HmD 16 - Reina

2059 Words
HmD 16 - Reina Rei menghela napas panjang saat sesi pelajaran hari ini telah selesai, dia melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, sudah hampir jam tiga sore dan dia sudah sangat kelaparan, sialan dengan acara bimbel yang sekolah adakan. Membuat waktu dirinya terkuras habis untuk fokus dan fokus di tumbukan materi dan soal. Rasanya jika soal itu bisa dia makan, mungkin tubuh Rei saat ini sudah membengkak karena kekenyangan, sayangnya, itu hanya ada di kepala Rei saja dan tidak akan pernah terjadi di hidupnya. "Baik, pelajaran hari ini sampai di sini saja, sampai ketemu di sesi selanjutnya, dan ingat, lebih giat lagi dalam belajar karena sebentar lagi kalian akan menghadapi ujian." Lagi dan lagi, wali kelasnya selalu saja memberikan perkataan seperti itu tiap kali sesi pertemuan berakhir, tidakkah Bu Ningsih itu lapar karena selama dua jam ini terus sama mengoceh? Padahal Rei yang mendengarkan saja sudah merasa lapar dan muak, andai dia berani menjawab. "Nggak usah basa basi lah Bu, udah laper juga!" Sayang dia tidak berani, nilai di pertaruhkan di sini, adab dan kesopanan jelas pon penting yang di perhatikan oleh pihak guru, Rei tidak ingin berbuat macam-macam. Bahkan dia hanya bergumang saat teman-teman sekelasnya menjawab dengan "Iya Bu ...." Seperti yang sudah-sudah, dan Rei merasa muak dengan itu semua. Pun saat Bu Ningsih keluar. Rei tidak langsung beranjak, dia malah merebahkan kepalanya di atas meja. Dia harus mengumpulkan tenaganya dulu sebelum berjalan kearah parkiran, dia merasa tidak sanggup jika harus membawa motor sampai rumah. Lapar dan lemas. Otaknya sudah terasa panas, hingga lelah dia rasakan. Porsi otak yang sedikit dan di gempur habis-habisan membuat Rei merasa sudah mencapai batasnya. "Nggak balik Rei?" Tanya Alia teman sebangku Rei yang melihat temannya terkapar lesu, kebiasaan yang selalu Rei lakukan jika dia tidak semangat, bukan hanya Alia saja yang memperhatikan Rei, bahkan beberapa teman sekelasnya masih memperhatikan gadis itu dan lebih memilih duduk tenang di tempatnya masing-masing. Mereka tidak berani pergi begitu saja sebelum Rei belum beranjak dari tempatnya, karena Rei akan marah jika mereka melakukan hal itu. Rei benci sendiri, dan Rei benci kelas ini, alasan kenapa dia menahan teman-teman sebelum dirinya pergi. "Laper gue..." Ucap Rei tanpa semangat, dia menempelkan pipinya di atas meja dan menekannya kecil, berharap tenaga segera kembali dan dia bisa berjalan pulang. "Tadi nggak makan emang?" "Makan, tapi dikit, keburu masuk jam bimbel." Alia mendengkus pelan. Gadis berambut sebahu itu mendongak, menatap salah satu sahabatnya degan anggukan kecil, yang seketika membuat cowok di sebelah kiri Rei beranjak. "Balik yuk, tasnya gue bawain." "Bentar lagi Tayo, gue masih lemes juga, tega emang lu liat gue bawa motor gini?" Gumang Rei tanpa beranjak sedikitpun. "Lagian, Bu Ningsih emang bener-bener gila, gue sama sekali nggak di kasih kesemoatan buat makan masak, padahal gue laper banget tadi." "Ya udah makan sekarang aja?" Tawa Alia yang menatap Rei dengan tatapan jengah, bukan membenci Rei atau pun tidak suka. Dia hanya merasa konyol dengan tingkah dan keluhan Rei kali ini. "Yo, Lo tau bengkel sebelah gedung sekolah kagak?" Tayo mengangguk pelan. Dia tahu dengan bengkel yang di maksud Rei kali ini, terlebih siapa yang tidak tahu bengkel jempolan di kawasan ini. Semua orang jelas akan tahu jika kita menyebut namanya saja "Tau, kenapa emang?" "Pake motor gue ke bengkel itu, Terus bilang ke Galuh suruh ke sekolah sekarang." Ucap Rei dengan nada malas, dia benar-benar malas sekarang bahkan tidak memiliki semangat untuk berjalan ke depan. "Eh. Nggak papa emang?" "Udah, bilang aja gue yang nyuruh gitu." Tayo menatap Alia ragu. Namun saat suara anak-anak lain yang menyuruh segera pergi membuat Tayo tak memiliki alasan lain. Jika terlalu lama di tempat ini percayalah, teman-teman pasti akan marah karena mereka juga ingin segera pulang, sama seperti dirinya. "Udah buru, Yo. Biar cepet pulang ini." "Iya. Udah cepet, Lo nggak mau pulang emang? "Gue juga udah laper, udah buru berangkat!" Tayo hanya mendengkus pelan, lalu menodongkan tangannya untuk meminta kunci motor pada Rei yang masih setengah berbaring di atas mejanya. "Kunci." Ambil di tas gue. Lagi, Tayo hanya bisa menghela napas pasrah. Rei memang benar-benar keterlaluan, dia bahkan tidak ingin bergerak sedikit pun. Membuat Rei segera mengambil kunuci itu dan segera berlalu. Dia harus segera pergi sebelum teman-teman mengamuk. Kepergian Tayo membuat Alia dan teman-teman yang lain bisa bernapas lega, selagi menunggu mereka mulai sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Jaman sudah berubah, dan mereka juga pasti akan mengikuti perkembangan jaman. Terlebih ponsel sekarang bukan hal langka lagi. Jadi wajar saja jika mereka memiliki benda canggih itu. Pun dengan Rei. Tapi Rei tidak pernah suka memainkan ponsel saat berada di sekolahnya. Dia hanya ingin bisa berkumpul dan bersenang-senang dengan teman-temannya seperti dulu lagi, alasan kenapa Rei melarang teman sekelasnya untuk tidak memainkan ponsel sebelum jam berakhir pelajaran berbunyi. Rei hanya ingin berinteraksi, bermain, dan bertingkah konyol dengan segala hal yang ada, karena sebentar lagi masa putih abunya akan berakhir, dan Rei tidak ingin kenangan manis ini hilang begitu saja. "Tayo lama!" Dengkus Rei saat merasa perutnya sudah sangat lapar, dia butuh makan segera dengan beberapa makanan kesukaannya, tapi kenapa juga Tayo belum datang. "Baru juga pergi, emang Lo sangka Tayo itu Doraemon yang punya pintu kemana saja!" "Ya siapa tau kan. Gue bener-bener capek tau nggak!" Aila memutar bertanya malas, melihat bagaimana tingkah Rei membuat dia sedikit gemas, apalagi saat pipi yang dia tempelkan di atas meja membuat dirinya terlihat semakin lucu, berbanding terbalik saat Rei bertingkah menyebalkan. "Ya istirahat aja, jangan banyak cakap. Makin capek nanti Lo!" "Hem, kasih tau Tayo jangan lama-lama." "Mana bisa, Munaroh! Tayo aja kagak bawa hpnya gimana gue kasih taunya, udah sih tunggu aja dengan tenang. Jangan bikin makin gerah deh. Gue udah panas loh dari tadi." Hanya Alia yang berani berkata seperti itu pada Rei, karena nyatanya, hanya dia yang dibebaskan oleh Rei untuk bertindak semuanya, berbeda dengan murid lainnya yang terkadang membuat Rei jengah, apalagi saat mereka mencoba menjilat, bersikap sok baik di hadapan Rei, tapi nyatanya menusuk di belakang, Rei benci dengan teman yang seperti itu. Lebih baik berkata terus terang di hadapannya dari pada harus menghujat di belakang. Toh mau dikatai seperti apapun, Rei sama sekali tidak peduli. Asal mereka tidak mengusik ketenangannya, Rei sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Mereka memiliki hidupnya sendiri, pun dengan Rei. "Ya gue kan cuma minta tolong." Ucap Rei dengan suara yang terdengar lucu karena pipinya yang tertempel di atas meja. "Udah deh. Diem dulu, tidur aja lah. Nanti juga pangeran Lo itu bakal dateng." Ujar Alia lagi dan kembali sibuk dengan ponselnya, sedangkan teman-teman yang lain sudah bersikap harap cemas dengan kelakuan Rei. Dia berharap jika Tayo segera memanggil Galuh, agar mereka bisa segera pulang. Terlebih hari sudah semakin sore. Mereka semua terdiam, tidak ada yang berani membuat kegaduhan, terlebih saat Rei sudah mulai terlelap, mereka sama sekali tak ingin membuat Rei terbangun karena keributan mereka. Kelas yang hening dan hanya Alia yang bersuara membuat suasana terasa aneh, tapi seperti inilah yang sering terjadi di kelas ini. Tak lama berselang. Alia yang sudah berpindah duduk di sebuah kursi yang ada di sebelah Rei, dia masih sibuk dengan ponselnya tepat saat Tayo datang. Dengan seorang pria yang membuat Alia langsung mengalihkan tatapannya sebentar. Terlebih saat melihat sosok yang ada di hadapannya kini. Berdiri menjulang dengan tatapan tertuju pada Rei. Tentu saja dia Galuh pria yang selalu berhasil mengendalikanbseorang Rei. Pria dengan penampilan celana pendek, kaus hitam polos dan tangan yang masih terlihat ada beberapa jejak oli di sana, membuat tampilan pria itu seperti tak terurus, tapi juga terlihat lebih maskulin dan keren di mata sebagian cewek di kelas itu. "Dia kenapa lagi?" Tanya Galuh dengan suara beratnya, menatap Rei yang tengah terlelap di mejanya. Dia menoleh kearah Tayo mencoba bertanya ada apa sebenarnya, karena pria itu menggeret dengan nada panik dan hanya menyebutkan nama Rei saja tanpa alasan yang jelas. "Ngeluh laper, lemes terus nungguin Lo Sampek ketiduran." Balas Alia yang seolah mengerti jika Galuh tidak paham dengan situasi saat ini. Galuh menghela napas pelan, tak urung dia berlutut di hadapan Rei, di tatapnya wajah polos cewek itu dengan kekehan pelan, jika di lihat lagi Rei terlihat lucu dengan penampilan yang sekarang. Lihatlah bahkan Rei tidak merasa malu saat tertidur dengan mengeluarkan air liur dan membasahi pipi gembulnya. "Dia sering kayak gini?" Tanya Galuh tanpa mengalihkan tatapannya. "Hem, sering kayak gini." "Terus kenapa yang lain nggak pulang? Kalian nungguin Rei?" Percayalah, yang Alia lakukan hanyalah memutar bola matanya dengan malas. Halo kalo aja bukan karena Rei bisa aja ngamuk dan bikin kita kerepotan, tentu aja kita milih pulang dari pada harus stay di sini kek orang gila! Sayang Alia hanya bisa tersenyum miring dan menelan mentah-mentah, kalimat itu. Dia tidak ingin sampai Rei mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya. "Hem. Rei emang suka gitu. Dan nggak mau di ganggu, dia bisa marah kalo kegiatannya di ganggu." Galuh menggeleng pelan, setelahnya dia mengangkat tangannya, lalu jari telunjuknya dia gunakan untuk menusuk pelan pipi Rei hingga membuat gadis itu membuka matanya. "Gal...." "Hem, bangun. Tidur di sekolah, udah sore nih." "Lemes...." Ucap Rei dengan suara parau dan wajah lesu khas orang baru bangun tidur. "Bangun yuk, pulang udah sore ini." "Gendong ...." Sekali lagi Galuh menggeleng, bukan hanya dirinya saja. Tapi Alia, Tayo dan teman-teman lainnya jelas terperangah tak terpacaya melihat tingkah konyol dari Rei. Dan parahnya, dimana Rei yang biasa galak dan tegas, kenapa Rei yang sekarang terlihat sekali manjanya. Rei mengangkat wajahnya pelan. Lalu merentangkan tangannya membuat Galuh dengan mudah mengangkat tubuh Rei dan membawa kedalam gendongannya. Tubuh Galuh yang besar tentu saja membuat dirinya mudah menggendong Rei. Bak koala yang manja. Rei langsung mengalungkan tangannya di leher Galuh. Dengan kepala dia sandarkan pada pundak sebelah kanan pria itu. Galuh menoleh kearah Tayo, dia tersenyum kecil sebelum mengatakan satu kalimat yang membuat Tayo bergerak dengan cepat. "Tolong ambilkan tas Rei." Suara serta pesona dari Galuh tentu saja membuat Tayo tak bisa berkutik, seolah ucapan pria itu adalah perintah yang harus dia lakukan. "Makasih." Ucap Galuh saat Tayo mengulurkan tas milik Rei. Galuh berlalu dengan tangan tangan yang masih menyanggah tubuh Rei di depannya. Sekolah yang sudah sepi dan hanya beberapa orang yang ada di sana membuat Rei dan Galuh aman dari sorotan banyak pasang mata yang penasaran. Bahkan satpam sekolah yang memang sudah mengenal baik sosok Galuh hanya tersenyum dan mengangguk kecil saat pria itu berlaku keluar dari gerbang sekolah. "Duduk dulu. Kita pulang." "Ke kos kamu ya?" Kamu, Galuh paham jika Rei sudah menggunakan kata aku kamu maka gadisnya ini hanya ingin dimanja olehnya. "Aku masih ada kerjaan di bengkel." "Ya udah ke bengkel kalo gitu." "Rei, denger aku mas-" "Ke bengkel, aku ikut kamu pokoknya." Galuh mendengkus pelan, saat Rei manja, berarti ada sesuatu yang membuat moodnya anjlok. Dan hal itu akan membuat Galuh kerepotan sampai mood Rei benar-benar kembali. Entahlah apa yang sudah membuat gadisnya merasa demikian, padahal kemarin tingkah Rei masih baik-baik saja. Galuh menghela napas pelan, lagi-lagi dia kalah. Karena sejatinya apapun keinginan kekasihnya Galuh sama sekali tidak bisa menolaknya. "Oke kita ke bengkel." Kata Galuh lalu memakaikan helm pada Rei, membantu gadis itu mengancingkan kaitan helm, dan mengenakan helm untuk dirinya sendiri. Dia harus kembali ke bengkel karena pekerjaan yang begitu banyak harus dia selesaikan hari ini juga. Ada satu motor yang jelas menunggu proses penyelesaian, dan tidak ada waktu lagi untuk mengurusi hal lain, atau sekedar berdebat dengan Rei. "Pegangan." Rei mengangguk, setelahnya melingkarkan kedua tangannya di pinggang Galuh dengan muka sayu dan mata setengah tertutup. Mereka berlalu dalam diam hingga tak lama sampai di sebuah bengkel yang lumayan besar dan beberapa mekanik yang tengah sibuk mengerjakan pekerjaan mereka. Galuh langsung turun, di ikuti Rei yang mengekor di belakang tubuhnya. "kamu istirahat di dalem aja. Kalo ada orang suruh keluar." "Mau di sini." "Tadi katanya ngantuk?" "Nggak ngantuk lagi pas liat wajah Lo, cuma sekarang gue laper." Ucap Rei dengan ringisan kecil di wajahnya. Galuh hanya menggeleng tak percaya, kemudian dia berdiri dan mengedarkan pandangannya. "Yo, sini!" Sosok remaja tanggung yang di panggil Galuh datang menghampiri pria itu. "iya kenapa bang?" "Beli nasi pecel di tempat biasa, jangan pedas-pedas, banyakin togenya." "Eh. Siap bang." Setelahnya Rio seorang siswa magang di bengkelnya berlalu pergi. Hal itu tentu saja tak luput dari perhatian Rei, membuat gadis itu tersenyum lebar sedari tadi. Apalagi Galuh yang selalu bersikap perhatian kepada dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD