Adi memegang erat pinggang Dara karena dirinya yang takut jatuh. Dara sungguh kuat menaiki sepeda dengan Adi yang menjadi beban di belakang. Malahan Adi yang takut beneran, Dara naik sepeda tidak tau haluan, nyalip kanan kiri padahal sepedanya tergolong sepeda mini.
“Dara … jangan ngebut-ngebut!” ucap Adi ketakutan
“Ini tidak ngebut, Pak. Ini standar saya naik sepeda,” jawab Dara.
“Dara, saya takut!” pekik Adi memegang lebih kencang pinggang Dara. Dara yang merasa terganggu pun berteriak kencang karena kegelian.
“Kyaaa geli ….” teriak Dara memekakkan telinga. Bahkan banyak pengendara lain yang menatap ke arah mereka berdua.
Dara tidak bisa menyeimbangkan menyetirnya, gadis itu oleng ke kiri dan pada akhirnya …. Brakk!
Dara menabrak trotoar dan jatuh ke kiri bersama Adi. Sebelum benar-benar jatuh Adi melompat dari sepeda dengan cepat. Sungguh tidak mencerminkan rasa tanggung jawab sebagai pria.
“Aduuuhhh!” pekik Dara yang jatuh menghantam trotoar, tubuh kecil gadis itu pun juga ditubruk sepeda mininya.
Buru-buru Adi mengangkat sepeda Dara dan membuangnya asal, pria itu membantu Dara berdiri.
“Aduuhh mama … sakit ….” rengek Dara memegangi lututnya yang terasa sakit.
Dara menatap sepedanya yang teronggok mengenaskan ta jauh dari dirinya. Dara menatap Adi penuh nanar, bagi Dara, Adi sungguh menyebalkan. Sudah dibonceng malah membuatnya celaka, belum lagi Adi juga membuang sepedanya dengan tega.
“Pak Adi kurang ajar, sudah saya bonceng, tapi malah membuat saya celaka. Wajah saya nubruk trotoar, kalau saya gak cantik lagi bagaimana?” teriak Dara memukuli tubuh Adi dengan tangannya.
"Kamu cantik kok, cantik banget malahan," jawab Adi.
"Ahhh … ini semua salah Pak Adi. Kalau saya gak bonceng Pak Adi, sudah pasti saya gak akan celaka," omel Dara.
“Ya saya kan takut kamu ngebut, makanya pegangan pinggang dengan erat,” bela Adi tidak mau disalahkan.
“Aduuuh mana kaki saya sakit lagi,” rengek Dara memegangi kembali lututnya.
Adi berjalan menuju sepeda Dara, pria itu mengambil buket bunga yang ada di keranjang sepeda Dara. Adi menyerahkan buket itu dengan paksa, setelahnya Adi merendahkan tubuhnya di depan tubuh Dara.
“Naik!” titah Adi pada Dara.
“Hah, kenapa, pak?” tanya Dara.
“Naik, biar saya gendong. Di depan ada apotik, nanti beli antiseptik dulu saya obatin,” ujar Adi.
“Tapi saya takut,” jawab Dara.
“Jangan takut selagi yang kamu naiki saya!” jawab Adi. Otak Dara seketika langsung traveling, muter-muter dengan kata naik.
“Ayo Dara, kamu mau naik atau kamu yang saya naikin?" tanya Adi lagi. Dara membulatkan matanya, otaknya traveling lebih jauh lagi.
“Eh … tapi sepeda saya bagaimana?" tanya Dara bingung.
"Sepedamu sudah butut, nanti saya belikan sepeda yang baru,” ujar Adi.
“Tapi sepeda saya masih bagus, dan warna pink sekarang sulit dicari karena dinilai norak,” omel Dara.
“Nanti saya paksa pabriknya buatin khusus kamu yang warna pink,” jawab Adi.
“Tapi ….”
“Cepat Dara!” bentak Adi yang membuat Dara terkesiap. Buru-buru Dara menaiki punggung Adi, gadis itu mengalungkan tangannya di leher Adi. Tangan kanannya masih memegang buket bunga dari pria itu. Sedangkan Adi tersenyum sinting, dia sangat senang saat merasakan tubuh Dara menempel dengan tubuhnya.
Adi berjalan dengan pelan sembari menggendong Dara, pria itu tidak malu saat beberapa orang tampak memandang ke arahnya. Adi memakai kemeja formal dan Dara yang mengenakan pakaian hitam putih khas anak magang. Orang-orang yang memandang mereka pun bisa menilai kalau ada romantisme antara pekerja kantor.
Dara menyandarkan kepalanya di pundak Adi, gadis itu baru pertama kali digendong cowok. Dari samping Dara menatap wajah Adi yang tampak ganteng, hidung mancung dan bulu mata yang lenting. Adi memang tidak kekar seperti tokoh n****+ yang selalu Dara baca, tapi Adi sangat berkharisma. Bibir Adi juga sangat sexy, seketika Dara membayangkan kalau Adi adalah aktor Taiwan idamannya, Jasper Liu. Aktor yang terkenal dengan hot kisser asia itu membuat Dara selalu membayangkan rasanya ciuman panas.
“Sudahi fantasi liarmu itu, Dara!” ucap Adi yang membuat Dara lantas tergagap. Dara merutuki dirinya yang tengah berpikir mesuum.
“Siapa yang berfantasi? Saya hanya melamun!” seru Dara dengan cepat.
“Kamu memandangi bibir saya seolah ingin melahabnya sampai habis,” cibir Adi.
“Enak saja. Saya memang ingin berciuman, tapi saya pastikan ciuman pertama saya hanya untuk Bang Jasper Liu,” ujar Dara dengan sinis.
“Siapa? Casper si hantu terbang itu?” tanya Adi menggoda.
“Bukan, tapi Jasper pakai J!” ucap Dara membenarkan.
“Ohh iya iya si hantu itu.”
“Bukan hantu, Pak Adi!” pekik Dara meninju pipi Adi dengan kencang. Adi meringis sebentar sebelum tertawa dengan ngakak. Adi sungguh gemas dengan Dara. Hasrat ingin membanting Dara di ranjang sungguh meronta-ronta. Tapi saat ingat Dara masih kecil pun dia mengurungkan niatnya.
“Naik punggung Pak Adi kayak naik onta, lama banget,” ujar Dara menyindir.
“Karena yang pelan-pelan itu lebih nikmat,” jawab Adi melantur.
“Apanya yang nikmat?” tanya Dara.
“Sudah lupakan!”
“Pak Adi curang, bilang dengan kata-kata ambigu lalu menyuruh melupakan. Kalau kayak gini saya jadi mikir yang ‘iya-iya, dan efeknya saya jadi ingin nikah muda,” oceh Dara.
“Nikah muda itu enak kok,” jawab Adi.
“Bagaimana enaknya? Kebanyakan yang nikah muda bakal nyesel.”
“Ya karena mereka tidak memilih pasangan dengan tepat. Kamu bakal enak nikah muda kalau nikahnya sama saya,” ujar Adi.
Dara membeo, apakah sekarang Pak Adi sedang membuatnya baper? Atau Pak Adi sedang memberinya kode? Dara menggelengkan kepalanya, dia tidak boleh terlena dengan rayuan buaya darat semacam Adi yang spesiesnya wajib dimusnahkan.
Tak berapa lama mereka sampai di depan apotek, Adi menurunkan Dara di tempat duduk yang disediakan, pria itu segera membeli obat untuk Dara. Setelah mendapat obatnya, Adi berjongkok di bawah Dara dan mengobati lutut gadis itu yang berdarah.
“Mama … sakit,” ringis Dara saat Adi membersihkan lukanya.
“Hust jangan moma mama terus, panggil namaku saja. Gini ‘Mas Adi … sakit,” ujar Adi mengajari Dara. Dara hanya mencebikkan bibirnya. Enakan manggil Pak Adi dari pada Mas Adi.
“Terus kita pulangnya bagaimana?” tanya Dara.
“Tenang, saya itu CEO, mau nyuruh orang juga mudah,” ucap Adi dengan sombong. Adi mengambil hpnya dari saku celanannya, dia mendiall nomor Setyo.
“Hallo Setyo, bawa mobil ke apotek sekar sehat, sekarang juga!” titah Adi.
Dara menatap Adi dengan menggelengkan kepalanya pelan. Sikap Adi bagi Dara sangat membingungkan, kadang Dara mengartikan kalau sikap Adi itu menunjukkan Adi menyukainya, tapi terkadang sikapnya hanya sebagai atasan dan bawahan. Dara menggelengkan kepalanya erat, dia tidak ingin terlena dengan Adi.
Adi meniup-niup lutut Dara sembari memasangkan kain kasa untuk menutup luka gadis itu. Tak berapa lama Setyo datang dan mengklakson mobilnya.
"Ayo biar saya antar pulang!" ucap Adi menuntun Dara untuk menuju mobil yang sudah disetir Setyo.
"Terus saya besok ke kantor bagaimana?" tanya Dara. Adi berpikir sejenak, dia ingin membelikan sepeda buat Dara, tapi sepertinya modus juga tidak apa-apa.
"Em … Sembari menunggu sepeda, kamu saya jemput," jawab Adi menaik turunkan alisnya.
"Gak mau, deket-deket Pak Adi bikin saya celaka. Pokoknya besok sepeda saya sudah harus ada!" tegas Dara seraya mencebikkan bibirnya. Lagian Dara juga tidak mau dikira menggoda Pak Adi saat pulang pergi harus bersama pria itu.
*
*
*
Untuk visual bisa lihat di akun f*******: ku yah : El Liana