuliskan sendiri dan menyelipkan sendiri dengan rapi. Tidak mungkin kalau hilang begitu saja. Tuyul juga yang dicuri uang, bukan note cinta. “Pak tapi gak ada note apa-apa,” ucap Dara lagi. “Ya sudah lupakan!” seru Adi dengan kesal. Lagi-lagi acara mendekati Dara harus tertunda begitu saja. Tidak berupa kode atau berupa note, tetap saja dia gagal. “Ya sudah saya matikan dulu ya, Pak. Ibu sudah marah-marah nyuruh saya bantuin sesuatu,” ujar Dara. “Ya,” jawab Adi dengan datar. Sebelum Dara mematikan sambungannya, Adi sudah mematikannya dengan sepihak. Adi ingin membanting hpnya saat ini juga. Salah apa dia di kehidupan sebelumnya hingga kini dia mengejar cinta saja sulitnya minta ampun. “Sepertinya seluruh galaksi tidak berpihak padaku,” ucap Adi bermonolog seorang diri. “Kalau cinta bilang cinta, gak usah ngode-ngode begitu,” ucap seseorang yang membuat Adi mendengus. Kakaknya sama sekali tidak punya cermin di rumahnya, jadilah tidak bisa menilai diri sendiri. Dulu Kukuh juga payah soal cinta, dan kini sok-sokkan tau segalanya. “Keluar kamu dari sini!” titah Adi pada kakaknya. Kukuh menghela napas, pria itu mendekati adiknya yang  tengah menggila karena cinta. Entah gadis mana yang berhasil membuat Adi jatuh cinta, Kukuh pun sangat penasaran. Pasalnya selama ini Adi sangat anti dengan wanita. Adi selalu mengatakan kalau wanita itu begini begitu dan selalu tidak cocok. Dan kini Adi melabuhkan hatinya pada seorang gadis, tentu saja itu adalah pencapaian yang sangat besar dan patut diapresiasi. “Adi, begini, kamu seorang pria. Tidak jamannya ngode ngode biar cewek peka. Cewek itu sederhana, mereka tidak suka kode-kodean dari cowok, tapi suka ungkapan cowok secara langsung,” ucap Kukuh menepuk pundak kanan Adi. “Kalau mengungkapkan langsung, lalu ditolak, mukaku mau ditaruh di mana?” tanya Adi dengan berteriak. Sejak sore tadi, Adi sudah berkali-kali teriak hingga otot lehernya kelihatan. Hari ini sungguh menguras emosi bagi Adi. “Itu lah resiko cinta, mengatakan dengan konsekuensi diterima dan ditolak, atau diam lalu melihat dia bahagia dengan orang lain,” jelas Kukuh. Adi menghempaskan tangan kakaknya dari pundaknya. Kukuh melenggang pergi begitu saja. Adiknya berkepala batu, sangat susah dinasehati. Kukuh tersenyum kecil, biarkan saja adiknya ribut dengan egonya sendiri sampai pada saatnya Adi yang belingsatan saat melihat gadis yang disukai dekat dengan orang lain. Adi memasuki kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang dengan kasar. Adi melihat langit-langit kamarnya yang tampak ada wajah Dara tengah menjulurkan lidahnya ke arahnya. Seolah Dara tengah megejeknya. “Kenapa sih kamu terus ada di bayang-bayangku?” tanya Adi yang masih setia menghadap ke langit-langit kamarnya. “Cieee Pak Adi suka aku.” Bayangan itu seolah bisa berbicara sembari tersenyum menghadapnya. Adi menutup matanya dan membukanya kembali. Bayangan Dara hilang, membuatnya menghela napas. Namun sesaat kemudian, Adi melihat lagi bayangan Dara di sana. Dara tengah memanyunkan bibirnya seolah ingin menciumnya. “Kamu mau saya gila karenamu, hah?” tanya Adi dengan frustasi. Adi mengambil bantal dan meletakkannya di wajahnya. Adi menekan bantalnya dengan erat saking frustasinya dia dengan gadis bernama Dara pramusita. “Arghhhh … awas saja kalau aku sudah bisa mendapatkanmu … aku kekepin kamu di ranjangku!” teriak Adi dengan kencang. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD