17. Bad Guy

1184 Words
“Apa?!” Kang Minho memekik. Kedua sisi alisnya melengkung ke tengah hingga menciptakan lipatan di dahinya. Sejenak aku pun terdiam ketika naluri memberitahu bahwa aku baru saja mengguncangkan mental Kang Minho dengan ucapanku. Aku tersekat hingga aku perlu menelan saliva sebelum kembali berucap. “Ya, Kang Minho.” Lelaki di depanku mendelik. Dia kembali membawa pandangannya padaku dan untuk sesaat aku masih melihat keterkejutan itu di wajah Kang Minho. “Aku bersumpah bahwa malam itu aku melihat Max Belanger dan aku tidak salah. Dia pun menyadarinya maka dari itu dia mengejarku. Kau pikir aku menemukan dompetnya dan berniat mencurinya?” Aku tersenyum sinis. “really?” Kang Minho mendengkus dan memalingkan wajahnya. Aku melihat perasaan tertekan itu terpatri jelas di wajahnya dan Kang Minho hanya terus-terusan mendengkus. “Kalau begitu kenapa kamu mengakuinya?” “Apa?!” bentakku. Sekali lagi Kang Minho mendengkus. “Kalau kamu memang terlihat seperti wanita yang dimaksud oleh Maxi, I mean, wanita yang mengambil dompetnya.” Ucapan Kang Minho kembali membuatku terkekeh sinis. “Kau sungguh berpikir demikian?” Kulihat Kang Minho melayangkan pandangan sinis padaku. “I mean, akankah ada gadis di Madison yang sama seperti aku? Lagi pula tidakkah itu sangat berlebihan? Hanya karena aku menemukan dompetnya lalu dia bisa mencekik leherku?” Aku masih mematri tatapan pada Kang Minho dan kulihat matanya bergulir ke bawah, seperti ingin memastikan sesuatu dan sejurus kemudian bola matanya mendelik. Kang Minho terbelalak dan mendekat padaku. Dia meraih sekaligus menarik kerah bajuku dan kupikir dia tak sadar saat mencoba membuka kerah bajuku. Kang Minho membuatku memalingkan wajah. “Astaga!” Dia kembali memekik dan membuatku menggulirkan bola mata ke sudut. “kau sungguh dicekik?” Aku memejamkan mata dan melakukan tarikan napas panjang dan mengembuskannya sambil membuat diriku tenang. “Hem,” gumamku. Mataku terbuka dan aku kembali memandang Kang Minho. “dia menyeretku ke toilet dekat laboratorium sains dan mencekikku di sana.” Bola mata Kang Minho kian melebar. Semakin lebar dan aku yakin bahwa dia sedang menahan napasnya. Mendadak, Kang Minho melepaskan kerah kemejaku lalu dia memalingkan wajahnya. Aku melihat reaksi yang sama seperti yang ditunjukkan oleh Yoshi ketika aku bercerita bagaimana lelaki yang mencoba membunuhku semalam kini berada di kampus dan dia juga mengincar nyawaku. “s**t ....” Kang Minho mendesis. Dengan wajah tercengang dan mata terbelalak dia kembali memandangku dan di situlah aku yakin bahwa Kang Minho telah percaya pada apa yang aku katakan. “Aku tidak bohong, Minho. Lagi pula untuk apa aku bohong. Jika kau lihat bagaimana cara Max Belanger memandangku, maka kau bisa melihat bahwa dalam pandangannya saja dia seperti ingin menghabisi aku. “Jika bukan dia yang kulihat malam itu, lalu mengapa dia mengejarku? Mengapa dia sampai membawaku ke toilet dan tanpa perhitungan dia ingin menghabisi aku? Jika dia cukup cerdas, seharusnya dia menunggu saat yang tepat. Namun, Max sangat agresif. Aku pikir itu tindakan naluriah dia mana dia merasa terancam dan untuk itulah dia ingin melenyapkan aku.” Selama aku berucap, Kang Minho terdiam dengan alisnya yang masih melengkung ke tengah. Matanya bergerak ke bawah dan sesaat ia terdiam. “Minho, aku tidak salah!” Kutegaskan sekali lagi. “Max Belanger adalah anggota kriminal dan dia harus segera dilaporkan!” Kang Minho kembali mendelik. Untuk sesaat dia tertegun sampai akhirnya dia kembali memalingkan wajah dan mendesah. Kang Minho menundukkan wajah lalu meremas dahinya dengan jari kemudian menggelengkan kepalanya. “Dannys, ini benar-benar membingungkan bagiku.” “Apanya yang membingungkan, Minho?!” Saat aku membentak, Kang Minho kembali mendongak. Wajahnya terlihat pucat dengan mata yang seperti memelas padaku. “Aku tidak sedang mengarang cerita dan aku pun tak akan diuntungkan ketika berbohong. Mungkin kamu mengenalnya sebagai anak dari Marthin Belanger, tetapi apakah kamu tahu apa yang dia lakukan?” “Dannys!” Kang Minho memanggil namaku dalam desahan berat. “Ck!” Setelah berdecak bibir, Kang Minho pun memalingkan wajahnya. Telah berkali-kali pria itu mendengkus dan tampak frustasi. “Minho, apa kau tidak percaya padaku?” “Bukan begitu!” tandas Minho. Dadanya sampai naik turun dan membuat napasnya berembus kasar. “aku percaya padamu, Dannys. Seratus persen.” “Lalu mengapa wajahmu seperti meragukan aku?” “Aku—“ Kang Minho terdiam sejenak. Mulutnya menganga. Megap-megap. Selama beberapa saat dia terdiam dan matanya yang terarah padaku. Memandang aku dalam kegelisahan sampai akhirnya dia kembali mendengkus. “Damn it!” maki Minho. Entah apakah makian itu ditujukan padaku, atau pada Max Belanger atau pada dirinya sendiri. Namun, satu hal yang pasti bahwa Kang Minho benar-benar terlihat gelisah. Wajahnya tiba-tiba menjadi merah serta napasnya yang kian berembus kasar. “Dannys, aku percaya padamu, tapi bagaimana mungkin malam itu Maxi berada di tempat yang kau bilang sedangkan aku baru menjemputnya tengah malam.” Ada tekanan dalam ucapan Kang Minho yang membuat hatiku berkedut nyeri, tetapi aku masih belum menangkap maksud perkataan Kang Minho. “Ma—maksudmu?” Sekali lagi Kang Minho mendengkus saat ia menggulirkan matanya ke atas. “Ya, Dannys. Aku yang menjemput Maxi di bandara dan aku sendiri yang membawa Maxi ke rumahnya.” DEG Aku merasakan pukulan kuat yang terkena tepat di jantungku dan menghentikan sejenak detaknya. Bulu kudukku bangkit dan membuat wajah dan kepalaku serasa membesar, sementara mulutku keluh dan tak dapat berucap apa-apa. “Dannys,” Kang Minho memanggil namaku dalam nada lirih dan wajah putus asa. “yang ingin kukatakan adalah, bagaimana kau melihat Maxi di tempat itu dan waktunya tepat saat kau pulang kerja. Artinya itu sekitar pukul sebelas malam sedangkan Maxi baru mendarat di Madison pukul satu dini hari dan aku sendiri yang menjemputnya.” Sungguh pun. Napasku benar-benar terhenti di d**a dan membuat tenggorokanku tersekat parah. Di satu sisi aku tidak ingin memercayai ucapan Kang Minho, tetapi di sisi lain aku pun tahu kalau Kang Minho tak akan membohongi aku. “Dannys, aku—“ “Tidak,” Aku menggelengkan kepala, tak sependapat. “tidak, Minho. Aku tidak mungkin salah lihat. Bahkan jika aku salah, lalu mengapa hari ini Max Belanger mendatangiku, ha?!” Aku mendengar suaraku tercekat di akhir kalimat. Kang Minho kembali mendengkus frustasi. “Entahlah, Dannys. Aku juga tak mengerti. Demi Tuhan!” Kang Minho memalingkan wajahnya dia pun mengubur wajah ke dalam telapak tangan yang terbuka. Sementara aku terdiam kaku dengan pandangan yang dipenuhi keterkejutan. Entah berapa banyak keterkejutan yang akan aku terima setelah ini, akan tetapi walaupun dengan segala bukti yang ada, aku tetap akan mengatakan bahwa Max Belanger adalah pria yang kulihat malam itu dan satu hal yang pasti dari semuanya ini adalah.... Dia sangat berbahaya. “Tidak! Itu tidak mungkin. Aku tak akan salah.” “Dannys—“ “Tidak, Kang Minho!” Mataku melotot dan aku menggelengkan kepala. “aku tak pernah seyakin ini seumur hidupku. Di samping itu, aku juga sudah membuktikannya.” “Ya, tapi—“ “Aku tak akan mengubah pernyataanku. Max Belanger adalah pria jahat dan aku akan tetap mengatakannya sekalipun tak ada yang memercayai aku.” Kang Minho hanya mendengkus kemudian aku memilih untuk memalingkan wajah, tetapi jantungku berkedut-kedut nyeri seperti ingin meledak. Ya Tuhan, hanya Kau yang kupunya. Kumohon lindungi aku dari pria mengerikan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD